Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK).
Koordinator KNPK Mohammad Nur Azami mengatakan bahwa rencana kenaikan cukai tersebut tidak mempertimbangkan daya beli konsumen.
Baca Juga
Kenaikan cukai rokok yang eksesif, lanjut dia, tidak hanya menekan industri sebagai produsen, tetapi juga konsumen. Menurut Azami, pemerintah harus realistis untuk melihat kondisi masyarakat di lapangan.
Advertisement
Para pelaku UMKM, khususnya pedagang mikro, butuh pompa ekonomi di tengah daya beli masyarakat yang belum membaik.
Apalagi, lanjutnya, saat ini banyak pabrikan yang telah mengurangi tenaga kerjanya. “Di hilir, ada UMKM baik retail tradisional maupun modern yang sudah terpukul. Dengan situasi di mana daya beli konsumen menurun, siapa yang mau beli rokok? Kondisi ini juga harus diwaspadai karena akan menyuburkan rokok ilegal,” kata Azami.
Dia berharap konsumen tidak lagi dipersulit dengan wacana kenaikan cukai. “Tolonglah, kami jangan dibebani, pengeluaran sudah naik, tapi UMR tidak naik,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tertekan Pandemi Covid-19
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan sektor padat karya khususnya sigaret kretek tangan (SKT) harus diberikan perhatian khusus dalam menghadapi ancaman kenaikan cukai hasil tembakau.
“Bulan Oktober biasanya akan ada kenaikan cukai. Nah, kalau keadaannya saja lagi sulit begini, apakah perlu dinaikkan juga? Terlebih SKT, sektor padat karya yang pekerjaannya saja satuan hasil, harusnya tidak perlu dinaikkan,” ujarnya.
Sudarto mengatakan, saat ini kondisi ekonomi juga tengah tertekan pandemi COVID-19 serta pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
“Dalam hal pekerjaan ya, kan kita sama-sama tahu kalau mereka pekerja borongan, upahnya itu berdasarkan satuan hasil. Dengan peraturan PPKM, kaitannya dengan jarak segala macam, itu juga berpengaruh terhadap penghasilan mereka,” ujarnya.
Pihaknya sudah menyurati Presiden Joko Widodo dan kementerian lembaga terkait untuk melindungi para pekerja dan industri terutama SKT. Dengan kondisi IHT yang tengah terpuruk karena berbagai kendala akibat pandemi, Sudarto berharap pemerintah memberikan perhatian khusus pada para pekerjanya.
"Kami berharap pemerintah memahami, karena keadaannya benar-benar sulit. Dan mereka walaupun rakyat kecil, kan mereka ini masih bisa bekerja dan mendapatkan nafkah.” katanya.
Advertisement