Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkap modus kebocoran Solar subsidi yang digunakan untuk industri. ia menyebut menemukan antrian truk pengangkut tambang dan perkebunan kelapa sawit mengantre di SPBU.
Ini mengacu data yang dimilikinya bersumber dari digitalisasi SPBU yang telah dilakukan SPBU. Melalui sistem itu, ia bisa memantau pengeluaran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang keluar dari setiap SPBU.
“Kalau kita lihat dari antrean saja pak, itu memang banyak sekali truk-truk yang mengangkut barang tambang dan perkebunan, yang seharusnya itu tidak menggunakan BBM subsidi,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).
Advertisement
ia juga menyampaikan, untuk porsi solar subsidi yang digelontorkan yakni sebesar 41 juta kiloliter untuk ritel. Sementara, alokasi untuk solar non subsidi ke indsutri adalah sebesar 900 ribu kiloilter.
“Ada untuk ritel dan industri dimana komposisi untuk ritel itu paling besar, karena yang dimaksud adalah untuk pengangkutan barang-barang oleh UMKM, kemudian petani itu porsinya itu 14 juta KL, untuk industri itu hanya 900 ribu atau 0,9 juta, jadi itu porsi kecil,” terangnya.
“Kalau yang langsung melalui kami ke industri itu kan sudah seleksi dengan sendirinya, dan biasanya yang kami jual unutk B2B itu yang non PSO (subsidi),” imbuh dia.
Nicke menyampaikan, telah melakukan tindakan sanksi terhadap SPBU yang melakukan pelanggaran tadi. Ini juga masih mengacu pada data digitalisasi SPBU.
“Ada kerja sama dengan bahankam dan juga data-data ayng kami sinkronkan dengan korlantas, apakah ini tepat (penyalurannya) atau tidak, jadi sudah ada, jadi sanksi pertama kita tidak suplai BBM Subsidi,” katanya.
“sanksi yang lebih berat adalah tutup. Jadi itu beberapa temapt sudah kita lakukan (sanksi), sehingga kita intenskan lagi setiap-setiap daerah untku bekerja sama dengan kepolisian,” imbuh dia.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tambahan Aturan
Lebih lanjut, guna mendorong penerapan sanksi kedepannya, Nicke berharap ada penambahan kekuatan aturan dari aturan yang telah ada.
Terkait solar ini, yang dimaksud adalah Perpres Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
“Yang diperlukan sebetulnya perpres itu di detailkan dalam aturan lain yang lebih detail pak pengaturan itu, agar ini menjadi apa namanya hukum referensi hukum untuk pelaksanaan di lapangan ketika APH turun,” paparnya.
“Jadi itu yang diperlukan jadi itu setelah didetailkan baru akan kelihatan (penyaluran solar subsidi),” tambah Nicke.
Advertisement