Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pihaknya akan mulai memetakan pembahasan mengenai penerapan mata uang digital (digital currency) atau yang juga dikenal dengan aset kripto.
Menurutnya, ke depan mata uang digital akan menjadi pemain penting seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia ke depan. Hingga 2030, ekonomi digital Indonesia diproyeksi berkontribusi sebesar 18 persen dari PDB atau meningkat 8 kali lipat.
Baca Juga
"Saya barusan meeting dengan Telkom, Peruri, bicara mengenai digital currency, karena hari ini jadi hot issue, yang belum ada regulasinya," ujar Erick secara virtual, Rabu (30/6/2021).
Advertisement
Erick bilang, mata uang digital ini sebenarnya sudah dibahas oleh Bank Indonesia dan Kementerian Perdagangan. Oleh karenanya, pihaknya juga akan bersiap membahas mata uang digital serta memetakan peran BUMN dalam menyokong rencana tersebut.
Menurutnya, mata uang digital akan menjadi keniscayaan dengan hadirnya teknologi yang semakin spesifik seperti 5G, blockchain, IoT, AI dan cloud computing.
"Yang namanya digital currency ini akan jadi kunci yang tidak kalah pentingnya, apalagi platform agri-tech, edu-tech, health-tech ini akan jadi second wave, ini harus diantisipasi," jelas Erick.
Di tengah pandemi, pemerintah berupaya memaksimalkan sektor pangan dengan membuka program perikanan dan kelautan hingga food estate.
Erick bilang, sektor pangan menjadi sektor potensial yang bakal berkembang dengan teknologi karena menunjukkan kinerja yang baik di tengah pandemi.
"Saya rasa ini akan jadi tren berikutnya karena ini cukup berkembang dan sustain. Dan kita dikasih Allah alam yang luar biasa, tanahnya luas dan subur. Tinggal kita bagaimana fokusnya," tandas Erick.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Uang Kripto Halal atau Haram? Ini Kata Yenny Wahid
Pro dan kontra halal atau haram uang kripto (cryptocurrency) masih menjadi perdebatan di kalangan umat muslim Indonesia. Sebagian menganggap aset kripto halal, sebagian lainnya menganggap uang kripto haram untuk bertransaksi.
"Ada pihak yang menganggap aset kripto haram karena mengandung gharar atau ketidakpastian dalam transaksi. Kemudian, uang digital ini juga memiliki volatilitas tinggi karena harganya bisa naik dan turun secara drastis," ungkap Founder Islamic Law Firm (ILF) Yenny Wahid di Jakarta, Sabtu (19/6/2021).
Sebaliknya pihak yang lain, menganggap gharar akan hilang karena transaksi uang kripto tidak mengenal biaya pemotongan. "Transaksi di bank saja dipotong. Tapi kalau cryptocurrency malah tidak dipotong. Jadi menurut sebagian alim ulama ini malah membuat ghararnya hilang," papar Yenny.
Dibandingkan dengan uang fiat (uang kertas) yang banyak digunakan dalam transaksi bank konvensional, lanjut Yenny uang kripto justru terbebas dari riba. Karena, uang kripto dasarnya adalah blockchain yang penyebarannya melalui jaringan peer-to-peer.
"Yang pasti transaksi uang kripto tanpa perantara," tegasnya.
Advertisement
Rawan Penyalahgunaan
Pihak yang menganggap uang kripto haram memiliki argumen, bahwa koin digital tersebut tidak ada underlying asset atau aset keuangan yang menjadi dasar pembentuk harga.
"Karena sifatnya yang tidak bisa diketahui siapa penggunanya, maka sering disalahgunakan untuk transaksi ilegal seperti beli senjata atau narkoba atau sering disebut dark internet," ujar putri Presiden RI ke-4 ini.
Untuk mendapat kejelasan status halal-haram itulah, Islamic law firm (ILF) yang dikomandani Yenny Wahid membuat bahtsul masail uang kripto.
Melalui bahtsul masail atau diskusi mengenai permasalahan terkini yang dihadapi umat Islam, diharapkan menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi untuk para pembuat kebijakan.