Electricity Connect 2024: Anak Muda Bicara Tantangan dan Harapan Kendaraan Listrik di Indonesia

Agenda yang diadakan pada 20-22 November 2024 akan mengajak generasi muda menjadi bagian penting dari diskusi mengenai transisi energi berkelanjutan

oleh Tim News diperbarui 06 Nov 2024, 08:32 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2024, 06:07 WIB
Electricity Connect 2024
Ketua Panitia Arsyadany G. Akmalaputri dalam acara Electricity Connect 2024 yang digelar pada 20-22 November 2024. (Ist).

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Panitia Electricity Connect 2024, Arsyadany G. Akmalaputri berharap Electricity CoArsya 2024 dapat menjadi katalis untuk mengajak lebih banyak anak muda dalam inovasi teknologi hijau, termasuk kendaraan listrik yang semakin menarik perhatian generasi ini.

“Melalui acara ini, kami ingin membuka ruang bagi generasi muda untuk turut mengembangkan solusi hijau, terutama terkait kendaraan listrik,” tutur Arsya dikutip Rabu (6/11/2024).

Melalui tema Go Beyond Power, Energizing the Future, Arsya ingin menciptakan platform untuk berbagi solusi terkait tantangan besar dalam transisi energi, terutama dengan pendekatan yang merangkul seluruh lapisan masyarakat, mulai dari akademisi, pelaku usaha, hingga mahasiswa.

Agenda yang diadakan pada 20-22 November 2024 akan mengajak generasi muda menjadi bagian penting dari diskusi mengenai transisi energi berkelanjutan, termasuk penggunaan kendaraan listrik sebagai solusi transportasi ramah lingkungan.

Sechan Naufaly, mahasiswa Universitas Indraprasta (UNINDRA) dan pengguna kendaraan listrik, menyampaikan perspektifnya mengenai kendaraan listrik di Indonesia.

“Saya setuju dengan adanya kendaraan listrik karena dapat mengurangi pemakaian bahan bakar fosil dan lebih ramah lingkungan. Namun, di negara berkembang seperti Indonesia, masih ada tantangan, terutama karena sumber listrik utama kita masih bergantung pada energi fosil.”

Sechan juga menekankan pentingnya infrastruktur pengisian daya yang merata di seluruh Indonesia agar transisi ke kendaraan listrik berjalan efektif. “Harus ada lebih banyak fasilitas pengisian daya yang tersebar luas untuk memudahkan pengguna.”

Sutomo, mahasiswa Universitas Terbuka, juga menyampaikan pandangannya terkait kendala yang dihadapi Indonesia dalam transisi ke kendaraan listrik.

"Setiap langkah menuju keberlanjutan pasti memiliki sisi negatifnya. Misalnya, dalam konteks kendaraan listrik, kita perlu menambang nikel untuk memproduksi baterainya, yang tentunya berdampak pada lingkungan. Meskipun kita memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau tenaga surya (PLTS), ketergantungan kita terhadap batu bara masih cukup tinggi,” ungkap Sutomo.

Masalah Pengelolaan Limbah Baterai

Ia juga menyoroti masalah pengelolaan limbah baterai. “Baterai kendaraan listrik perlu diganti setiap lima tahun. Meskipun ini terlihat mudah, kita harus mempertimbangkan di mana limbah baterai tersebut akan dibuang, karena saat ini pun pengelolaan limbah baterai yang ada belum sepenuhnya optimal.”

Saat ditanya apakah Indonesia sudah siap melakukan transisi penuh ke kendaraan listrik, Sutomo menilai kesiapan ini masih dalam tahap awal. “Sudah mulai, tapi belum sepenuhnya siap. SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) belum merata, bahkan di Jabodetabek, padahal kebanyakan pemilik kendaraan listrik berada di wilayah ini. Idealnya, SPKLU harus sebanyak pom bensin agar Indonesia benar-benar siap bertransisi ke EV,” jelasnya.

Arsya mengapresiasi pandangan kritis generasi muda seperti Sechan dan Sutomo, dan berharap Electricity Connect 2024 dapat menjadi ruang untuk diskusi dan kolaborasi lebih lanjut. “Kami ingin menginspirasi lebih banyak anak muda untuk terlibat dalam transformasi energi yang berkelanjutan. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan perubahan yang lebih positif bagi lingkungan,” tutup Arsya.

Infografis

Infografis Motor Listrik
Motor listrik lebih murah dalam perawatan, tapi tidak untuk baterai. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya