Fakta-Fakta UU Cipta Kerja usai Disahkan Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah resmi menandatangani Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Senin (2/11/2020)

oleh Tira Santia diperbarui 04 Nov 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2020, 10:00 WIB
FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah resmi menandatangani Undang-Undang / UU Cipta Kerja, Senin (2/11/2020). Naskah UU tersebut terdiri dari 1.187 halaman, demikian seluruh ketentuan dalam UU Cipta Kerja mulai berlaku terhitung sejak 2 November 2020.

Sebelum resmi menjadi UU, seperti diketahui gelombang protes dari masyarakat masih terus terjadi. Ribuan buruh yang tergabung dari 32 organisasi turun ke jalan menyuarakan aspirasi menolak disahkannya RUU Cipta Kerja.

Kini UU yang telah menuai gelombang protes tersebut dapat diakses oleh masyarakat melalui situs Kementerian Sekretariat Negara. Bahkan dapat diunduh melalui laman jdih.setneg.go.id, pada bagian produk hukum terbaru.

Meskipun telah diresmikan oleh presiden, kalangan masyarakat yang pro dan kontra masih saling bersinggungan.

Berikut fakta-fakta terkait respon kalangan masyarakat terkait UU Cipta Kerja yang dirangkum oleh Liputan6.com, Rabu (4/11/2020).

1. UU Cipta Kerja Sah, diapresiasi Asosiasi Ojol

Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, mengapresiasi penandatanganan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Selamat atas telah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja/Omnibus Law yang telah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020," ungkap Ketua Presidium Garda Indonesia Igun Wicaksono dalam pesan tertulis kepada Liputan6.com, Selasa (3/11/2020).

Igun berharap, pengesahan UU Cipta Kerja ini dapat memberikan manfaat baik kepada seluruh kalangan. Khususnya kelompok pengemudi ojol yang pendapatannya naik-turun selama masa pandemi Covid-19 saat ini.

2. Disambut Baik oleh DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza menyambut baik ditekennya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Senin (2/11) lalu.

Menurutnya, UU Cipta Kerja menjadi peluang bagi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk meningkatkan kinerja seluruh sektor perusahaan milik negara. Sehingga BUMN dapat menjadi lokomotif dan penggerak akselerasi pemulihan ekonomi nasional.

"Peluang yang muncul dalam UU Cipta Kerja justru harus dimanfaatkan oleh BUMN sebagai investor dalam negeri, lokomotif dan penggerak perekonomian dan pemulihan ekonomi nasional. Karena yang bisa bekerja dengan cepat tanpa terlalu banyak hambatan di saat sulit adalah BUMN," kata dia dalam seminar bertema "Masa Depan Agen Pembangunan Pasca UU Cipta Kerja", Selasa (03/11).

Terlebih, ujar Riza, di tengah krisis akibat pandemi ini BUMN mampu berperan baik untuk menjaga kegiatan ekonomi dalam negeri tetap berlangsung. Salah satunya dengan meningkatkan anggaran belanja BUMN.

3. Buruh Resmi Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Sejumlah elemen buruh resmi mendaftarkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Gugatan ini diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) versi Andi Gani Nena (AGN).

"Pendaftaran gugatan JR (judicial review) UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 sudah resmi tadi pagi didaftarkan ke MK di bagian penerimaan berkas perkara oleh KSPI dan KSPSI AGN," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada Liputan6.com, Selasa (3/11/2020).

Said menyatakan, KSPI bersama buruh Indonesia secara tegas menolak dan meminta agar UU Cipta Kerja dibatalkan atau dicabut.

Menurut dia, isi UU Cipta Kerja merugikan para buruh. "Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Selanjutnya

KSPSI dan KSPI melakukan mediasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai gugatan UU Cipta Kerja
KSPSI dan KSPI melakukan mediasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai gugatan UU Cipta Kerja (dok: KSPSI)

4. Pengusaha Tak Bayar Pesangon Kena Denda

Pada pasal 156, pengusaha diwajibkan membayar pesangon bagi karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima," demikian bunyi pasal 156 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2020, dikutip Liputan6.com, Selasa (3/11/2020).

Beleid UU Cipta Kerja tersebut juga menjelaskan mengenai besaran pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang harus diberikan pengusaha kepada karyawannya, secara rinci pada pasal 2 dan 3. Demikian pula dengan uang penggantian hak seperti cuti, ongkos pulang dan biaya lainnya yang diatur pada pasal 4.

Pengusaha harus memenuhi kewajiban membayar pesangon yang tercantum pada pasal 156 ayat 1 tersebut.

Jika tidak, maka pihaknya terancam denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta, dengan sanksi penjara paling sedikit 1 tahun dan paling banyak 4 tahun. Hal tersebut diatur dalam pasal 185 ayat 1 UU Cipta Kerja.

5. Pesangon Buruh Jadi Murah

Berdasarkan hasil kajian dan analisa yang dilakukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), UU Cipta Kerja ternyata mengurangi nilai pesangon buruh dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan upah.

“UU No 11 tahun 2020 nilai pesangon buruh, yang tadinya dibayar 32 kali upah menjadi 25 kali upah  dengan rincian 19 kali dibayar pengusaha dan 6 kali melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, di Jakarta, Selasa (3/11/2020).

Menurut Said, hal tersebut jelas merugikan buruh Indonesia, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN.

“Oleh karena itu, KSPI meminta nilai pesangon dikembalikan sesuai isi UU 13 tahun 2003,” tegasnya.

6. Karyawan Kontrak Seumur Hidup

Menurut KSPI, PKWT atau Karyawan Kontrak Seumur Hidup didalam UU No 11 Tahun 2020 menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No 13 Tahun 2003.

“Akibatnya, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas periode menggunakan PKWT atau karyawan,”ujar Said.

Dengan demikian, PKWT (karyawan kontrak) bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah diangkat menjadi PKWTT (karyawan tetap). Hal ini berarti, tidak ada job security atau kepastian bekerja.

Padahal dalam UU No 13 Tahun 2003, PKWT atau karyawan kontrak batas waktu kontraknya dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak.

Setelah menjalani kontrak maksimal 5 tahun, maka karyawan kontrak mempunyai harapan diangkat menjadi karyawan tetap atau permanen apabila mempunyai kinerja yang baik dan perusahaan tetap berjalan.

“Tetapi UU 11 Tahun 2020 menghilangkan kesempatan dan harapan tersebut,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya