Liputan6.com, Jakarta - Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2020 akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis, 5 November 2020 pukul 11.00 WIB. Sejumlah pihak memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali terkontraksi imbas dari pandemi Covid-19 berkepanjangan.
Termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan negatif hingga 3 persen. Artinya, Indonesia resmi masuk jurang resesi setelah laju ekonomi minus selama dua kuartal beruntun.
"Pada kuartal ketiga ini, kita juga mungkin masih berada di angka minus. Perkiraan kami -3 persen," kata Jokowi beberapa waktu lalu, seperti dikutip Kamis (5/11/2020).
Advertisement
Meski negatif, Jokowi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III tersebut tetap lebih baik dari realisasi di kuartal II 2020 yang minus 5,32 persen. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa situasi ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
"Ini kalau dibandingkan dengan negara lain masih jauh lebih baik. Tapi ini patut kita beri tekanan untuk kuartal keempat (2020)," imbuh Jokowi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun tak memungkiri jika Indonesia bakal jatuh ke lubang resesi di triwulan ketiga tahun ini. Menurut proyeksinya, pertumbuhan ekonomi di kuartal III terkontraksi minus 1 persen hingga minus 2,9 persen.
Kendati demikian, Sri Mulyani menyampaikan, realisasi belanja pemerintah hingga akhir September berhasil naik signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya. Dia menjelaskan, total kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 18 persen.
"Belanja pemerintah naik tajam dari kuartal II 2020, yang waktu itu terkontraksi karena ada perubahan yang tiba-tiba work from home (WFH)," tutur dia.
Konsumsi rumah tangga juga diperkirakan membaik jadi minus 1,5 persen hingga minus 3 persen di kuartal ketiga. Sebelumnya, tingkat konsumsi rumah tangga anjlok hingga kisaran -5,5 persen pada kuartal II 2020.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan negatif di sepanjang 2020 ini. Tepatnya di kisaran minus 0,6 persen sampai 1,72 persen.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Prediksi Ekonom
Beberapa ekonom juga menuturkan hal serupa. Namun, para ekonom ini menilai status resesi ini tak akan banyak membawa pengaruh kepada Indonesia. Pasalnya, krisis sudah dirasakan selama sekitar 8 bulan pandemi covid-19 berlangsung.
“Menurut saya, resesi tidak berdampak ke depan. Karena kejadian ya sudah berlalu. Perekonomian kita kedepan lebih dipengaruhi oleh kondisi kita di waktu yang akan datang, khususnya terkait pandemi,” kata Ekonom Senior PIter Abdullah.
“Pertumbuhan ekonomi kuartal III saya perkirakan kembali minus di kisaran 3 persen. Tetap minus, tetapi lebih baik dibandingkan kuartal II,” kata Piter.
Sementara, Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III- 2020 terkontraksi di kisaran -3,13 persen.
Josua merincikan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan terkontraksi ke kisaran -3,54 persen yoy dari kuartal sebelumnya -5,51 persen yoy.
“Meskipun konsumsi masih terkontraksi pada kuartal III-2020, namun tidak sedalam kontraksi pada kuartal II-2020. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan PSBB transisi di berbagai daerah di Indonesia yang mendorong peningkatan pada pergerakan masyarakat, meskipun situasinya belum kembali ke level normal,” kata dia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 di angka -1,5 hingga -3 persen. Angka ini terbilang lebih kecil dibandingkan kuartal II.
Pertumbuhan ekonomi minus kembali, lantaran kelas menengah dan atas masih melanjutkan untuk menahan belanja dan mengalihkan uang ke simpanan di perbankan. Situasi ini terjadi karena kasus harian covid masih berada diatas 3.000-4.000 kasus sepanjang kuartal III 2020.
“Rem darurat yang ditarik oleh Pemda DKI Jakarta dengan lakukan pengetatan PSBB menurunkan gairah belanja dari konsumen,” kata Bhima.
Advertisement
Berlanjut Hingga Kuartal IV
Lebih lanjut, Bhima memperkirakan kontraksi pertumbuhan ekonomi ini masih akan berlanjut hingga kuartal IV-2020. “Masih berisiko tumbuh negatif melihat mobilitas masyarakat masih belum kembali ke titik baseline sebelum pandemi,” kata Bhima.
Menurutnya, hal tersebut dipengaruhi oleh pengembangan vaksin Covid-19 dimana sejauh ini belum ada satupun yang lolos uji klinis akhir.
Peneliti Senior Universitas Padjadjaran (Unpad) Bayu Kharisma mengingatkan pentingnya antisipasi dampak resesi terhadap kelangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan bagi pekerja pabrik.
“Indonesia sekarang ini menuju ambang resesi, secara umum pasti yang akan terasa adalah daya beli masyarakat semakin terpukul. Selain itu, akan memberikan dampak negatif bagi UKM. Tahun 2021 saya rasa adalah cobaan berat kepada pelaku kelompok UKM dan pekerja pabrikan golongan 2 dan 3," kata dia.