Liputan6.com, Jakarta - Harga Bitcoin (BTC) berhasil melampaui level USD 80.000 setelah Federal Open Market Committee (FOMC) Amerika Serikat mempertahankan suku bunga acuan 4,50%. Perkembangan ini memberikan kelegaan bagi investor setelah periode ketidakpastian yang cukup panjang.
Sebelum pengumuman FOMC pada 19 Maret 2025, harga Bitcoin sempat berada di level USD 82.719, turun 1,61% dibanding hari sebelumnya. Namun, setelah keputusan diumumkan, harga Bitcoin melonjak 5,00% menjadi USD 86.854.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, harga Ethereum juga mengalami kenaikan signifikan dari USD 1.932,54 pada 18 Maret 2025 menjadi USD 2.057,75 pada 19 Maret 2025, mencatatkankenaikan sebesar 6,48% setelah sebelumnya hanya menguat tipis 0,29%.
Advertisement
Optimisme investor semakin menguat karena The Fed berencana melakukan dua kali pemangkasan suku bunga pada tahun 2025.
Di sisi lain, FedWatch dari CME menunjukkan bahwa ekspektasi investor terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga relatif rendah, sekitar 1%
CEO INDODAX, Oscar Darmawan, mengungkapkan bahwa keputusan The Fed mencerminkan stabilitas kebijakan moneter yang berdampak positif pada pasar aset kripto.
Stabilitas suku bunga cenderung mendorong investor mencari alternatif investasi dengan potensi pertumbuhan tinggi seperti Bitcoin,” kata Oscar dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Sabtu (21/3/2025).
Oscar juga menyoroti bahwa proyeksi dua kali pemangkasan suku bunga di tahun 2025 menjadi pendorong utama optimisme pasar.
“Dengan ekspektasi suku bunga yang lebih rendah, likuiditas di pasar keuangan cenderung meningkat, yang sering kali berujung pada apresiasi harga aset kripto,” jelasnya.
Aset Kripto Sensitif pada Kebijakan Ekonomi
Lebih lanjut, Oscar menjelaskan bahwa volatilitas harga Bitcoin pasca keputusan FOMC menunjukkan bahwa aset kripto sensitif terhadap kebijakan ekonomi makro.
“Investor global kini semakin memandang Bitcoin sebagai alat diversifikasi portofolio yang mampu memberikan perlindungan terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik,” jelasnya.
Di sisi lain, Oscar menilai kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump yang menetapkan tarif 25% terhadap Kanada, Meksiko, China, dan kemungkinan Uni Eropa turut berpotensi memicu inflasi.
“Kenaikan harga barang akibat tarif ini dapat mendorong masyarakat untuk mencari alternatif aset yang dapat mempertahankan daya beli mereka. Bitcoin, sebagai asetterdesentralisasi, bisa menjadi pilihan yang relevan dalam kondisi ekonomi yang penuh tekanan,” ungkap Oscar.
Advertisement
Investor Perlu Terus Memperhatikan Dinamika Ekonomi Global
Oscar juga mengingatkan bahwa meskipun Bitcoin menunjukkan ketahanan yang baik, investor tetap perlu memperhatikan dinamika ekonomi global.
“Dalam kondisi seperti ini, strategi Dollar-Cost Averaging (DCA) dapat menjadi pendekatan bijak bagi investor riteluntuk menghadapi volatilitas pasar dan memperkuat portofolio investasi mereka,” pungkasnya.
Dengan kebijakan moneter yang stabil serta meningkatnya minat terhadap Bitcoin sebagai aset lindung nilai, Oscar Darmawan optimistis bahwa pasar kripto akan terus menunjukkan ketahanan dan potensi pertumbuhan di tahun mendatang.
