UU Cipta Kerja Bantu Pengembangan Industri Keuangan Syariah

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dinilai memiliki dampak positif pada industri keuangan syariah.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Okt 2020, 12:45 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2020, 17:45 WIB
FOTO: Diwarnai Aksi Walk Out, DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dinilai memiliki dampak positif pada industri keuangan syariah seperti perbankan syariah, industri keuangan syariah (non-bank) dan pasar modal syariah.

Salah satunya, UU Cipta Kerja akan mampu mengatasi persoalaan perizinan yang berbelit-belit. “Saat ini, ngurus CV saja harus ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ini ribet banget. Dalam UU Cipta Kerja ada penyederhanaan perizinan,” tutur Pengamat Ekonomi Syariah Faozan Amar dikutip Kamis (29/10/2020).

Kata Faozan, ada beberapa poin dalam UU Cipta Kerja yang memberikan peluang positif bagi pelaku usaha Industi Keuangan Syariah. Baik dalam sektor perbankan syariah, ataupun koperasi syariah. Faozan mencontohkan soal Perbankan Syariah yang diatur dalam pragraf 4 Pasal 79 UU Cipta Kerja.

“Peluang pertama, dalam butir 3 (Pasal 79) tetang permodalan. Dalam UU sebelumnya, aturan mengenai permodalan diatur sesuai dengan regulasi Bank Indonesia. Sedangkan dalam UU Cipta Kerja peraturan tersebut kini diatur oleh regulator penanaman modal. Ini adalah peluang bagus,” beber dia.

“Peluang kedua, terdapat dalam butir 1 tentang kepemilikan bank yang semula diatur mengenai ketentuan pelengkap (pairing). Namun, dalam UU Cipta Kerja pairing tersebut dihilangkan, dengan kata lain jadi lebih mudah,” sambung pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah ini.

Menurut Faozan, selain perbankan syariah, Omnibus Law ini juga beri manfaat bagi Koperasi dengan Prinsip Syariah. Koperasi dengan Prinsip Syariah sekarang dijamin oleh UU Cipta Kerja.

“Pendirian koperasi dengan Prinsip Syariah mudah dilakukan dengan adanya Pasal 86 UU Cipta Kerja, yang menambahkan Pasal 44A dalam UU Perkoperasian,” ungkapnya.

Aturan baru ini, menurut Faozan, adalah peluang bagus untuk mendirikan Koperasi dengan Prinsip Syariah demi penciptaan lapangan kerja, mengingat saat ini jumlah koperasi jenis ini baru ada 4.500-5.500 unit.

Faozan mengungkapkan, meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, namun pangsa pasar Industri Keuangan Syariah hanya 5,3 persen.

“Indonesia 5,3 persen, Malaysia sudah 23,8 persen, Arab Suadi 51,1 persen dan Uni Emirat Arab 19,6 persen. Ini menarik dikaji kenapa pangsa pasar Industri keuangan syariah di Indonesia masih kecil,” tutup dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

OJK Catat Aset Industri Keuangan Syariah Tumbuh 21,34 Persen per Agustus 2020

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan per Agustus 2020, aset industri keuangan syariah tumbuh sebesar 21,34 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Rinciannnya terdiri dari aset perbankan syariah mencapai Rp550,63 triliun, industri keuangan non-bank (IKNB) syariah mencapai Rp111,81 triliun juga pasar modal syariah mencapai Rp1.016,50 triliun.

Direktur Penelitian dan Pengembangan Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK, Deden Firman Hendarsyah mengatakan, capaian positif atas kinerja aset industri syariah tergolong memuaskan mengingat saat ini perekonomian nasional tengah dihadapkan pada kondisi sulit akibat pandemi Covid-19. Kendati dari sisi market share, industri keuangan syariah masih pada kisaran 9 persen.

"Memang di awal perkembangan perbankan syariah, pertumbuhannya bisa 30-40 persen, karena pada saat itu based asetnya masih kecil. Tetapi, meskipun pertumbuhannya 40 persen, dalam rupiah nominalnya tidak terlalu besar. Kalau sekarang aset kita telah mencapai Rp550 triliun, kita bisa bertumbuh sebesar 10 persen itu artinya pertumbuhannya sudah cukup besar atau kurang lebih Rp55 triliun per tahun," ujar Deden dalam webinar bertajuk "Potensi Ekonomi Syariah Pasca Pandemi", Selasa (27/10/2020).

Deden mengungkapkan, walaupun dari sisi angka pertumbuhan industri keuangan syariah dalam negeri terlihat menurun. Akan tetapi, jika dilihat dari segi nominal, industri keuangan syariah masih dinilai bertumbuh secara positif, khususnya di tengah pandemi Covid-19.

Sedangkan, sambung Deden, jika industri keuangan syariah bertumbuh terlalu cepat dengan aset yang juga besar justru akan mendapat persepsi yang kurang baik. Mengingat publik akan mempertanyakan terkait prudent atau tidaknya industri keuangan syariah.

"Sehingga mudah-mudahan pertumbuhan ini dapat kita jaga pada kisaran yang lebih tinggi dari pertumbuhan di bank konvensional," imbuhnya.

Adapun dari bulan Januari - Agustus 2020, aset industri keuangan syariah masih mencatatkan pertumbuhan positif sebanyak 2,29 persen. Demikian pula dengan dana yang diberikan maupun dana pihak ketiga masih berkisar di level 3 persen atau hampir 4 persen dari pembiayaan yang diberikan.

"Tentunya kita sadari bersama kondisi ini tidak lepas dari pandemi covid-19 yang kita alami. Di mana sektor riil sedang terus berusaha untuk bisa survive dan bertumbuh lagi di masa yang akan datang," paparnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya