Liputan6.com, Jakarta Utang pemerintah tercatat mencapai Rp 6.527,29 triliun per April 2021. Posisi utang ini setara dengan 41,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Ekonom sekaligus Direktur Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus mewaspadai overhang utang dimana laju penambahan utang tidak sejalan dengan pemulihan ekonomi.
Baca Juga
Beban bunga utang yang terlalu berat bisa menggerus belanja yang esensial seperti belanja modal dan belanja perlindungan sosial. Misalnya beban pembayaran bunga utang sudah menyita 20 persen dari total belanja pemerintah.
Advertisement
"Akibatnya utang naik, tapi efektivitas dari utang jadi mubazir karena setiap pemerintah menarik utang untuk membayar kewajiban utang yang lama. Gali lubang tutup lubang semakin dalam," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Selasa (1/6/2021).
Menurut Bhima, dari sisi belanja, pemerintah harus memangkas belanja yang sifatnya pemborosan, seperti pembangunan ibu kota baru, proyek infrastruktur yang tidak menyelesaikan masalah biaya logistik, sampai belanja pegawai dan belanja barang yang gemuk.
"Setiap peluang pemborosan harus dicegah karena berimplikasi pada kebutuhan pembiayaan utang yang meningkat," lanjutnya.
Bhima juga mewanti-wanti tantangan ke depan yang harus diantisipasi, yakni taper tantrum, dimana normalisasi kebijakan bank sentral di negara maju akibatkan bunga utang pemerintah naik untuk cegah keluarnya dana asing.
"Setiap ada gejolak perubahan kebijakan moneter, dana asing keluar dari pasar keuangan. Jika kondisi tahun 2013 berulang, bunga utang akan naik lebih tinggi, beban makin berat," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kurangi Bunga
Untuk mengurangi beban bunga, pemerintah disarankan juga untuk lakukan langkah strategis. Misalnya, dengan debt swap menukar pokok dan bunga utang dengan program vaksinasi.
Menurutnya, banyak negara yang meminta keringanan utang dari kreditur dalam rangka penanganan Covid-19. Apalagi, Indonesia turun kelas menjadi negara lower middle income countries, setelah di 2020 lalu jadi upper middle income countries, yang artinya Indonesia adalah negara yang perlu dibantu.
"Ini momentumnya jangan sampai hilang begitu saja. Kan bisa bicara dengan ADB, World Bank maupun kreditur lain untuk skema pengurangan beban utang," ujar Bhima.
Advertisement