Misi Pengusaha Dukung Pemerintah Tekan Konsumsi Rokok pada Anak

Gabungan Perusahaan Rokok menyatakan dukungannya terhadap Pemerintah dalam menekan prevalensi merokok anak.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2020, 20:24 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 20:24 WIB
Pegawai Pabrik Rokok
Pegawai Pabrik Rokok

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (GAPERO), Sulami Bahar menyatakan dukungannya terhadap Pemerintah dalam menekan prevalensi merokok anak.

Meski demikian, menurut Sulami faktor dominan penyebab rokok usia dini dikarenakan ada anggota keluarga yang juga merokok, pendidikan, lingkungan sosial, teman sekolah dan kondisi psikologis, dll.

“Tentunya kami sendiri dari industri rokok tidak menghendaki adanya kenaikan prevalensi merokok anak karena kita sudah mengikuti peraturan pemerintah,” kata Sulami dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).

Diungkapkan Sulami bahwa harga rokok mahal tidak menjamin penurunan prevalensi anak merokok. Satu bukti penelitian, 43 persen jika harga rokok naik, akan memilih beralih ke produk lain.

Sedangkan sebanyak 57 persen tidak beralih produk rokok, sehingga harga yang berubah tidak berpengaruh terhadap perubahan konsumsi rokok usia dini.

Sulami berharap, pemerintah dapat fokus dalam mengoptimalisasi kebijakan yang sudah ada. Di antaranya seperti program pendidikan wajib belajar, pengadaan program sosialisasi di sekolah, maupun kegiatan di tingkat desa bagi orang tua tentang pengaruh merokok di usia dini, penegasan aturan tentang pemasaran terbatas, pengoptimalan berbagai program peningkatan taraf hidup masyarakat, dan program pemberian susu dan makanan bergizi secara gratis bagi balita Indonesia melalui Posyandu.

Upaya edukasi dan sosialisasi ini merupakan tanggung jawab berbagai pihak dari mulai pemerintah, pihak swasta, dan orang tua. Yang diperlukan adalah kerjasama semua pihak untuk implementasi secara giat. Regulasi PP 109/2012 sudah sangat komprehensif dan tidak perlu diubah.

“Industri rokok keberadaannya sudah sangat tertekan dari kenaikan cukai dan terlebih kondisi perekonomian sedang sulit karena pandemi Covid-19. Jangan sampai pemerintah mengkambinghitamkan industri rokok karena hal ini, industri rokok adalah salah satu sektor padat karya yang menghindari rasionalisasi buruh rokok dan memberikan kontribusi yang nyata tapi tidak diberikan proteksi yang baik oleh pemerintah,” tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Program Kemenkes

20160520- Kecelakaan Kerja di Pabrik Sampoerna Nihil Selama 20 Tahun-Surabaya-AFP Photo
Pekerja merapikan batangan rokok yang telah selesai dibuat di PT Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP)Tbk, Surabaya, Kamis (19/5). HMSP mendapat rekor MURI dengan kecelakaan kerja nihil selama 20 tahun (1996-2006). (AFP Photo/Juni Kriswanto)

Di waktu yang berbeda, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi menjelaskan wacana untuk melakukan perluasan Pictorial Health Warning (PHW) yang terdapat dalam kemasan rokok, dari yang sebelumnya 40 persen menjadi 75-90 persen dengan harapan menurunkan angka prevalensi merokok anak.

“Pengawasan terhadap anak harus dilakukan agar mereka tidak tergiur dan mencoba. Keberadaan iklan rokok memberikan dampak kepada anak dan perokok pemula akan memanfaatkan kondisi ini,” kata Oscar.

Seperti diketahui, perluasan PWH merupakan salah satu poin yang didorong oleh Kementerian Kesehatan dalam merevisi PP 109 Tahun 2012.

Saat ini, PP 109 Tahun 2012 telah mengatur instrumen pengendalian rokok, di mana termasuk kebijakan pelarangan penjualan kepada anak di bawah 18 tahun dan wanita hamil, melakukan pembatasan iklan, promosi, dan ketentuan penggunaan peringatan bergambar di kemasan dan iklan rokok.

Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi perokok Indonesia saat ini berada di angka 33,8 persen di mana sebelumnya berada di angka 36,3 persen tahun 2013.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya