3 Fakta Terkait Tindak Lanjut PPATK soal Dugaan Investasi Ilegal

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus melakukan pemantauan terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak yang diduga menjual produk investasi ilegal.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 08 Mar 2022, 06:30 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2022, 06:30 WIB
Gedung PPATK
Gedung PPATK (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus melakukan pemantauan terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak yang diduga menjual produk investasi ilegal.

Bahkan, PPATK langsung memblokir transaksi keuangan diduga berkaitan dengan investasi ilegal sebesar Rp 150,4 miliar. Hal tersebut disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavadana.

"Hari ini PPATK kembali melakukan penghentian sementara transaksi dan blokir mencapai nilai sebesar Rp 150,4 M. Dan jumlah tersebut berasal dari 8 rekening yang diperoleh dari satu penyedia jasa keuangan," ujar Ivan dalam keterangannya, Senin 7 Maret 2022.

Sementara itu, menurut Ketua Kelompok Kehumasan PPATK Nasir Kongah, pihaknya menduga para crazy rich melakukan transaksi terkait pembelian barang mewah.

Terkait hal tersebut, PPATK menyatakan sudah menyampaikan temuan tersebut kepada Polri dan Kejaksaan untuk ditindaklanjuti.

Berikut 3 fakta terkait tindak lanjut PPATK yang terus melakukan pemantauan terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak diduga menjual produk investasi ilegal dihimpun Liputan6.com:

 

1. Blokir Transaksi Rp 150,4 M dari 8 Rekening karena Dugaan Investasi Ilegal

Polri Tahan PNS Batam Pemilik Rekening Gendut Rp 1,3 T
Ilustrasi rekening gendut. (Liputan6.com)

Pemantauan kembali dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak yang diduga menjual produk investasi ilegal.

"Hari ini PPATK kembali melakukan penghentian sementara transaksi dan blokir mencapai nilai sebesar Rp 150,4 miliar dan jumlah tersebut berasal dari 8 rekening yang diperoleh dari 1 Penyedia Jasa Keuangan (PJK) terkait investasi ilegal," terang Kepala PPATK Ivan Yustiavadana, dalam rilis yang diterima wartawan, Senin 7 Maret 2022.

Seperti diketahui, PPATK sebelumnya telah melakukan penghentian sementara dan blokir pada dugaan investasi ilegal lainnya mencapai Rp202 miliar. Dana itu berasal dari 109 rekening pada 55 penyedia jasa keuangan.

 

2. Diblokir 20 Hari, Pastikan Jumlah Bertambah

Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Mayofi)
Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Mayofi)

Ivan mengungkapkan, jumlah itu bakal terus bertambah, sesuai dengan proses analisis yang dilakukan PPATK, sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

PPATK sendiri punya kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi selama 20 hari kerja. Kemudian, berkoordinasi dan melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar terkait investasi yang diduga ilegal.

"Pertimbangan PPATK dalam melakukan langkah tersebut antara lain karena adanya laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dari Penyedia Jasa Keuangan serta sejumlah ketidakwajaran profiling," terang Ivan.

 

3. Lakukan Koordinasi dengan Polri dan Kejaksaan

(Foto: Ilustrasi investasi saham. Dok Unsplash/Austin Distel)
(Foto: Ilustrasi investasi saham. Dok Unsplash/Austin Distel)

PPATK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kasus investasi ilegal. PPATK menduga para crazy rich melakukan transaksi terkait pembelian barang mewah.

Terkait hal itu, PPATK menyatakan sudah menyampaikan temuan tersebut kepada Polri dan Kejaksaan untuk ditindaklanjuti.

"Tentu koordinasi sudah kami lakukan kepada penyidik," ujar Ketua Kelompok Kehumasan PPATK Nasir Kongah dalam keterangannya.

Dugaan Banyak Crazy Rich di Pusaran Cuci Uang Investasi Bodong

Infografis Dugaan Banyak Crazy Rich di Pusaran Cuci Uang Investasi Bodong. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Dugaan Banyak Crazy Rich di Pusaran Cuci Uang Investasi Bodong. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya