Menko Airlangga: RUU Cipta Kerja Hampir Selesai

Jika RUU Cipta Kerja ini sudah selesai, maka Indonesia bisa segera memasuki fase transformasi ekonomi.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Sep 2020, 17:40 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2020, 17:40 WIB
Pemerintah menyerahkan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR, Rabu (12/2/2020).
Pemerintah menyerahkan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR, Rabu (12/2/2020). (Merdeka.com/ Ahda Baihaqi)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Panitia Kerja (Panja) Omnibus Law RUU Cipta Kerja terus mempercepat penyelesaian pembahasan RUU ini.

Airlangga bilang, hampir seluruh pasal-pasal yang ada telah disetujui dan dalam waktu dekat, RUU ini bisa segera diselesaikan.

"Saya dapat sampaikan, hampir seluruh pasal-pasal telah disetujui bersama oleh pemerintah dan 9 fraksi di DPR, dan dalam waktu tidak lama, ditargetkan dalam masa sidang ini bisa diselesaikan," ujar Airlangga saat meresmikan atap surya panel Pabrik Coca Cola Amatil Cibitung, Rabu (30/9/2020).

Lanjutnya, jika RUU Cipta Kerja ini sudah selesai, maka Indonesia bisa segera memasuki fase transformasi ekonomi. Kendati, pandemi Covid-19 saat ini masih menggerogoti ekonomi Indonesia dan mengubah banyak kebiasaan.

"Banyak kegiatan analog menjadi digital, dan cara kerja berubah, sebagian work from office, work from home, tapi work in the factory tetap harus berjalan," katanya.

Beberapa waktu lalu, Airlangga pembahasan rancangan undang-undang Cipta Kerja atau RUU Cipta Kerja sudah mencapai 90 persen atau hampir selesai dikaji. Mayoritas klasterisasi strategis dari ranah-ranah yang masuk ke dalam draft pembahasan regulasi cipta lapangan kerja tersebut saat ini sudah hampir 100 persen.

"Tinggal sekarang melakukan finalisasi daripada legal drafting, atau sering kita bahas sebagai harmonisasi pasal-pasal krusial dan juga melakukan sinkronisasi serta perumusan," ujar Airlangga beberapa waktu silam.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pemerintah Bantah Hapus Amdal di RUU Cipta Kerja

Pemerintah Serahkan Draft RUU Omnibus Law
Ketua DPR Puan Maharani bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (ketiga kanan) jelang penyerahan draft RUU Omnibus Law di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020). Pemerintah mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memastikan tidak ada aturan dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang menghapuskan aturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Amdal tetap berlaku bagi perusahaan yang dibangun memiliki risiko tinggi.

"Amdal tetap ada untuk kegiatan beresiko tinggi," kata Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi dalam Webinar bertema Menimbang Urgensi Omnibus Law Cipta Kerja di Tengah Pandemi, Jakarta, pada Kamis 24 September 2020.

 

Pada bagian tata ruang telah disepakati akan diintegrasikan secara nasional baik di darat maupun laut. Percepatan penetapan RDTR menjadi acuan perizinan dalam berusaha atau kesesuaian tata ruang.

"Dalam menentukan lokasi tata ruangnya masih belum mencukupi dan dengan RUU ini akan dipercepat dalam bentuk digital," kata dia.

Sehingga akan memudahkan perusahaan menentukan jenis kegiatan usaha. Elen menegaskan dalam hal ini pihaknya sama sekali tidak meninggalkan Amdal namun tetap mempertahankan esensinya.

"Kita tidak meninggalkan Amdal tapi kita tetap mempertahankan esensinya," kata dia.

Sementara itu, dalam persetujuan bangunan gedung dan sertifikasi laik fungsi (SLF) diterapkan standar bangunan gedung dan SLF. Persetujuan bangunan dengan menggunakan sertifikat dan memasukkan standar bangunannya dalam pemberian persetujuan.

Elen mengatakan substansi dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja terkait persetujuan lingkungan telah disepakati. Dalam hal ini pengintegrasian perizinan lingkungan ke dalam perizinan berusaha. Sehingga perizinan berusaha di masa mendatang ditentukan oleh basis resikonya, bukan berbasis izin,

"Perizinan ini berbasis risiko bukan lagi berbasis izin," kata Elen.

Perizinan berusaha didasarkan atas risiko rendah, menengah dan tinggi. Bagi kegiatan risiko rendah cukup dengan pendaftaran jenis usaha. Kegiatan usaha risiko menengah harus dengan pemenuhan standar dan risiko tinggi menggunakan izin.

Pengajuan izin bagi kegiatan usaha rendah seperti sektor UMK, UMKM atau Koperasi hanya cukup pada pendaftaran jenis usaha. Bahkan bagi pelaku UMKM pemerintah nantinya akan memberikan bantuan kemitraan dengan perusahaan besar.

"Kita siapkan UMK-M dan koperasi dengan memberikan kemudahan dalam bentuk dukungan dan kemitraan dengan badan usaha besar," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya