Di Tengah Peringatan Resesi, The Fed Masih Bersikeras Bakal Menaikan Lagi Suku Bunga

Meski peringatan resesi kian berbunyi, Gubernur The Fed mengatakan AS masih memerlukan kenaikan suku bunga untuk mendinginkan inflasi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Okt 2022, 15:11 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2022, 15:11 WIB
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Federal Reserve atau The Fed, Lisa Cook mengatakan bahwa Amerika Serikat masih memerlukan kenaikan suku bunga lebih lanjut untuk mendinginkan inflasi.

Karena inflasi tahunan AS telah melonjak ke laju tercepat dalam 40 tahun, The Fed telah bergerak agresif tahun ini untuk mengurangi permintaan, menaikkan suku bunga hingga lima kali, dengan total tiga poin persentase.

"Inflasi tetap tinggi dan tidak dapat diterima, dan data selama beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa tekanan inflasi tetap berbasis luas," kata Cook dalam pidato pertamanya sebagai anggota dewan bank sentral AS, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (7/10/2022).

Sementara The Fed tidak dapat bertindak langsung pada pasokan, maka diupayakan moderasi permintaan dengan mengetatkan kebijakan moneter, kata Cook  di Peterson Institute for International Economics.

"Kami akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai," ujar dia. 

"Memulihkan stabilitas harga kemungkinan akan membutuhkan kenaikan suku bunga berkelanjutan dan kemudian menjaga kebijakan tetap ketat untuk beberapa waktu sampai kami yakin bahwa inflasi berada di jalur yang tepat menuju tujuan dua persen kami," beber Cook.

Sebelumnya, konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah memperingatkan bahwa kebijakan moneter dan fiskal di negara maju, termasuk kenaikan suku bunga The Fed dapat mendorong resesi dan stagnasi global.

UNCTAD menyebut, ekonomi Asia dan global menuju resesi jika bank sentral terus menaikkan suku bunga tanpa mengambil langkah lain dan melihat ekonomi sisi penawaran, menambahkan bahwa soft landing yang ditargetkan kemungkikan tidak terjadi.

"Hari ini kita perlu memperingatkan bahwa kita mungkin berada di tepi resesi global yang disebabkan oleh kebijakan," kata Sekretaris Jenderal UNCTAD Rebeca Grynspan, dikutip dari CNBC International.

"Kita masih punya waktu untuk mundur dari tepi resesi. Tidak ada yang tak terelakkan. Kita harus mengubah arah," pungkasnya.

Pejabat The Fed Perkuat Kemungkinan Kenaikan Suku Bunga Lainnya

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Senada dengan Lisa Cook, pejabat The Fed lainnya, yakni Christopher Waller juga melihat tekanan harga, termasuk pada pasar perumahan AS, membuat inflasi "tidak mungkin turun dengan cepat".

"Kami belum membuat kemajuan yang berarti pada inflasi, dan sampai kemajuan itu bermakna dan terus-menerus, saya mendukung kenaikan suku bunga yang berkelanjutan," kata Waller dalam pidatonya.

Waller mengatakan bahwa selain kemungkinan kenaikan suku bunga pada bulan November dan Desember, "Saya mengantisipasi kenaikan suku bunga tambahan hingga awal tahun depan."

Dia juga mengesampingkan spekulasi bahwa pergerakan tajam di pasar keuangan dapat menyebabkan The Fed melonggarkan sikap agresifnya.

"Ini bukan sesuatu yang saya pertimbangkan atau percaya sebagai perkembangan yang sangat mungkin," katanya, mencatat bahwa "pasar beroperasi secara efektif" dan The Fed memiliki cara untuk mengatasi ketegangan.

Resesi Global Kian Dekat, Bos IMF Desak Dunia Bertindak

Resesi
Ilustrasi Grafik Resesi Credit: pexels.com/Burka

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mendesak para pembuat kebijakan global untuk mengambil tindakan guna meredam risiko resesi global.

Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (7/10/2022) dalam pidato menjelang pertemuan tahunan IMF pekan depan, Georgieva mengatakan bahwa saat ini sangat penting untuk menstabilkan ekonomi global dengan mengatasi tantangan yang paling mendesak, termasuk inflasi yang merajalela.

Akan tetapi, Georgieva juga memperingatkan proses tersebut tidak akan mudah dan mengakui bahwa jika bank sentral bergerak terlalu agresif untuk menekan tekanan harga, hal itu bisa memicu penurunan ekonomi yang "berkepanjangan".

"Ini tidak akan mudah, dan upaya itu tidak akan dilalui tanpa rasa sakit dalam waktu dekat," kata Georgieva dalam pidatonya di Georgetown University.

"Di tengah pandangan global yang semakin gelap ... risiko resesi meningkat," bebernya, mencatat bahwa sepertiga negara diperkirakan akan mengalami setidaknya dua perempat kontraksi.

Georgieva juga mengatakan, "Bahkan ketika pertumbuhan positif, masih akan terasa seperti resesi." Menurut dia, hal ini dikarenakan lonjakan harga pangan dan energi yang mengikis pendapatan.

IMF pun kembali menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global 2023 mendatang, dalam laporan yang akan diterbitkan pekan depan untuk pertemuan tahunan.

"Dalam waktu kurang dari tiga tahun kita akan hidup melalui guncangan, setelah guncangan lainnya," ujarnya.

Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain
Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya