Liputan6.com, Jakarta Pengusaha hotel dan restoran meminta pemerintah tidak mewajibkan pelaku usaha industri hotel, restoran, dan pariwisata memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono, mengatakan seharusnya tidak semua wajib memiliki SLF untuk mendapatkan izin usaha.
Baca Juga
Itu karena bangunan usaha pariwisata banyak yang merupakan bangunan lama, atau sebelumnya merupakan bangunan rumah tinggal seperti pondok wisata, rumah wisata, villa, restoran, rumah makan, café dan jasa boga.
Advertisement
“Jadi kalau SLF menjadi persyaratan wajib akan mengakibatkan usaha yang ada berguguran,” kata Sutrisno dalam konferensi pers rekomendasi Rakerda 2021, Minggu (17/1/2021).
Apalagi SLF itu diperbaharui atau disertifikasi ulang maka akan semakin menyulitkan para pelaku usaha hotel, restoran, dan pariwisata. Oleh karena itu Sutrisno minta agar Pemerintah tidak melakukan sertifikasi ulang.
“Jika disertifikasi ulang, saya khawatir akan banyak sekali hotel-hotel yang telah lama menjadi berguguran, karena standar yang lebih rumit seperti sekarang ini,” ujarnya.
Lebih lanjut Sutrisno menyampaikan terkait dengan UU Cipta Kerja yang saat ini sedang dirumuskan Peraturan Pemerintah. Pihaknya mendukung agar UU Cipta Kerja ini bisa dilaksanakan.
“Karena kita memang memiliki problem angkatan kerja yang besar, kita setiap tahun melahirkan 3 juta tambahan angkatan kerja baru di Indonesia,” katanya.
Sehingga ini perlu penciptaan lapangan kerja, maka perlu UU Cipta Kerja ini mendorong kegiatan usaha, dan investasi sehingga bisa memberikan lapangan kerja baru.
Untuk itu di dalam penyusunan peraturan Pemerintah ini, pihaknya menginginkan perizinan itu jauh lebih dilonggarkan berdasarkan standar resiko yakni Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK).
“Kita mendukung perizinan berlaku selamanya sepanjang tidak ada perubahan yang mendasar. Dengan penyederhanaan ini kita harapkan usaha ini bisa lebih berkembang,” pungkasnya.
Pulihkan Ekonomi, Pengusaha Minta Pemerintah Kembali Gelar Rapat di Hotel dan Restoran
Pengusaha meyakini industri hotel dan restoran di Jakarta segera bangkit, asalkan pemerintah memberikan dukungan. Seperti kembali menggelar pertemuan atau rapat di hotel dan restoran di Jakarta.
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono, mengatakan hotel dan restoran merupakan sub-sektor yang paling terpuruk akibat pandemi dan diprediksi recovery paling belakang dibanding sektor lain.
“Memperbaiki permintaan atas usaha kita yang saat ini sudah sangat-sangat jauh dari keadaan standar. Kami meminta kepada Pemerintah baik pusat maupun daerah kalau melakukan kegiatan rapat-rapat pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara sebaiknya jangan ditempat-tempat lain,” kata Sutrisno, Minggu (17/1/2021).
Saat ini di Jakarta ini ada 991 hotel terdiri dari 397 hotel berbintang, 594 hotel non bintang, dan belasan bahkan puluhan ribu restoran yang terpuruk akibat pandemi covid-19.
Di mana tingkat okupansi rate terus menurun. Selama 5 tahun terakhir ini, dari sekitar 70 persen menjadi sekitar 56 persen. Namun sekarang okupansi rate hotel dan restoran banyak yang di bawah 20 persen.
Selain meminta Pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan pertemuan di hotel dan restoran di Jakarta.
BPD PHRI DKI Jakarta juga mengusulkan agar pemerintah membuat program khusus agar turis baik asing maupun domestik bertahan beberapa hari di Jakarta.
“Sehingga mereka menginap di hotel kita, makan di restoran kita dan mengunjungi berbagai objek wisata,” ujarnya.
Tidak hanya itu, pihaknya sepakat membangun Gerakan Kebangkitan agar pelaku usaha hotel dan restoran tidak semakin terpuruk dan bisa bangkit pada 2021, agar tidak menimbulkan kerugian yang parah bagi para pemilik.
Serta tidak mengakibatkan penderitaan berkepanjangan bagi karyawan, manajemen, termasuk sektor terkait seperti para supplier, dan lain-lain. Karena itu Sutrisno minta agar Pemerintah membantu meringankan beban-beban ekonomi dan beban biaya yang dapat menyebabkan industri collapse.
Seperti Pajak-pajak PB1, pajak korporasi, PBB, pajak reklame, pajak air tanah, biaya listrik, pungutan tenaga kerja, dan pungutan-pungutan perpajakan untuk hotel dan restoran/warung kecil mesti dilonggarkan
Advertisement