Hingga November 2020, Penerimaan Perpajakan Capai Rp 1.108 Triliun

Realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan November 2020 mencapai Rp1.108,8 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Des 2020, 15:56 WIB
Diterbitkan 21 Des 2020, 15:55 WIB
DJP Riau-Kepri Pidanakan 2 Pengemplang Pajak
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan November 2020 mencapai Rp1.108,8 triliun. Realisasi tersebut mengalami kontraksi sebesar 15,5 persen jika dibandingkan posisi peneriman pajak pada November 2019 sebesar Rp1.312,4 trliun.

"Kalau kita lihat penerimaan perpajakan kita breakdown secara mendalam maka terlihat bulan November terjadi sedikit perbaikan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam APBN Kita, di Jakarta, Senin (21/12).

Bendahara Negara itu mengatakan, realisasi penerimaan perpajakan itu terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp924,3 triliun dan kepabeanan cukai mencapai Rp183,5 triliun.

Pada penerimaan pajak, PPh migas mengalami kontraksi sangat mendalam. Tercatat selama November 2020 hanya mengumpulkan Rp29,2 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan November tahun lalu yang berhasil terkumpul Rp52,8 triliun. "Itu artinya terjadi penurunan hingga 4,8 persen," imbuh dia.

Sementara untuk pajak non migas masih relatif sesuai dengan keseluruhan perekonomian yakni berhasi terkumpul sebesar Rp896,2 triliun. Realisasi tersebut juga mengalami kontraksi 17,3 persen, namun lebih baik jika dibandingkan PPH Migas.

Adapun untuk PPH non migas terkumpul sebesar Rp492,6 triliun atau sekitar 77 persen dari Perpres 72/2020. Lalu untuk pajak pertambahan nilai tercatat sebesar Rp378,8 triliun, pajak bumi dan bangunan Rp19,1 triliun dan pajak lainnya mencapai Rp5,7 triliun

Semebtara penerimaan cukai pada November 2020 mencapai Rp151,1 triliun. Atau meningkat dari posisi tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp139,5 triliun.

Kemudian untuk pendapatan pajak perdagangan internasional pada Oktober 2020 mencapai Rp32,4 triliun. Jumlah itu terdiri dari bea masuk sebesar Rp29,1 triliun, dan bea keluar sebesar Rp3,3 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jurus Sri Mulyani Genjot Reformasi Perpajakan di Tengah Pandemi

Pajak
Ilustrasi Pajak Credit: pexels.com/Karolina

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, reformasi perpajakan menjadi hal yang sangat penting di tengah pandemi covid-19. Sebab, Indonesia harus segera memulihkan kembali defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) karena pemerintah menggunakan APBN untuk menstimulasi perekonomian selama pandemi.

Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pungutan negara hingga Oktober 2020 minus 18,8 persen atau sebesar Rp826,9 triliun. Padahal, pajak masih menjadi kontribusi paling besar dalam penerimaan negara.

"Reformasi perpajakan menjadi penting karena seluruh kebutuhan untuk membangun pondasi ekonomi Indonesia seharusnya berasal dari penerimaan negara sendiri, terutama dari pajak," ujar Sri Mulyani dalam acara Pandemi dan Keberlanjutan Reformasi Pajak, ditulis Rabu (9/12).

Dia menegaskan, pemulihan ekonomi akan berjalan dengan kembali mengumpulkan penerimaan negara yaitu melalui pajak. Berbagai langkah telah dilakukan mulai dari memberi pelayanan hingga menghindari terjadinya tax avoidance.

Selain fokus pada penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan komoditas alam lainnya, pemerintah kini tengah memperluas sektor-sektor yang sedang digandrungi oleh investor.

"Kini pemerintah juga bisa memungut pajak digital. Kami masih akan berikhtiar secara global, agar rezim perpajakan digital bisa disepakati tidak hanya di dalam forum G20, namun di dalam forum global," ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya