Liputan6.com, Jakarta Polemik yang berkepanjangan dan sering muncul setiap pemerintah akan menetapkan tarif cukai hasil tembakau perlu untuk segera diakhiri.
Peta jalan (roadmap) yang komprehensif dapat menjadi upaya dalam mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan yang terkait industri hasil tembakau (IHT).
Dengan demikian, roadmap tersebut dapat diterima dan dipatuhi oleh semua pihak sebagai panduan peta jalan kebijakan IHT baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
Advertisement
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, dalam jangka menengah, pemerintah sedang merumuskan roadmap terkait IHT.
Perumusannya dipimpin oleh Kemenko Perekonomian dengan melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja.
“Jika roadmap disepakati dan dituangkan dalam produk hukum, Kementerian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal dan Bea Cukai dalam perumusan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) harus sesuai dengan ketentuan dalam peta jalan tersebut,” kata Nirwala di Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Menurut Nirwala, roadmap yang nantinya akan menjadi produk hukum, kebijakannya harus end to end. Mulai dari aspek hulu sampai hilir harus dirumuskan secara komprehensif. Bagaimana pertaniannya, industrinya, tenaga kerja pemasarannya itu mau dibawa kemana. Oleh karena itu kita mengusulkan roadmap dan harus end to end.
“Pembuatan roadmap ini dilakukan untuk mensinkronkan Key Performance Indicator (KPI) lintas Kementerian/Lembaga. Kalau tidak ada roadmap nanti saling bertabrakan antara KPI satu dan lainnya,” ujarnya.
Nirwala berharap nantinya peta jalan (roadmap) akan menjadi GBHN-nya tembakau. Ini semua harus end to end. Dari sini nanti akan ada turunan-turunan peraturan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penyusunan Roadmap
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo mengusulkan, prinsip penyusunan peta jalan (roadmap) IHT masa depan tetap harus ada keseimbangan. Yaitu mempertimbangkan berbagai aspek, baik ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan kesehatan.
Disamping itu juga harus mempertimbangkan karakteristik IHT nasional baik itu penyerapan tenaga kerja yang tinggi, keterkaitan hulu hilir sektor pertanian tembakau dan cengkeh, juga kretek sebagai poduk khas Indonesia. Misalnya, dengan mempertimbangkan penyerapan atau penggunaan konsumsi tembakau dalam negeri (TKDN).
Jadi tidak hanya berdasarkan volume produksi rokoknya tapi mempertimbangkan penggunaan atau penyerapan tembakau lokal.
"Kemenperin mendukung penyusunan roadmap IHT dengan melibatkan lintas kementerian. Harapannya, strategi penyusunan roadmap betul-betul komprehensif dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, pendapatan negara dan tenaga kerja," tegas Edy Sutopo.
Edy Sutopo mengungkapkan, sebenarnya roadmap IHT sudah sangat banyak, termasuk Kementerian Perindustrian sebenarnya sudah punya roadmap sejak tahun 2009 dan 2015. Namun pada tahun 2015 berdasarkan putusan Mahkamah Agung, diminta untuk mencabut roadmap tersebut.
"Sebenarnya di roadmap tahun 2015, Kemenperin sudah mempertimbangkan masalah-masalah seperti pasokan tembakau untuk industri, bagaimana tenaga kerjanya, penerimaan negara, petani dan masalah aspek kesehatan," kata Edy Sutopo.
Namun, lanjut Edy Sutopo, memang berdasarkan putusan Mahkamah Agung No 16, roadmap tersebut dicabut. Termasuk harus mencabut Permenperin No.63, karena dinyatakan bertentangan dengan UU tentang Kesehatan dan lain sebagainya.
Advertisement
Didukung Serikat Pekerja
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto menyayangkan kebijakan yang dibuat pemerintah terkait sektor pertembakauan yang berdampak ganda (multiplier effect) terhadap kondisi IHT, sehingga, IHT semakin tertekan dan tidak menentu.
“Kondisi ini jelas berdampak kepada kesejahteraan para pekerja yang terlibat dalam sektor industri ini. Pasalnya, kenaikan cukai tersebut membuat sektor IHT mengalami penurunan produksi sehingga menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan, dan juga daya beli pekerja,” tegas Sudarto.
Harus diakui, selama ini pemerintah hanya mengandalkan sektor industri hasil tembakau nasional dan pajak hasil tembakau sebagai penerimaan negara. Sedangkan para pekerja IHT juga membutuhkan keberlangsungan bekerja dan penghidupan layak.
Merujuk data resmi FSP RTMM-SPSI, dalam 10 tahun terakhir tercatat sebanyak 60.889 pekerja yang sudah menjadi tumbal keganasan regulasi yang ketat. Jumlah tersebut lebih besar karena belum ditambah dengan jumlah buruh di luar keanggotaan FSP RTMM-SPSI.
Oleh karena itu, Sudarto mendukung upaya Kemenko Perekonomian sebagai leader sector untuk merumuskan roadmap IHT ke depan. Roadmap tersebut diharapkan memuat perencanaan yang komprehensif dan efektif guna mengakomodasi semua kepentingan.
Pertimbangan kebijakan-kebijakan tersebut, menurut Sudarto, hendaknya memuat dasar yang akurat, terukur, terarah, dan memberikan kepastian iklim usaha yang kondusif.
“Selain itu, evaluasi terhadap efektifitas formulasi kebijakan dan struktur cukai hasil tembakau atas dasar keseimbangan diantara aspek pengendalian (kesehatan) dan ekonomi (tenaga kerja, penerimaan dan kinerja industri) perlu untuk dilakukan,” pungkas Sudarto.