Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi melarang ekspor benih bening lobster (BBL). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Permen ini merupakan salah satu wujud dari janji Sakti Wahyu Trenggono usai dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Desember 2020 lalu. Menurutnya, benih bening lobster sebagai salah satu kekayaan laut Indonesia harus untuk pembudidayaan di wilayah NKRI.
Kebijakan ini memang selaras dengan apa yang sudah dilakukan di era Susi Pudjiastuti. Di masa kepemimpinannya, selama menjadi anak buah Presiden Joko Widodo, Susi memang melarang tegas ekspor benur lobster.
Advertisement
Kebijakan tersebut tertuang lewat Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster, yang melarang perdagangan benih lobster dan lobster berukuran kurang dari 200 gram ke luar negeri.
Namun, di era kepemimpinan Edhy Prabowo KKP mencabut aturan larangan ekspor benur. Hal ini tercantum melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Dalam Pasal 5 Ayat 1 disebutkan bahwa pengeluaran benih-benih lobster (puerulus) dengan harmonized system code 0306.31.10 dari wilayah Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa ketentuan.
Antara lain, kuota dan lokasi penangkapan benih-benih lobster harus sesuai dengan hasil kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN) dan eksportir harus melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat.
Selain itu, ekspor benih lobster harus dilakukan melalui bandara yang telah ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang karantina ikan.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berujung Juruji Besi
Keputusan Edhy Prabowo membuka keran ekspor pun berbuntut pada jeruji besi. Niat Edhy untuk membuka larangan ekspor nyatanya punya maksud lain.
Hal ini terungkap ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo pada Rabu, (25/11/2020) dini hari. Penangkapan Edhy sendiri, diduga berkaitan dengan korupsi ekspor benih lobster atau benur.
Usai ditetapkan tersangka, Kepala Negara langsung bertindak menyiapkan pengganti Edhy Prabowo. Presiden Jokowi kemudian menunjuk Sakti Wahyu Trenggono. Ada pesan khusus diberikan kepada Sakti. Salah satunya yakni membenahi kebijakan benur lobster.
"Jadi lobster ini adalah yang menarik. Kenapa karena ini menjadi perhatian publik karena ada beberapa hal yang kemarin sempat terjadi yang pertama adalah dari zaman Bu Susi. Lobster ini dilarang untuk ditangkap untuk apapun pokoknya tidak boleh ditangkap sama sekali," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini, dalam Webinar Jalan yang Benar untuk Benur, Selasa (13/7).
"Kemudian zaman Pak Edhy Prabowo semuanya di perbaiki Permen 12, di mana benih benih lobster ini bisa ditangkap dan kemudian bisa diekspor. Kemudian di Permen 12 ini diperbaiki lagi dengan Permen 17 terus diganti dengan permen 17 ada perubahan yang signifikan dari Permen 12 ke-17," lanjutnya.
Â
Â
Advertisement
Aturan Lengkap Permen 17 Tahun 2021
Muhammad Zaini menjelaskan, dalam Permen 17 tersebut, benur lobster tidak boleh diperdagankan untuk diekspor. Benur lobster hanya boleh ditangkap untuk kepentingan riset dan budidaya, dan ini yang paling sesuai dengan prinsip di dalam Permen 17/2021.
"Ada beberapa hal yang diatur di sana tentu karena ini menyangkut larangan ekspor maka ada beberapa yang juga terkait dengan pelarangan terhadap benih-benih lobster ini," kata dia.
Dalam permen tersebut disebutkan, dari segi ukuran lobster yag boleh ditangkap itu adalah untuk kepentingan budidaya lobster yang ada di wilayah dalam negeri. Sehingga tidak boleh untuk ekspor. Adapun jenis lobster yang boleh ditangkap adalah jenis lobster pasir berukuran 6 cm atau beratnya identik di atas150 gram. Dan jenis lainnya di atas 200 gram.
"Ini yang sudah dianggap lobster dewasa dan ini sangat bagus sekali untuk menumbuhkan budidaya.Karena jika lobster muda ini bisa ditangkap maka akan mengurangi gairah untuk memperlakukan budidaya. Karena cenderung nanti akan terjadi eksploitasi terhadap benih lobster muda ini. Di mana lobster muda ini sebetulnya sudah bagus untuk berkembang di alam," jelasnya.
Selain itu, Permen 17/2021 juga mengatur berkaitan dengan kouta, yakni berapa banyak jumlahnya dan di mana yang bisa ditangkap. Kouta ini nantinya dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP. Namun KKP tidak serta merta mengeluarkan kouta sendiri, tetapi ditetapkan juga oleh Komnas Kajiskan.
Kemudian mengenai alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan dan diatur di dalam permen baru ini adalah harus bersifat pasif. Artinya dia tidak boleh aktif atau bergerak. Contohnya seperti alat meneyerupai pocong yang dikasih lampu. Menurtnya itu termasuk ramah lingkungan. "Karena dia tidak bergerak termasuk alat tangkap pasif," ujarnya.
Selanjutnya yang boleh menangkap lobster-lobster ini adalah para nelayan kecil. Artinya tidak boleh menangkap benih lobster ini dengan menggunakan ukuran kapal di atas 5 GT. "Ini adalah definisi yang ada di undang-undang. Jadi harus menggunakan kapal kecil dan oleh nelayan-nelayan kecil.
Adapun persyaratan bagi para nelayan ini harus terdaftar dan memiliki izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Para nelayan ingin mendaftar dan mendapatkan izin cukup dengan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), kemudian setelah itu para nelayan juga harus patuh terhadap standar.
"Jadi dia mendeklarasikan diri bahwa dia akan menggunakan standar yang ditetapkan oleh pemerintah itu saja cukup untuk menangkap ini," tandasnya.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com