Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2022 mencapai Rp8.222,2 triliun atau tumbuh 9,8 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) berkat melesatnya pertumbuhan kredit.
Pertumbuhan M2 pada bulan lalu juga tercatat lebih tinggi dari pertumbuhan pada bulan September 2022 yang sebesar 9,1 persen (yoy).
"Pertumbuhan M2 pada Oktober 2022 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dikutip dari Antara, Rabu (23/11/2022).
Advertisement
Penyaluran kredit pada Oktober 2022 tumbuh 11,7 persen (yoy) menjadi Rp6.314,4 triliun, setelah bulan sebelumnya tumbuh 10,8 persen (yoy), yang terutama ditopang penyaluran kredit produktif (investasi).
Peningkatan penyaluran kredit terjadi baik pada nasabah korporasi yang tumbuh 14 persen (yoy) maupun perorangan, yakni 10,4 persen (yoy).
Sementara itu, Bank Indonesia menyatakan tagihan bersih sistem moneter kepada pemerintah pusat terkontraksi 16,8 persen (yoy), setelah bulan sebelumnya terkontraksi sebesar 32,5 persen (yoy).
Aktiva luar negeri bersih tercatat mengalami kontraksi sebesar 3,8 persen (yoy), setelah terkontraksi sebesar 5,3 persen (yoy) pada September 2022.
Pendorong Lain
Selain itu, perkembangan M2 juga didorong oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) sebesar 14,9 persen (yoy) dari bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 13,5 persen (yoy).
M1 meliputi uang kartal di luar Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tumbuh 5,5 persen (yoy) , giro rupiah 32,6 persen (yoy), serta tabungan rupiah ditarik sewaktu-waktu 6,9 persen (yoy).
Komponen M2 lainnya yaitu uang kuasi, dengan pangsa 42,7 persen, tercatat tumbuh melambat dari 3,8 persen (yoy) pada September 2022 menjadi 3,5 persen (yoy) pada Oktober 2022 menjadi Rp3.511,7 triliun. Sementara surat berharga selain saham tumbuh 29 persen (yoy) menjadi Rp26 triliun.
Komponen uang kuasi terdiri dari simpanan berjangka (rupiah dan valuta asing/valas) yang meningkat 0,3 persen (yoy), tabungan lainnya (rupiah dan valas) 16 persen (yoy), serta giro valas 14,3 persen (yoy).
Advertisement
Era Suku Bunga Rendah Tamat, Bank Indonesia Sudah Naikkan BI7DRR 175 Bps
Bank Indonesia (BI) tercatat sudah empat kali menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Kenaikan pertama, diputuskan saat Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022, sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen dari sebelumnya 3,50 persen.
Suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen.
Dilansir dari laman Bank Indonesia, Kamis (17/11/2022), keputusan kenaikan suku bunga acuan tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food.
Alasan lainnya, untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat.
Kenaikan kedua, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI7DRR sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen.
Lalu untuk suku bunga Deposit Facility naik sebesar 50 bps menjadi 3,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,00 persen.
RDG Selanjutnya
Kemudian, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Oktober 2022 memutuskan kembali untuk menaikkan BI7DRR sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50 persen.
Terbaru, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2022 memutuskan menaikkan kembali BI7DRR sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6,00 persen.
Alasan kenaikan suku bunga BI7DRR pada periode September, Oktober, dan November sama, yaitu untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting) dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023.
Advertisement