Dibayangi Konflik Ukraina-Rusia, Rupiah Menguat Sambut Akhir Pekan

Perdagangan pekan ini dibayangi serangan Rusia ke Ukraina, Rupiah ditutup menguat, bagaimana dengan minggu depan?

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 26 Feb 2022, 11:02 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2022, 11:02 WIB
Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menghitung uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Senin (9/11/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam perdagangan akhir pekan ini, Rupiah ditutup menguat 27 poin walaupun sempat menguat 30 poin di level Rp 14.364 dari penutupan sebelumnya di level Rp 14.391. 

Sedangkan, menurut Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, untuk perdagangan Senin depan jelang pergantian bulan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi tetapi ditutup melemah direntang Rp 14.340 hingga Rp 14.410.  

Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya serangan terbesar di negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua, Rusia melancarkan serangan ke Ukraina pada Kamis. 

Puluhan ribu orang telah meninggalkan rumah mereka dan pasukan Ukraina bertempur di berbagai bidang. Amerika Serikat (AS) menanggapi dengan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, menghambat akses Rusia ke mata uang asing di samping sanksi terhadap bank dan perusahaan milik negara.

Presiden AS Joe Biden memberikan lebih banyak sanksi terhadap Rusia yang bertujuan menghambat kemampuan Rusia untuk melakukan bisnis dalam mata uang utama. AS telah menjatuhkan sanksi terhadap bank-bank Rusia dan perusahaan milik negara.

Beberapa pejabat dari Bank Sentral Eropa, bahkan mereka yang dianggap hawkish, mengatakan situasi di Ukraina dapat menyebabkan bank sentral menunda dimulainya pengurangan aset.

Di AS, investor dan beberapa pejabat mengatakan konflik kemungkinan akan memperlambat, tetapi tidak menghentikan, kenaikan suku bunga yang akan segera terjadi dari Federal Reserve AS.

Sedangkan pengaruh dari dalam negeri, pasar terus memantau tentang perkembangan tax amnesty yang saat ini sedang berjalan dan hasilnya sangat memuaskan. 

Menurut Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mencatat bahwa sudah terdapat 17.103 wajib pajak yang mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS) atau tax amnesty dalam 56 hari penyelenggaraannya. 

 

 
 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tax Amnesty

20160930-Tax-Amnesty-Jakarta-AY
Sejumlah orang menunggu untuk mengikuti program tax amnesty di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (30/9). Hari terakhir ‎program tax amnesty banyak masyarakat memadati kantor pajak. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Berdasarkan informasi di situs Ditjen Pajak hingga Jumatm 25 Februari 2022 pukul 08.00 WIB atau setelah 56 hari PPS berlaku, telah terdapat 17.103 peserta program tersebut. Dari mereka, Ditjen Pajak memperoleh 19.093 surat keterangan.

Nilai harta bersih yang dilaporkan seluruh peserta PPS itu mencapai Rp 20,57 triliun. Artinya, rata-rata harta yang dilaporkan setiap peserta itu berkisar Rp1,2 miliar, tetapi nilai harta tersebut tentu akan berbeda-beda dari setiap wajib pajak.

Dari total harta para peserta, Rp 18,04 triliun atau 87,7 persen di antaranya merupakan aset deklarasi dalam negeri dan repatriasi. Lalu, 6,3 persen harta peserta PPS merupakan deklarasi luar negeri. 

Sisanya, harta para peserta itu diinvestasikan di instrumen surat berharga negara (SBN) senilai Rp 1,24 triliun. Jumlah itu berkisar 6 persen dari total nilai harta bersih per 25 Februari 2022.

Peserta PPS memiliki pilihan untuk menempatkan investasinya di SBN atau secara langsung ke perusahaan yang bergerak di bidang hilirisasi sumber daya alam atau energi baru dan terbarukan (EBT). 

Pemerintah memperoleh pajak penghasilan (PPh) senilai Rp 2,13 triliun dalam 56 hari pelaksanaan PPS yang sering disebut 'tax amnesty jilid II'. Perolehan pajak itu mencakup sekitar 10,37 persen dari total nilai harta bersih seluruh peserta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya