Lebih Diminati Konsumen Dalam Negeri, Simak Kelebihan Kendaraan PHEV

Emisi kendaraan PHEV hampir sama seperti mobil listrik murni.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Nov 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2020, 17:00 WIB
Begini Cara Kerja Nissan Kicks e-Power (Arief A/Liputan6.com)
Begini Cara Kerja Nissan Kicks e-Power (Arief A/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sebelum memasuki era kendaraan listrik murni, konsumen di dalam negeri lebih berminat pada kendaraan plug-in hybrid electric vehicle atau PHEV.

Hal tersebut diungkapkan Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Riyanto, pada acara diskusi virtual Peluang dan Tantangan Mobil Listrik di Indonesia.

“Untuk produk hybrid maupun plug in hybrid insentifnya hanya pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Kalau dilihat, dari insentif PPnBM produk hybrid sebenarnya sudah sangat kompetitif dan kedepannya produk hybrid dan plug in hybrid pasti berkembang," kata dia dikutip Sabtu (28/11/2020).

Berdasarkan uji coba yang dilakukan peneliti di Universitas Indonesia di kawasan perkotaan, emisi kendaraan PHEV hampir sama seperti mobil listrik murni.

“Selama simulasi, BBM-nya terpakai kecil banget dan digerakkan oleh baterainya. Plug in hybrid ini mirip dengan full baterai karena kalau di dalam kota pembakarnya tidak berfungsi," papar Riyanto.

Lebih lanjut, besarnya minat masyarakat terhadap PHEV terlihat dari ludesnya penjualan Nissan Kicks e-Power dalam lima hari sejak diluncurkan pada September 2020.

"Kalau dalam waktu ini saya milih hybrid atau plug in hybrid. Tetapi dalam jangka panjang kalau ekosistemnya ada, kita bisa pindah langsung ke BEV (Baterai Electric Vehicle)," ujar Riyanto.

Sedangkan Kepala Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi (BT2MP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hari Setiapraja menilai, belum berkembangnya mobil listrik di Indonesia banyak dipengaruhi berbagai faktor mulai kecukupan pasokan listrik, pengolahan limbah baterai, hingga ketersediaan charge station.

"Suplai listrik sangat menentukan, karena kendaraan listrik akan bergantung pada daya listrik yang mudah diakses," tuturnya.

Hambatan lainnya adalah baterai dengan densitas power tinggi, fast charging dan tahan lama. Berikutnya adalah regulasi teknis dan keuangan untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik termasuk stimulus yang diberikan bagi produsen dan konsumen serta pengolahan limbah baterai dan sistem recycle.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Indonesia-Korea Selatan Teken Kerja Sama Baterai Mobil Listrik Pekan Ini

PHOTO: Dukung Program Pemerintah, Ini Mobil Listrik BMW Ramah Lingkungan
Sumber daya pengisian ulang baterai mobil listrik BMW i8 dengan menggunakan BMW i Wallbox Plus di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (26/10). Peringati Hari Listrik Nasional ke-72, BMW perkenalkan mobil elektrik ramah lingkungan. (Liputan6.com/Pool/BMW)

Perusahaan asal Korea Selatan, LG Chem Ltd, akan menandatangani kerja sama dengan Indonesia dalam pengembangan baterai lithium untuk mobil listrik.

"Minggu ini kalau tidak ada perubahan LG Korea juga juga akan tanda tangan (kerja sama pengembangan baterai mobil listrik)," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan seperti melansir Antara, Selasa (17/11/2020).

Kerja sama tersebut menyusul kesepakatan dengan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) asal China yang juga telah menandatangani kerja sama dengan Inalum untuk pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik.

"Jadi, saya sampaikan, kemarin sudah ditandatangan CATL, minggu yang lalu antara CATL dengan Inalum untuk pembuatan lithium battery," katanya.

Luhut menambahkan, pemerintah juga terus melakukan pendekatan dengan banyak pihak, termasuk para pemain besar di bidang industri baterai kendaraan listrik untuk bisa berinvestasi di Indonesia.

"Sekarang kita sedang approach (mendekati) juga dengan yang lain, big player. Kita pengennya kemana saja kita berkawan, apakah dia China, apakah dia Amerika, atau mana," katanya.

Mantan Menko Polhukam itu menuturkan Indonesia ingin menjadi pemain kunci dalam industri baterai kendaraan listrik karena memiliki cadangan nikel terbanyak di dunia. Indonesia pun kini mulai melakukan hilirisasi nikel dan diharapkan produksi baterai kendaraan listrik sudah bisa dimulai pada akhir 2023 atau 2024.

Indonesia akan memproduksi baterai kendaraan listrik NMC 811 (lithium nickel manganese cobalt oxide) yang paling banyak menggunakan bahan baku bijih nikel.

Luhut menyebut dengan upaya tersebut diharapkan Indonesia bisa masuk rantai pasok global kendaraan listrik.

"Kita jangan hanya ekspor raw material sehingga kita hanya tergantung pada harga komoditi. Dengan kebijakan seperti ini kita tidak akan bergantung sama itu (harga komoditi)," katanya. 

Bahan Baku Melimpah, Indonesia Siap Produksi Massal Kendaraan Listrik

Konvoi Kendaraan Listrik Sambut Formula E 2020
Mobil BMW i8 Roadster, i8 Coupe dan BMW i3s mengawal konvoi mobil listrik jelang jadwal pelaksanaan balap mobil listrik atau Formula E 2020 di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Konvoi kendaraan listrik berlangsung dari GBK menuju Monas. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Indonesia dinilai telah siap menjadi produsen kendaraan listrik. Meskipun harus bekerjasama dengan negara lain yang sudah memiliki teknologi lebih maju.

Selain itu Indonesia juga memiliki cadangan bahan baku berupa nikel dan kobalt sangat besar untuk dikembangkan menjadi industri baterai lithium sebagai komponen utama kendaraan listrik.

"Kita tentunya tidak ingin menjadi importir kendaraan terus-menerus, tapi harus bisa memproduksi kendaraan listrik. Dari sisi teknologi sebenarnya Indonesia sudah bisa menguasai," kata Penasehat Khusus Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Satryo Soemantri Brodjonegoro di Jakarta, Senin (27/7/2020).

Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri.

Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik.

Menurut Satryo, untuk tahap pertama Indonesia akan mencoba mengembangkan dua hal. Pertama, mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan kedua mengembangkan baterai lithium sebagai komponen penggerak utama dari kendaraan listrik.

"Harus berjalan paralel. Pengembangan kendaraan dan baterai, jalan bersama," katanya.

Dijelaskannya, pengembangan industri baterai kendaraan listrik ini perlu segera diwujudkan, karena sesungguhnya Indonesia memiliki cadangan bahan baku nikel dan kobalt yang sangat besar, bahkan terbesar di dunia.

"Karena itu, kita tawarkan ke negara yang sudah lebih maju di bidang industri ini untuk bekerja sama. Pemerintah telah membentuk tim untuk menyiapkan pengembangan industri baterai lithium," katanya. 

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan
Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya