Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Bakal Tumbuh 0,9 Persen, Terendah Sejak 1967

Pemerintah Asia Timur dan Pasifik berkomitmen untuk menyisihkan hampir 5 persen dari PDB mereka untuk memperkuat sistem kesehatan masyarakat

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 29 Sep 2020, 15:10 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2020, 15:10 WIB
Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki melintasi lajur penyebrangan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli hingga PHK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 telah memberikan tiga guncangan sekaligus di Asia Timur dan Pasifik (EAP). Pertama, pandemi itu sendiri. Kemudian dampak ekonomi dari langkah-langkah penahanan. Serta ancaman dari resesi global yang diakibatkan oleh krisis.

Berdasarkan Pembaruan Ekonomi Oktober 2020 Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, diperlukan tindakan yang cepat untuk memastikan bahwa pandemi tidak menghambat pertumbuhan dan meningkatkan kemiskinan.

Kegiatan ekonomi domestik mulai kembali bangkit di sejumlah negara. Tetapi ekonomi kawasan ini sangat bergantung pada bagian dunia lainnya, dan permintaan global tetap lemah.

“Wilayah ini secara keseluruhan diharapkan tumbuh hanya 0,9 persen pada 2020, terendah sejak 1967. Sementara China diperkirakan tumbuh sebesar 2,0 persen pada tahun 2020, didorong oleh pengeluaran pemerintah, ekspor yang kuat, dan tingkat infeksi baru Covid-19 yang rendah sejak Maret. Tetapi terkoreksi oleh konsumsi domestik yang lambat. Adapun sisa wilayah Asia Timur dan Pasifik lainnya, diproyeksikan menyusut hingga 3,5 persen,” tulis Bank Dunia dalam keterangan resmi, Selasa (29/9/2020).

Bank Dunia melihat prospek kawasan ini lebih cerah pada tahun 2021, dengan pertumbuhan diperkirakan 7,9 persen di Tiongkok dan 5,1 persen di kawasan lainnya. Hal ini berdasarkan asumsi pemulihan yang berkelanjutan dan new normal di negara-negara besar seiring dengan tersedianya vaksin.

Meski begitu, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tetap jauh di bawah proyeksi pra-pandemi hingga dua tahun ke depan. Prospeknya sangat buruk bagi beberapa Negara Kepulauan Pasifik yang sangat terpapar. Hingga 2021, output diproyeksikan tetap sekitar 10 persen di bawah level sebelum krisis.

“Kemiskinan di wilayah ini diproyeksikan akan meningkat untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Dimana sebanyak 38 juta orang diperkirakan akan tetap berada, atau didorong kembali ke dalam kemiskinan akibat pandemi,” tulis Bank Dunia.

Dalam menangani Covid-19, pemerintah Asia Timur dan Pasifik berkomitmen untuk menyisihkan hampir 5 persen dari PDB mereka untuk memperkuat sistem kesehatan masyarakat, mendukung rumah tangga, dan membantu perusahaan menghindari kebangkrutan. Namun, beberapa negara mengalami kesulitan untuk meningkatkan program perlindungan sosial mereka yang terbatas.

“Covid-19 tidak hanya menyerang orang miskin yang paling parah, tetapi juga menciptakan 'orang miskin baru.' Kawasan ini dihadapkan pada serangkaian tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan pemerintah menghadapi pilihan sulit,” kata Victoria Kwakwa, Wakil Presiden untuk Asia Timur dan Pasifik di Bank Dunia.

“Tetapi ada pilihan kebijakan cerdas yang tersedia yang dapat mengurangi pengorbanan ini. Seperti berinvestasi dalam pengujian dan penelusuran kapasitas dan memperluas perlindungan sosial secara tahan lama untuk mencakup masyarakat miskin dan sektor informal,” sambung dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Hutang

Hutang publik dan swasta, seiring dengan memburuknya neraca bank dan meningkatnya ketidakpastian, menimbulkan risiko bagi investasi publik dan swasta, serta stabilitas ekonomi. Utamanya pada saat kawasan sangat membutuhkan keduanya.

Defisit fiskal yang besar di EAP diproyeksikan akan meningkatkan utang pemerintah rata-rata sebesar 7 persen dari PDB pada tahun 2020. Laporan Bank Dunia menyerukan reformasi fiskal untuk memobilisasi pendapatan melalui perpajakan yang lebih progresif dan pengeluaran yang tidak terlalu boros. Di beberapa negara, stok hutang yang belum dibayar mungkin sudah tidak dapat dipertahankan dan membutuhkan dukungan eksternal yang lebih besar.

“Banyak negara EAP telah berhasil mengatasi penyakit dan memberikan bantuan, tetapi mereka akan berjuang untuk pulih dan tumbuh,” kata Aaditya Mattoo, Kepala Ekonom untuk Asia Timur dan Pasifik di Bank Dunia.

“Prioritasnya sekarang adalah sekolah yang aman untuk melestarikan sumber daya manusia. Memperluas basis pajak yang sempit untuk menghindari pemotongan investasi publik, dan reformasi sektor layanan yang dilindungi untuk memanfaatkan peluang digital yang muncul,” pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya