Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali melakukan pembekuan rekening atau pemblokiran terkait dugaan praktik investasi ilegal yang menyeret sejumlah influencer crazy rich. Hingga 10 Maret 2022, PPATK telah membekukan 121 rekening dengan total nilai hampir Rp 355 Miliar.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, setiap hari PPATK menemukan perkembangan baru terkait pendalaman kasus ini. Ia pun menyebut proses pendalaman kasus masih akan terus dilakukan.
“Perkembangannya dari hari ke hari kita menemukan banyak hal baru dan transaksi baru dan banyak pihak baru yang kami perdalam,” katanya dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (10/3/2022).
Advertisement
“Sebagai gambaran kepada teman-teman, saat ini PPATK sudah melakukan penghentian transaksi 121 rekening, itu jumlahnya saat ini sudah mencapai Rp 353 miliar lebih hampir RP 355 miliar itu sudah kita hentikan,” terangnya.
kasus investasi ilegal yang saat ini mencut melibatkan dua crazy rich, yakni Indra Kenz dan Doni Salmanan. PPATK dalam hal ini menelusuri aliran dana dari kasus investasi ilegal tersebut.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penipuan
Ivan menemukan adanya praktik yang disinyalir merupakan penipuan kepada publik untuk melakukan sejumlah transaksi. Sehingga, publik kemudian dirugikan dengan beragam kemasan berkedok investasi tersebut.
“Ada kecenderungan investasi itu dilakukan secara menipu, dikemas sedemikian menarik sehingga melalaikan ke pihak publik atau masyarakat apalagi dengan tawaran keuntungan yang luar biasa instan,” tuturnya.
“Sekali lagi, dibalik kemudahan proses, ada pancingan, narasi, dan pamer-pamer itu di balik itu ada semakin kuat unsur penipuan yang tujuannya mengambil uang sebanyak mungkin dari publik dengan metode perdagangan transaksi sehingga kemudian yang dialami publik bisa dianggap kemudian sebagai kerugian transaksi,” papar Ivan.
Advertisement
Melindungi Publik
Artinya, kata dia, ada upaya untuk menjustifikasi transaksi tersebut menjadi risiko investasi yang harus ditanggung oleh publik. Namun, sebenarnya, PPATK menemukan dibalik itu ada intensi memproduksi sebuah mekanisme transaksi yang tujuannya untuk melakukan penipuan.
“Kami berupaya untuk melindungi publik, PPATK berupaya untuk kasus ini agar tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tegasnya.