Liputan6.com, Jakarta Transaksi aset kripto bakal mulai dikenai pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh) mulai 1 Mei 2022. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.
Kepala Subdirektorat PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bonarsius Sipayung, tak memungkiri pungutan pajak atas aset kripto akan menambah penerimaan negara.
Baca Juga
Dia lantas mengambil contoh total transaksi aset kripto pada 2020, yang menyentuh angka hingga sekitar Rp 850 triliun.
Advertisement
"Soal potensi, berdasarkan data 2020, total transaksi kripto Rp 850 triliun. Berarti dikali 0,2 persen, hampir Rp 1 triliun. Lumayan loh," ujar dia dalam media briefing Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (6/4/2022).
Namun, Bonar menegaskan, angka tersebut tidak bisa dijadikan acuan atas penerimaan negara terhadap transaksi kripto. Jumlahnya nanti saat dikenakan bisa saja turun, atau bahkan naik.
"Jangan diartikan penerimaan negara bakal seperti itu ya. Itu akan sangat tergantung dari transaksi. Jumlahnya bisa naik turun. Jumlahnya tergantung actual transaksi," tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga mengapresiasi pedagang aset kripto (exchanger) yang kelak mau membantu negara dengan bergotong-royong menghimpun dana lewat pajak kripto.
"Jadi pajak ini kan dalam konteks mengumpulkan uang. Kumpulin uang sebanyak-banyaknya, terus nanti di sisi pengeluarannya, spending-nya, itu diatur sedemikian rupa, agar nanti negara ini hadir untuk warga negara yang membutuhkan," ungkapnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Manfaat Penerimaan Pajak
Bonar mencontohkan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada 23 juta penerima, sebagai bentuk kehadiran negara lewat penerimaan pajak.
"Contohnya minyak goreng tadi. Yaudah lah, kita yang merasa mampu bayar atas belanja minyak goreng (kemasan non-subsidi). Itu nanti atas pajak yang dipungut dalam minyak goreng itu disalurkan dalam bentuk BLT," ungkapnya.
"Jadi kalau ditanya, apa sih reward yang diberikan. Reward yang diberikan, negara menghargai warga negaranya yang telah gotong royong, menghargai pengusaha yang telah membantu negara yang memungut pajak. Dan mudah-mudahan amal ibadahnya diterima oleh yang maha kuasa," tuturnya.
Adapun secara aturan, PMK 68/2022 bakal mencomot pajak atas transaksi kripto lewat beberapa perhitungan. Tiap transaksi akan dikenai tarif PPN 1-2 persen dikali dengan nilai transaksinya.
Pihak penjual aset pun bakal dikenai tarif PPh 0,1-0,2 persen dari nilai transaksi kripto, terhadap hasil penjualan yang dilakukan exchanger atau bukan pedagang fisik aset kripto.
Â
Advertisement
Alasan Sri Mulyani Pungut Pajak Bitcoin Cs
Sebelumnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi mengenakan pungutan pajak dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas aset kripto.
Pengenaan pajak pada Bitcoin Cs ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.
Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Bonarsius Sipayung, DJP sebelumnya melakukan pengujian dulu apakah aset kripto patut dikenakan pungutan pajak atau tidak.
"Tentunya berdasarkan UU PPN barang dan jasa kena pajak, maka kita uji dulu kripto. Karena ada kripto currency, itu alat bayar gak? Aturan otoritas, kripto bukan alat tukar, jadi kena barang dikenakan," terangnya dalam sesi media briefing DJP, Rabu (6/4/2022).
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan juga tidak memasukan aset kripto sebagai Surat Berharga. Di sisi lain, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengatur kripto sebagai komoditas.
"Begitu komoditas, kita kaitkan UU PPN. Atas penyerahan barang kena pajak, terutang PPN," ujar Bonar.
Pengecualian Pengenaan PPh dan PPN
Namun, DJP memberikan pengecualian pengenaan PPh dan PPN atas transaksi aset kripto, karena ritme perdagangannya berbeda dari cara konvensional.
"Dalam konteks kripto, kita harus perhatikan. Kalau kena mekanisme normal enggak kena pajak, tidak ketahuan siapa yang bertransaksi. Tapi marketnya real. Di Bappebti terdaftar ada 12-13 marketplacs yang fasilitasi penjualan komoditi ini," tuturnya.
"Di pasal 32a, Menteri Keuangan dapat tunjuk pihak lain untuk lakukan pungutan pajak. Ini pihak yang menyelenggarakan transaksi dimungkinkan mengenai pajak. Subjeknya marketplace yang kenai transaksi," tandasnya.
 Â
Advertisement