Liputan6.com, Jakarta - Pada perdagangan Kamis (1/9/2022) Rupiah ditutup melemah 40 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 50 poin di level Rp 14.882. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya Rupiah berada di posisi 14.842
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah berpotensi melemah pada perdagangan Jumat, 2 September 2022.
Baca Juga
"Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.870 hingga Rp 14.930,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Kamis (1/9/2022).
Advertisement
Sentimen Internal
Pemerintah menyatakan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 yang menjadi shock absorber telah bekerja keras. Konsekuensinya, subsidi dan kompensasi energi sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, jumlahnya meningkat tiga kali lipat, yaitu dari APBN 2022 awal Rp.152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.
Jika dibandingkan dengan subsidi dan kompensasi tiga tahun sebelumnya, yakni Rp 144,4 triliun pada 2019, Rp 199,9 triliun pada 2020, dan Rp 188,3 triliun 2021, kenaikan jumlah subsidi dan kompensasi pada 2022 sangat besar di Rp 502,4 triliun. Bahkan, kemungkinan akan melonjak di atas Rp.690 triliun. Ini adalah kenaikan yang sungguh sangat dramatis.
Ibrahim menjelaskan, lebih dari tiga kali lipat dari subsidi dan kompensasi yang dialokasikan ini adalah untuk menahan agar daya beli masyarakat terus terjaga.
Namun, dengan harga minyak mentah dan ICP yang masih dalam tren meningkat dan seiring pemulihan aktivitas ekonomi serta meningkatnya mobilitas, kuota BBM bersubsidi, yakni Solar dan Pertalite, diperkirakan akan habis pada Oktober 2022.
"Artinya, Rp 502 triliun yang dialokasikan untuk subsidi dan kompensasi energi pasti akan terlewati," ujar Ibrahim.
Sentimen BBM
Dengan perkiraan rata-rata ICP dalam delapan bulan selalu di atas USD 100, yaitu USD 105/barel dan kurs sekitar Rp 14.700 hingga 14.800, sementara volume subsidi diproyeksikan mencapai 29 juta kilo liter untuk Pertalite dan 17,4 juta kilo liter untuk Solar, subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp 698 triliun.
Oleh karena itu, pemerintah menetapkan untuk mulai melakukan pengalihan subsidi yang begitu besar sebagian untuk langsung diberikan kepada kelompok yang tidak mampu.
“Karena kalau ratusan triliun rupiah hanya 5 persen subsidi solar dinikmati kelompok tidak mampu dan 20 persen subsidi pertalite dinikmati oleh kelompok tidak mampu, dampaknya adalah kesenjangan yang makin besar,” ujar Ibrahim.
Advertisement
Indeks Dolar AS
Sementara itu, dolar AS justru menguat dari mata uang lainnya, rilis ketenagakerjaan ADP pada Rabu menunjukkan perlambatan dalam laju perekrutan di sektor swasta AS selama Agustus, tetapi kenaikan 132.000 masih merupakan angka yang sehat.
Laporan JOLTS sebelumnya tentang lowongan pekerjaan menunjukkan kekuatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, yang menempatkan laporan pekerjaan resmi hari Jumat dengan kuat dalam fokus.
Ekspektasi kenaikan besar lainnya telah tumbuh sejak Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan pekan lalu bahwa membawa tekanan harga turun menuju target 2 persen mereka adalah "fokus menyeluruh" Fed.
Pembuat kebijakan telah melanjutkan tema ini, dengan Presiden Fed Cleveland Loretta Mester menyatakan Rabu bank sentral perlu menaikkan suku bunga acuannya di atas 4 persen pada awal tahun depan, dari kisaran target saat ini 2,25 persen hingga 2,5 persen, dan membiarkannya di sana untuk beberapa waktu. waktu untuk membantu mendinginkan inflasi.
Laju Rupiah pada Kamis Pagi 1 September 2022
Sebelumnya, nilai tukar rupiah melemah pada Kamis pagi, seiring pernyataan hawkish (dukungan pengetatan moneter) dari pejabat bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
Kurs rupiah pagi ini melemah 31 poin atau 0,21 persen ke posisi 14.874 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.843 per dolar AS.
"Dolar AS outlook-nya menguat dibalik masih terjaganya prospek kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve," kata analis Monex Investindo Futures Faisyal dikutip dari Antara, Kamis (1/9/2022).
Dolar AS bergerak naik dibalik menguatnya prospek kenaikan suku bunga acuan The Fed, khususnya setelah adanya pernyataan yang cenderung hawkish dari Presiden Fed Cleveland, Loretta Mester semalam.
Mester mengatakan bahwa bank sentral perlu untuk menaikkan suku bunga di atas 4 persen pada awal tahun depan.
Dolar AS juga menguat dibalik permintaan terhadap aset safe haven yang likuid di tengah memanasnya ketegangan AS-Tiongkok terkait Taiwan serta memburuknya penyebaran virus COVID-19 di Tiongkok.
Selanjutnya pada hari ini pasar akan mencari katalis dari data ekonomi AS seperti Unemployment Claims dan ISM Manufacturing PMI yang akan dirilis nanti malam.
Advertisement