Cerita Mantan Agen Real Estate Inggris Menangkan Tuntutan Soal Diskrimasi di Tempat Kerja

Berikut adalah cerita tentang mantan agen real estate di Inggris, yang memenangkan tuntutannya di pengadilan soal diskrimasi di tempat kerja.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Sep 2021, 17:01 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2021, 14:15 WIB
Hari Keadilan Sosial Dunia
Ilustrasi Hari Keadilan Sosial Dunia. (Liputan6/Pixabay)

Liputan6.com, London - Mantan agen real estate asal Inggris, Alice Thompson harus bekerja dengan jam kerja yang lebih pendek untuk menjemput putrinya yang masih bayi di tempat penitipan anak.

Dikutip dari BBC, Rabu (8/9/2021) Thompson menghabiskan puluhan ribu poundsterling untuk menuntut mantan rekan kerjanya karena perlakuan yang ia dapatkan selama bekerja bersama.

Setelah proses tuntutannya, Thompson mendapatkan uang sebesar 185.000 poundsterling dari pengadilan ketenagakerjaan. 

Kepada BBC, Thompson mengungkapkan bahwa tuntutan itu merupakan "perjalanan yang panjang dan melelahkan".

Pengadilan memutuskan Thompson menderita diskriminasi gender secara tidak langsung ketika perusahaan menolak untuk mempertimbangkan pengajuannya terkait jam kerja.

Diketahui bahwa Thompson, adalah seorang manajer penjualan properti yang sukses di sebuah agen real estate independen kecil di pusat kota London sebelum dia hamil pada tahun 2018.

"Saya telah mencurahkan hati dan jiwa saya ke dalam karir agen real estate selama lebih dari satu dekade," ungkap Thompson kepada BBC Radio 4's Woman's Hour.

"Itu bukan prestasi yang berarti, ini adalah lingkungan yang didominasi laki-laki untuk bekerja. Dan saya telah bekerja sangat keras untuk membangun hubungan dengan klien," ceritanya.

Ketika Thompson ingin kembali bekerja setelah cuti hamil, dia bertanya kepada atasannya apakah dia bisa bekerja dengan jam kerja yang lebih pendek, yaitu empat hari dalam seminggu, dan pulang pada jam 5 sore, daripada hari kerja pada biasanya yang berakhir pada jam 6 sore.

Perubahan jam kerja terebut ia ajukan agar bisa menjemput putrinya dari tempat penitipan anak.

 

 

Kesulitan Mendapat Jam Kerja yang Fleksibel

Sayangya, manajernya mengatakan mereka tidak bisa membayar Thompson, karena ajuan perubahan jam kerjanya yang dianggap paruh waktu.

"Saya mengajukan permintaan untuk kerja fleksibel yang tidak dipertimbangkan secara serius," kata Thompson.

"Saya mengusulkan apa yang baik untuk saya. Jika itu tidak diterima oleh perusahaan, saya akan sangat senang mendengar tawaran lainnya, apa yang memungkinkan bagi mereka," imbuhnya.

"Jika mereka membutuhkan saya bekerja selama berjam-jam, mungkin jam delapan sampai jam lima, yang diubah dari jam sembilan sampai jam enam, itu adalah sesuatu yang bisa saya lakukan," jelasnya.

"Tapi itu tidak direspons, setiap jalan, tidak didengarkan, tidak dipertimbangkan. Dan saya tidak punya pilihan lain selain mengundurkan diri," ungkap Thompson.

"Bagaimana ibu dimaksudkan untuk memiliki karier dan keluarga? Ini 2021 bukan 1971," ujarnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Motivasi Mendorong perubahan

Ilustrasi Pengadilan
Ilustrasi Pengadilan. (Freepik)

Thompson mengatakan dia termotivasi untuk memproses tuntutan terhadap kantornya untuk mendorong perubahan.

"Saya punya anak perempuan dan saya tidak ingin dia mengalami perlakuan yang sama dalam waktu 20, 30 tahun, ketika dia di tempat kerja," pungkas Thompson.

Thompson pun mengatakan usahanya tidak sia-sia untuk "membela apa yang benar".

Pengadilan menemukan bahwa kegagalan perusahaan untuk mempertimbangkan kerja yang lebih fleksibel menempatkan Thompson pada posisi yang kurang menguntungkan, dan menguatkan klaimnya.

Hakim memberi Thompson uang hampir sebesar 185.000 poundsterling untuk mengganti kehilangan pendapatan, kehilangan kontribusi pensiun, cedera pada perasaan dan bunga.

"Kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba selalu menjadi penyebab ketidakbahagiaan, syok, dan terkadang kemarahan, seperti yang ditunjukkan oleh cara banyak karyawan bereaksi terhadap pemecatan, bahkan ketika telah ada konsultasi yang tepat, dan bahkan ketika tidak pernah diberitahu kinerja mereka tidak cukup baik. ," demikian temuan pengadilan.

"Di sini penggugat mengeluhkan bahwa kerja fleksibel tampaknya tidak dipertimbangkan dengan benar - seperti dalam temuan kami - dan merasa bahwa ini adalah ketidakadilan karena gendernya, yang memang demikian," menurut pengadilan.

 

 

Klaim yang Ditolak

Namun beberapa klaim lain yang diberikan Thompson mengenai perlakuan lain terhadapnya, termasuk diskriminasi karena kehamilan dan persalinan, dan pelecehan, ditolak oleh pengadilan.

Pengadilan menemukan bahwa direktur agen real Manors, Paul Sellar, telah memindahkan perjalanan para staf ke New York yang direncanakan pada November dipindahkan ke bulan Agustus sehingga Thompson bisa terbang saat tengah hamil, dan ada pemeriksaan untuk melihat kapan terakhir dia bisa bepergian.

Ketika di New York, Thompson tidak bergabung dengan enam rekan kerja lainnya untuk boat trip.

"Dia memang pergi berbelanja dan kemudian kembali ke hotel. Dalam temuan kami, dia kesal karena yang lain bersenang-senang untuk minum dan terlambat kembali ke hotel. Dia mungkin merasa dikucilkan, tetapi itu bukan karena tindakan apa pun dari pihak tergugat," kata majelis hakim.

Dalam perjalanan pulang dari New York, Sellar berkomentar bahwa Thompson tampaknya tidak menikmati perjalanan, dan Thompson menjawab bahwa dia merasa terisolasi dan sedih.

Beberapa hari kemudian Sellar mengakui ia merasa bahwa Thompson seharusnya tidak bepergian ke New York, hal itu dikarenakan besarnya jumlah uang yang suah dikeluarkan oleh pihak kantor untuk biaya perjalanannya.

"Kami dapat memahami bahwa Tuan Sellar mungkin menganggap tanggapannya tidak dihargai ketika perjalanan para staf itu menelan biaya £25.000," kata para hakim.

Proses yang Tak Mudah

ICJR Ungkap Kejanggalan Vonis Korban Perkosaan Terkait Aborsi di Jambi
Ilustrasi vonis hakim, Foto: Istimewa

Thompson pun menceritakan tantangan dalam memproses tuntutan terhadap kantornya.

"Ini adalah proses yang sangat emosional setelah Anda memiliki anak. Anda memiliki identitas baru sebagai seorang ibu, Anda mencoba untuk mencari tahu di bidang itu, dan kemudian Anda akan kembali bekerja juga," kata Thompson.

Tetapi Thompson mengatakan tempat kerja yang tidak mendukung ibu berisiko "kehilangan beberapa perempuan hebat, yang benar-benar sukses, karena mereka tidak ingin fleksibel".

Thompson mengatakan banyak perempuan telah menghubunginya setelah putusan itu, banyak dari mereka memiliki pengalaman serupa. Tetapi sayangnya mereka tidak memiliki kapasitas mental atau finansial untuk mengajukan tuntutan.

"Tuntutan itu memang membutuhkan biaya finansial yang sangat besar ... dan jelas ada risiko di mana Anda mungkin tidak mendapatkan uang itu kembali jika Anda kalah, tetapi ada gambaran yang lebih besar untuk mencoba membuat beberapa perubahan kecil di dunia menjadi lebih baik," tutur Thompson.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya