Jurus Sri Mulyani Genjot Reformasi Perpajakan di Tengah Pandemi

Reformasi perpajakan menjadi hal yang sangat penting di tengah pandemi covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Des 2020, 16:45 WIB
Diterbitkan 09 Des 2020, 16:45 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, reformasi perpajakan menjadi hal yang sangat penting di tengah pandemi covid-19. Sebab, Indonesia harus segera memulihkan kembali defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) karena pemerintah menggunakan APBN untuk menstimulasi perekonomian selama pandemi.

Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pungutan negara hingga Oktober 2020 minus 18,8 persen atau sebesar Rp826,9 triliun. Padahal, pajak masih menjadi kontribusi paling besar dalam penerimaan negara.

"Reformasi perpajakan menjadi penting karena seluruh kebutuhan untuk membangun pondasi ekonomi Indonesia seharusnya berasal dari penerimaan negara sendiri, terutama dari pajak," ujar Sri Mulyani dalam acara Pandemi dan Keberlanjutan Reformasi Pajak, ditulis Rabu (9/12).

Dia menegaskan, pemulihan ekonomi akan berjalan dengan kembali mengumpulkan penerimaan negara yaitu melalui pajak. Berbagai langkah telah dilakukan mulai dari memberi pelayanan hingga menghindari terjadinya tax avoidance.

Selain fokus pada penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan komoditas alam lainnya, pemerintah kini tengah memperluas sektor-sektor yang sedang digandrungi oleh investor.

"Kini pemerintah juga bisa memungut pajak digital. Kami masih akan berikhtiar secara global, agar rezim perpajakan digital bisa disepakati tidak hanya di dalam forum G20, namun di dalam forum global," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tingkatkan Rasio Pajak

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo mengungkapkan, peningkatan rasio pajak atau tax ratio melalui perluasan basis perpajakan sangat penting dalam mendukung reformasi perpajakan.

Untuk itu, pemerintah melakukan 2 upaya untuk mendukung reformasi pajak, yakni meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak yang tinggi, dan melakukan pengawasan hukum yang berlandaskan keadilan.

"Untuk peningkatan kepatuhan sukarela, kami lakukan aktivitas edukasi, kehumasa dan kemudahan pelayanan melalui banyak channel," kata Suryo.

Selain itu, pemerintah juga telah melakukan ekstensifikasi berbasis kewilayahan yang telah dilakukan sejak awal 2020 yang ditandai dengan kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ekstensifikasi kepada masyarakat yang belum terdaftar sebagai wajib pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakan. Hal ini dilakukan berbasis kewilayahan yang telah dilakukan sejak awal 2020.

"Pemerintah juga mengsinkronisasi beberapa aturan yang masih menimbulkan multi-interpretasi. Selain regulasi, di sisi administrasi perpajakan yang kami lakukan yaitu bagaimana kami betul-betul dapat menguasai wilayah untuk memperluas basis pemajakan kita," ujarnya.

Reporter: Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdeka.com

Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona

Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona
Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya