Liputan6.com, Jakarta Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap jadi sorotan.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto mengakui jika rancangan permen ESDM soal PLTS Atap baik untuk mendorong produksi listrik Energi Baru Terbarukan (EBT).
Baca Juga
Namun rencana pengembangan PLTS Atap dinilai harus memperhatikan beberapa hal agar tidak menimbulkan ketidakadilan dan merugikan negara.
Advertisement
Keempat hal dimaksud yakni PLTS atap tidak untuk wilayah yang surplus listrik. Kemudian PLTS atap ditujukan untuk masyarakat kelas bawah, diperuntukkan bagi fasilitas sosial dan ada pembatasan besaran kapasitas."Bukan dari rumah mewah di kota yang surplus listrik lagi,” ujar dia, dalam diskusi, Rabu (18/8/2021).
Menurut dia, patut diperhatikan apabila yang menikmati regulasi PLTS atap pelanggan di wilayah Jawa-Bali-Sumatera yang surplus listrik, atau bahkan terpasang pada perumahan mewah di kota besar akan memunculkan ketidakadilan.
Tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga PT PLN selaku BUMN yang selama ini bertanggung jawab memenuhi pasokan listrik.
“Surplus listrik makin bertambah, mesin argo TOP (take or pay) makin tinggi, plus PLN harus bayar tambahan selisih ekspor-impor listrik PLTS sebesar 35 persen tarif. Karena sekarang ini tarif ekspor-impor=1:0.65, sedangkan yang menikmati adalah rumah mewah orang kaya di kota,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini.
Aturan juga semisal diproduksi oleh lembaga sosial seperti pesantren, lembaga pendidikan, rumah sakit dan sejenisnya.
Dia bahkan mengaku khawatir jika aturan pengganti nanti jadi celah bagi pengusaha nakal untuk terjun ke sektor ketenagalistrikan melalui cara yang tidak tepat.
Pemerintah diminta melihat secara objektif kewajaran produksi listrik di setiap tempat. Besaran itu ditentukan oleh kewajaran kebutuhan dimana listrik itu diproduksi. Sebab besaran produksi listrik di perumahan berbeda dengan industri.
Hal ini, kata Mulyanto, perlu diatur agar tidak ada pengusaha yang membonceng Permen ini untuk kepentingan bisnisnya.
Insentif dan Regulasi Mendukung
Dia mengakui jika keberadaan revisi aturan PLTS Atap demi meningkatan kapasitas penggunaan PLTS Atap secara masif. Namun hal itu diminta tetap memperhatikan berbagai hal lain dengan seksama.
Di mana, jika pemerintah ingin mendorong energi baru dan terbarukan (EBT) dan menggerakkan minat masyarakat maka pemerintah harus memfasilitasi, seperti ada insentif atau regulasi yang mendukung.
"Kami (Komisi VII) akan tanyakan dalam Raker dengan Menteri ESDM. Dari semua pihak yang terkait dengan PLTS Atap, yang terkait PLN akan menjadi pihak yang akan dirugikan. Sudah utangnya banyak, mesti membeli lagi listrik dari PLTS Atap yang mayoritas punya orang-orang kaya di perkotaan. Padahal pasokan listrik di kota kan oversupply," ujar dia.
Anggota Komisi VI (BUMN) DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Haeron, mengatakan ke depan energi baru dan terbarukan (EBT) harus menjadi sumber energi bagi masyarakat.
Dia mengakui investasi di EBT mahal, “Karena itu, dalam mencapai target bauran energi, pemerintah ahrus ambil bagian apakah melalui APBN atau BUMN,” katanya.
Terkait draf revisi Permen ESDM soal PLTS Atap, Herman menilai, sepanjang belum ada UU-nya bisa menjadi aturan pelaksanaan penggunaan energi berbasis PLTS Atap. Jika regulasi itu berdampak negatif bagi BUMN, kembali lagi kepada pemerintah. “Jika ada penugasan yang berpotensi merugikan BUMN, harus disertai dengan adanya kompensasi,” ujarnya.
Advertisement