Negeri Ratu Elizabeth Harus Waspada, Goldman Sachs Ramal Inflasi Inggris Bisa Tembus 22 Persen

Goldman Sachs memprediksi inflasi Inggris mencapai 22 persen tahun 2023 mendatang.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 31 Agu 2022, 17:12 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2022, 17:12 WIB
Inflasi Inggris Tertinggi Dalam 30 Tahun Terakhir
Seorang pelanggan berbelanja buah dan sayuran di supermarket Sainsbury di Walthamstow, London timur. Goldman Sachs memprediksi inflasi Inggris mencapai 22 persen tahun 2023 mendatang. (Tolga Akmen / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Bank investasi ternama asal Amerika Serikat, Goldman Sachs memprediksi inflasi Inggris bisa mencapai 22 persen tahun depan jika harga energi tak kunjung turun. 

Dilansir dari CNBC International, Rabu (31/8/2022) dalam sebuah catatan penelitian, Goldman Sachs memperkirakan inflasi Inggris dapat memuncak pada 22,4 persen dan produk domestik bruto turun hingga 3,4 persen.

Ini akan terjadi apabila biaya energi terus meningkat pada kecepatan saat ini.

Sebelumnya, pada Jumat (26/8) regulator energi Inggris mengumumkan bahwa mereka akan menaikkan batas utamanya pada tagihan energi konsumen mulai 1 Oktober mendatang. Langkah ini dilakukan untuk mengimbangi kenaikan harga gas grosir.

Diketahui, harga gas grosir gas di Inggris telah melonjak 145 persen sejak awal Juli 2022.

Ofgem akan menghitung ulang batas harganya lagi dalam tiga bulan. Namun, Goldman mengatakan bahwa jika harga tetap terus tinggi, ada kemungkinkan kenaikan hingga 80 persen pada bulan Januari mendatang.

"Dalam skenario di mana harga gas tetap tinggi pada level saat ini, kami memperkirakan batas harga akan meningkat lebih dari 80 persen pada bulan Januari ... yang akan menyiratkan inflasi utama memuncak pada 22,4 persen," ungkap ekonom Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Sven Jari Stehn dalam sebuah catatan. 

Namun, Goldman juga memberikan perhitungan bila harga energi tidak melonjak kembali. Bila lonjakan berhenti, inflasi puncak Inggris kemungkinan akan mencapai 14,8 persen pada Januari.

Selain lonjakan inflasi, Goldman Sachs juga mengatakan bahwa Inggris kemungkinan akan jatuh ke dalam resesi pada kuartal keempat.

Goldman Sachs menyebut ekonomi Inggris akan berkontraksi -0,3 persen secara non-tahunan pada kuartal keempat tahun ini.

Adapun perkiraan resesi -0,4 persen dan -0,3 persen pada kuartal pertama dan kedua. "Kami memperkirakan krisis biaya hidup yang semakin dalam akan mendorong ekonomi Inggris ke dalam resesi akhir tahun ini," demikian catatan Goldman Sachs.

 

 

Inflasi Inggris Tembus 10,1 Persen, Tertinggi dalam 40 Tahun

Inflasi Inggris Tembus Dua Digit
Orang-orang berjalan di sepanjang shopping street di London, Rabu (17/8/2022). Tingkat inflasi Inggris telah mencapai 10,1% pada tahun ini hingga Juli, berdasarkan data dari Kantor Statistik Nasional. Angka tersebut naik dari 9,4% pada bulan Juni dan berada pada level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun. (AP Photo/Frank Augstein)

Melonjaknya biaya pangan telah mendorong inflasi Inggris naik hingga dua digit untuk pertama kalinya sejak 1982, dengan harga terus naik pada tingkat tercepat selama lebih dari 40 tahun.

Dilansir dari BBC, Kamis (18/8/2022) inflasi Inggris mencapai 10,1 persen dalam 12 bulan hingga Juli, naik dari 9,4 persen pada Juni 2022. menurut Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS).

Bank sentral Inggris, yakni Bank of England, memprediksi inflasi bisa mencapai lebih dari 13 persen tahun ini.

ONS menyebut, biaya energi, bensin dan solar juga menjadi pemicu melonjaknya inflasi di Inggris. Tetapi makanan dan minuman non-alkohol menjadi faktor terbesar kenaikan harga kebutuhan pokok di negara itu pasa bulan Juli.

Melonjaknya harga pangan di Inggris terasa dari kenaikan harga roti, sereal, susu, keju, dan telur naik paling cepat, sementara harga sayuran, daging, dan cokelat juga lebih tinggi.

Adapun kenaikan harga pada biaya transportasi, dengan kenaikan harga tiket pesawat dan kereta api internasional.

Harga paket liburan juga naik, karena permintaan meningkat.

Seperti diketahui, perang Rusia-Ukraina, menjadi salah satu faktor yang mendorong kenaikan harga komoditas pangan di berbagai negara.

Perang telah mengganggu pasokan dari kedua negara yang merupakan eksportir utama produk-produk pangan esensial seperti minyak bunga matahari dan gandum.

Beberapa komoditas, terutama biji-bijian dan minyak nabati, telah berkurang secara substansial, tetapi biasanya ada jeda waktu sekitar enam bulan sebelum hambatan itu mempengaruhi harga di pasar.

Inflasi Inggris Tertinggi di antara Negara Maju G7, Bukti Parahnya Krisis

Inflasi Inggris Tembus Dua Digit
Pembeli menaruh buah di keranjangnya di sebuah supermarket di London, Rabu (17/8/2022). Inflasi Inggris terus melonjak setelah perang Rusia-Ukraina meletus pada Februari 2022. Pada Januari tahun ini, inflasi The Three Lions masih tercatat 5,5%. Angkanya kemudian melonjak hingga tercatat 9% pada April dan menembus dobel digit untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir pada Juli tahun ini. (AP Photo/Frank Augstein)

Lonjakan harga pangan mendorong inflasi harga konsumen Inggris menembus ke level tertinggi dalam 40 tahun, mencapai 9,1 persen pada bulan lalu.

Angka inflasi ini menjadi tingkat tertinggi dari negara-negara G7 dan menggarisbawahi parahnya krisis biaya hidup di negara itu.

Tingkat inflasi Inggris pada bulan Mei lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, Prancis, Jerman dan Italia.

Sementara Jepang dan Kanada belum melaporkan data harga konsumen untuk bulan Mei, tetapi angka inflasio keduanya tidak akan mendekati.

Angka inflasi Inggris tersebut, naik dari 9 persen pada bulan April, sesuai dengan konsensus jajak pendapat para ekonom Reuters.

Mengutip catatan sejarah dari Kantor Statistik Nasional menunjukkan inflasi Mei merupakan yang tertinggi sejak Maret 1982 — dan kemungkinan lebih buruk akan datang. Poundsterling, salah satu mata uang berkinerja terburuk terhadap dolar AS tahun ini.

Beberapa investor menilai Inggris berada pada risiko inflasi dan resesi yang terus-menerus tinggi, yang mencerminkan tagihan energi impor yang besar dan masalah Brexit yang berkelanjutan yang selanjutnya dapat merusak hubungan perdagangan dengan Uni Eropa.

"Dengan prospek ekonomi yang begitu tidak jelas, tidak ada yang tahu seberapa tinggi inflasi dapat berlangsung, dan berapa lama akan berlanjut - membuat penilaian kebijakan fiskal dan moneter menjadi sangat sulit," kata Jack Leslie, Ekonom Senior di lembaga think tank Resolution Foundation.

Sebelumnya, Resolution Foundation mengatakan pukulan biaya hidup untuk rumah tangga telah diperparah Brexit, yang telah membuat ekonomi Inggris menjadi lebih tertutup, dengan implikasi jangka panjang yang merusak untuk produktivitas dan upah.

Bank of England mengatakan pekan lalu bahwa inflasi kemungkinan akan tetap di atas 9 persen selama beberapa bulan mendatang sebelum memuncak sedikit di atas 11 persen pada Oktober, ketika tagihan energi rumah tangga direncanakan akan naik lagi.

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya