Pengusaha Warteg Tak Takut Resesi Global, Ini yang Bikin Mereka Merinding

Para pengusaha warteg sudah punya pengalaman dalam menghadapi krisis moneter 1998.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Okt 2022, 18:15 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2022, 18:15 WIB
Pembatasan Jam Operasional Warung Makan di Masa PPKM Level 2
Warga makan di Warteg Bahari, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Naiknya PPKM DKI menjadi level 2 mengubah banyak aturan di wilayah tersebut, salah satunya jam operasional warteg yang diizinkan hingga pukul 21.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha warteg mengaku tidak terlalu mengkhawatirkan ancaman resesi global yang tengah mengintai. Pelaku usaha di bidang kuliner ini lebih takut bila pandemi Covid-19 kembali menerjang.

Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni menceritakan, para pengusaha warteg sudah punya pengalaman dalam menghadapi krisis moneter 1998.

Menurut dia, dampak situasi tersebut belum seberapa ketimbang krisis pandemi Covid-19 sejak 2020, yang membuat banyak pengusaha warteg gulung tikar.

"Kita ini kan punya pengalaman di krisis ekonomi 1998. Tapi kita belajar, bahwa warteg masih jalan. Orang-orang beli di warteg karena harganya paling murah," ujar Mukroni kepada Liputan6.com, Rabu (12/10/2022).

"Cuma pandemi kemarin kan hebat sekali, 2 tahun ini hampir semua tutup karena pembatasan sosial," dia menambahkan.

Oleh karenanya, ia berharap wabah virus corona tidak lagi mengganggu Indonesia. Tapi di satu sisi, Mukroni juga turut merasakan imbas dari krisis ekonomi saat ini, dimana pemasukan pengelola warteg jadi berkurang.

"Saya enggak tahu ini ke depan. Kalau itu ada pandemi lagi, udah, kita selesai lagi. Tapi kalau hanya sekadar ekonomi, mungkin kita bisa bertahan, karena kita pergerakan orang pasti butuh makan," ungkapnya.

"Cuman mungkin keuntungan kita tidak seperti yang dulu, karena daya beli masyarakat juga sekarang lagi empot-empotan. Tapi kita masih optimis lah, untuk kuliner Insya Allah optimis, dalam kondisi pandemi tidak menyertai krisis ini," tutur Mukroni.

Resesi Ekonomi Kian Dekat, IMF Pangkas Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2023

FOTO: Indonesia Dipastikan Alami Resesi
Suasana arus lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (5/11/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen, Indonesia dipastikan resesi karena pertumbuhan ekonomi dua kali mengalami minus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,7 persen tahun depan, 0,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan IMF sebelumnya pada Juli 2022.

IMF juga memperkirakan resesi akan mulai terasa pada ekonomi global di 2023 mendatang. "Selain krisis keuangan global dan puncak pandemi Covid-19, ini adalah "profil pertumbuhan terlemah sejak 2001," kata IMF dalam laporan World Economic Outlook, dikutip dari CNBC International, Rabu (12/10/2022).

Sementara itu, perkiraan IMF untuk PDB global tahun ini tetap stabil di angka 3,2 persen, namun turun dari 6 persen yang terlihat pada 2021.

“Yang terburuk bakal datang, dan bagi banyak orang pada 2023 mendatang akan terasa seperti resesi,” demikian laporan terbaru IMF, menggemakan peringatan dari PBB, Bank Dunia, dan banyak CEO perusahaan global.

Disebutkan juga, lebih dari sepertiga ekonomi global diprediksi mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Sementara tiga negara ekonomi terbesar, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa dan China - akan terus melambat.

“Tahun depan akan terasa menyakitkan,” ungkap Pierre-Olivier Gourinchas, Kepala Ekonom IMF kepada CNBC.

"Akan ada banyak perlambatan dan penderitaan ekonomi," ucapnya.

 

3 Peristiwa Besar

FOTO: Indonesia Dipastikan Alami Resesi
Warga mengenakan masker berjalan di pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (5/11/2020). BPS mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen, Indonesia dipastikan resesi karena pertumbuhan ekonomi dua kali mengalami minus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam laporannya, IMF memaparkan tiga peristiwa besar yang saat ini menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu perang Rusia-Ukraina, krisis biaya hidup, dan perlambatan ekonomi China.

IMF mengatakan, perang di Ukraina "sangat mengganggu stabilitas ekonomi global," mendorong krisis energi yang “parah" di Eropa, juga kerusakan di Ukraina.

Sejak 2021, harga gas alam telah melambung lebih dari empat kali lipat.

Terkait inflasi global, IMF memperkirakan akan memuncak pada akhir 2022, namun meningkat dari 4,7 persen pada 2021 menjadi 8,8 persen.

Inflasi global kemungkinan akan turun menjadi 6,5 persen pada tahun 2023 dan menjadi 4,1 persen pada tahun 2024, menurut perkiraan IMF.

Badan tersebut mencatat pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara untuk meredam inflasi dan “apresiasi yang kuat” terhadap dolar AS serta mata uang lainnya.

 

Infografis Sinyal Resesi dan Antisipasi Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Infografis Sinyal Resesi dan Antisipasi Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya