KKP Tegaskan Tak Ada Kapal Cantrang Berkeliaran di Laut Aru

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tidak ada kapal cantrang yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di Laut Aru.

oleh Arief Rahman H diperbarui 19 Jul 2022, 20:55 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2022, 20:55 WIB
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini saat beraudiensi dengan Ikatan Mahasiswa Jargaria Aru. (Dok. KKP)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tidak ada kapal cantrang yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di Laut Aru. Selain itu, alat penangkapan ikan itu dilarang beroperasi di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) karena merusak dan tidak ramah lingkungan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengungkapkan jumlah kapal perikanan aktif yang melaut di WPPNRI 718 sebanyak 1.399 unit. Mayoritas jenis alat tangkap yang digunakan antara lain jaring insang hanyut, pancing cumi, pukat cincin (purse seine) dan rawai dasar.

“Saya jamin tidak ada kapal cantrang yang melaut di sana. Ini sudah tidak lagi digunakan, kalaupun ada, mereka rugi apabila melaut di WPPNRI 718 dan pasti akan ditangkap aparat yang berwenang,” jelasnya saat beraudiensi dengan Ikatan Mahasiswa Jargaria Aru, mengutip keterangan resmi Selasa (19/7/2022).

Menanggapi kebijakan penangkapan ikan terukur yang dinilai merugikan masyarakat Maluku, Zaini menekankan nelayan lokal akan diprioritaskan untuk memanfaatkan kuota penangkapan. Potensi sumber daya ikan di WPPNRI 718 mencapai 2,6 juta ton, sementara jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan sebesar 2,1 juta ton.

“Kalau potensi ini dimanfaatkan setengahnya saja, pelabuhan perikanan di sana dapat sekitar 300-400 ribu ton per tahun, dimana ikan yang dapat didaratkan 1.000 ton per hari dengan estimasi perputaran uangnya mencapai 60 miliar rupiah,” ungkapnya.

Di samping itu, Zaini memperkirakan penangkapan ikan terukur akan menyerap tenaga kerja lokal. Sebanyak 70.000 orang akan terserap untuk menjadi awak kapal perikanan bahkan pekerja di kawasan pelabuhan perikanan.

Saat ini, setiap kapal perikanan yang berizin mendapatkan tiga pelabuhan pangkalan untuk mendaratkan ikan. Nantinya hanya akan diberikan satu pelabuhan pangkalan sehingga dapat mendongkrak perekonomian setempat.

“Kalau kapal tidak singgah di pelabuhan pangkalan berarti menyimpang. Misal kapal melaut sebulan diperkirakan dapat 500 ton tapi mendaratkan cuma 100 ton ini perlu dicurigai,” katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pengawasan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menghentikan aksi satu kapal asing pencuri ikan berbendera Malaysia di Selat Malaka
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menghentikan aksi satu kapal asing pencuri ikan berbendera Malaysia di Selat Malaka

Ia menyampaikan, pengawasan kapal perikanan dilakukan bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Menggunakan teknologi satelit untuk memantau aktivitas kapal perikanan dengan Vessel Monitoring System (VMS) secara real time.

Hal yang sama juga diungkapkan Zaini pada pertemuan dengan Komisi II DPRD Provinsi Maluku pada Jumat, (15/7/2022). Di hadapan wakil rakyat Provinsi Maluku Zaini menyatakan penangkapan ikan terukur dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan Maluku.

"Sehingga pertumbuhan ekonomi merata di seluruh Indonesia dan tidak lagi hanya terpusat di Pulau Jawa," katanya.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan program penangkapan ikan terukur berbasis kuota ini berupaya mensinergikan kepentingan ekonomi dengan daya dukung lingkungan/ekologi untuk menjaga keberlanjutan, kelestarian dan keseimbangan ekosistem serta keadilan dalam berusaha.

 

Tindak Tegas

FOTO: Protes Kenaikan Tarif PNBP, Nelayan Muara Baru dan Angke Tidak Melaut
Kapal tangkap ikan GT 30 bersandar di Pelabuhan Muara Baru dan Pelabuhan Angke, Jakarta, Sabtu (9/10/2021). Ratusan nelayan memilih tidak melaut untuk memprotes terbitnya PP Nomor 85 Tahun 2021 KKP terkait tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 5 kapal di Situbondo, Jawa Timur. Kapal tersebut diketahui tidak memiliki perizinan yang sah dan mengoperasikan alat tangkap yang dilarang Pemerintah.

Terkait ini, KKP memastikan akan menindak tegas kapal cantrang tersebut. "Kami menyampaikan bahwa proses hukum akan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksda TNI Adin Nurawaluddin, dalam keterangan resmi, Selasa (28/12/2021.

Adin menjelaskan bahwa pelarangan alat tangkap cantrang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2020.

Pelarangan ini sendiri dilaksanakan berdasarkan kajian yang mendalam terkait dampak merusak alat tangkap tersebut.

 

Larang Cantrang

Polemik Cantrang Paksa Nelayan Pantura Jadi Pengangguran
Meski larangan soal cantrang sudah dilonggarkan, nelayan Pantura masih ketakutan untuk menjala rezeki di lautan. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Selain itu, proses dan fasilitasi peralihan alat tangkap ini telah berlangsung cukup lama. Oleh sebab itu, Adin minta para pelaku usaha untuk kooperatif terkait dengan pelarangan cantrang tersebut.

"KKP tidak asal melarang, semua berdasarkan kajian dan KKP juga telah memfasilitasi peralihan ke alat tangkap yang ramah lingkungan. Oleh karena itu kami minta semua untuk kooperatif melaksanakan ketentuan ini dan segera beralih ke alat tangkap yang sesuai dengan ketentuan," tegas Adin.

Adin memastikan bahwa pihaknya akan menindak tegas apabila masih menemukan alat tangkap cantrang di lapangan.

Adin juga memperingatkan para pemilik kapal bahwa saat ini paradigma penegakan hukum di sektor kelautan dan perikanan memberikan ruang untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat termasuk pemilik yang tidak patuh.

"Kami ingatkan juga para Pemilik, jadi kami tegas bukan hanya kepada operator di lapangan saja, tetapi juga pemilik. Selain dengan KUHP, pihak-pihak yang memperoleh keuntungan dari penggunaan alat tangkap terlarang dapat dijerat dengan undang-undang anti tindak pidana pencucian uang atau TPPU," pungkas Adin.

infografis Cantrang
infografis Cantrang
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya