Liputan6.com, Bali - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengajak perusahaan besar untuk menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kemitraan usaha kecil agar mereka bisa masuk dalam rantai pasok industrialisasi (global value chain) guna memperkuat struktur ekonomi Indonesia.
“Kami mendorong dan berharap peran CSR perusahaan dapat mendukung pemberdayaan ekonomi khususnya UMKM dan koperasi, sehingga pemberdayaan UMKM juga mampu mengentaskan masalah kemiskinan,” kata MenKopUKM saat menutup acara Indonesian SDGs Corporate Summit (ISCOS) 2022 di Bali, Rabu malam (7/9/2022).
Baca Juga
Teten menyebutkan, sekitar 99 persen pelaku usaha di Indonesia dikuasai oleh pengusaha UMKM, dan sebanyak 97 persen lapangan kerja disediakan oleh usaha mikro.
Advertisement
“Tapi bukan cuma Indonesia, Korea Selatan juga hampir 90 persen dikuasai UMKM, tapi berbeda dengan UMKM mereka yang sudah besar, bukan lagi tradisional tapi berbasis kreativitas,” katanya.
Ia menerangkan, kemajuan UMKM menjadi penentu keberlanjutan ekonomi nasional. Syaratnya, struktur ekonomi yang didominasi usaha mikro harus segera naik-kelas. Kolaborasi perlu dikuatkan untuk mengakselerasi hal ini sehingga fondasi UMKM semakin kokoh dan siap menghadapi krisis apapun ke depan terutama perubahan iklim.
"Bukan lagi bikin kripik, krapak, krupuk, dodol. Bukan seperti itu ya, tapi sudah masuk ke produk berbasis teknologi dan kreativitas," ujar Teten.
Ia mencontohkan China yang bisa ekpor produk UMKM hingga 70 persen. Hal itu karena pengusaha UMKM di negari Tirai Bambu ini mampu menjadi rantai pasok global.
“Indonesia baru sekitar 40 persen usaha yang menjadi rantai pasok industri. Jika tidak memperkuat UMKM di rantai pasok industri, selamanya UMKM sulit untuk berkembang,” ucap Teten Masduki.
Undang-Undang Cipta Kerja
Untuk itu, kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) memberikan banyak insentif untuk kemitraan usaha besar dengan usaha kecil dengan insentif pajak. Misalnya industri otomotif yang bisa dipasok oleh UMKM, begitu juga furnitur, dan makanan yang bisa dipasok UMKM.
"Jadi misalnya bagaimana industri otomotif komponennya diproduksi oleh pelaku UMKM, seperti di Jepang," ujarnya.
"Jangan hanya pemanis, misalnya ada perusahaan industri baja tapi membina pengrajin keripik melinjo, padahal yang kami inginkan justru kebutuhan baja itu dibantu sektor logam. Ini konsep rantai pasok," tambahnya.
Lebih lanjut dikatakan Teten, Bank Dunia mengingatkan bahwa UMKM sebenarnya mampu menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, namun sejak krisis moneter yang mengakibatkan terjadinya deindustrialisasi, justru hanya menciptakan UMKM yang berorientasi pada ekonomi subsisten.
“Ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bersama. Kami mengurus sekitar 64 juta UMKM tapi sayang kapasitas kementerian ini kecil. Untuk itu, kolaborasi berbagai pihak sangat dibutuhkan,” katanya.
Advertisement
Creating Share Value
Teten mengajak perusahaan besar menjalankan bisnis dengan menciptakan nilai bersama atau Creating Share Value, menghasilkan nilai ekonomi sekaligus nilai bagi masyarakat dengan mengatasi tantangannya.
Ia menerangkan, hal tersebut dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yakni, bagaimana memahami kembali produk dan pasar, mendefinisikan ulang produktivitas dalam rantai nilai, dan memungkinkan pengembangan klaster lokal.
Di kesempatan tersebut turut hadir Board Advisor ISCOS/Woman Indonesia SDGs sekaligus Ketua Umum Persami (Perhimpunan Saudagar Muslim Indonesia) Siti Nur Azizah, CFCD (Coorporate Forum for CSR Development) Chairman Thendri Supriyatno, dan ISCOS SC Chair Suharman Noerman, serta mendampingi MenKopUKM, Staf Khusus MenKopUKM Bidang Ekonomi Kreatif Fiki Satari.