Jadi Produsen Kendaraan Listrik Terbesar Dunia, Indonesia Bakal Dibanjiri Investasi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, akan banyak investor berbondong-bondong datang ke Indonesia. Jika Indonesia berhasil membangun sebuah ekosistem kendaraan listrik.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Des 2022, 17:10 WIB
Diterbitkan 02 Des 2022, 17:10 WIB
Ilustrasi mobil listrik (Istimewa)
Ilustrasi mobil listrik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, akan banyak investor berbondong-bondong datang ke Indonesia. Jika Indonesia berhasil membangun sebuah ekosistem kendaraan listrik. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, akan banyak investor berbondong-bondong datang ke Indonesia. Jika Indonesia berhasil membangun sebuah ekosistem yang besar dengan mengintegrasikan nikel, tembaga, bauksit, dan timah untuk kendaraan listrik atau Electronic Vehicle.

“Kalau baterainya jadi, kita tidak usah muter-muter ke investasi. Orang akan datang ke sini, percaya ke saya, karena ekosistem besarnya ada disini,” kata Jokowi dalam Rapimnas KADIN 2022, Jumat (2/12/2022).

Bahkan Jokowi mengaku sudah menghitung, kedepan produksi EV baterai itu 60 persen akan ada di Indonesia. Sehingga, siapapun yang akan membuat mobil dan motor listrik akan datang ke Indonesia, karena bahan bakunya sudah lengkap.

“Saya sudah hitung-hitung nanti produksi EV battery itu 60 persen ada di Indonesia, percaya ke saya. Sehingga siapapun yang ingin membangun mobil dan motor listrik pasti bakal kesini karena lebih efisien barangnya semua ada, tembaganya ada, bauksitnya, untuk mobil badan pesawat semuanya ada disini,” ujarnya.

Namun, menurut Jokowi, mengintegrasikan sumber daya alam yang dimiliki agar menjadi suatu ekosistem yang besar masih dihadapkan dengan kesulitan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar Pemerintah pusat maupun daerah serta dengan para stakeholder.

“Yang sulit dari dulu adalah mengintegrasikan itu menjadi ekosistem yang besar. Itu yang tidak pernah kita kerjakan. Ini proyek jalan sendiri, itu jalan sendiri sehingga tidak memiliki nilai tambah yang besar,” ujarnya.

Justru akhirnya Indonesia dimainkan oleh negara lain, karena belum mampu untuk mengintegrasikan kekayaan alamnya menjadi ekosistem besar. Misalnya, tembaga sudah lebih dari 50 tahun ada di Papua, namun smelternya ada di Jepang dan Spanyol.

“Contoh saja, tembaga sudah lebih dari 50 tahun di Papua, smelternya ko ada di Jepang, Spanyol, kita dapat apa? Kita diem saja, terus pengusaha daerah dapat apa, UMKM kita dapat apa? Ini gerbong besar. Inilah ekosistem ini akan dibangun kalau bisa mengintegrasikan itu,” ujarnya.

 

Bakal Integrasikan

Jokowi Dialog Ekonomi dengan Para Pelaku Pasar Modal
Presiden Joko Widodo saat dialog ekonomi dengan para pelaku pasar modal di BEI, Jakarta, Selasa (4/7). Dalam dialog tersebut Jokowi meyakinkan para pelaku pasar modal akan investasi di Indonesia yang tumbuh sangat bagus. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati demikian, Jokowi menyatakan akan berusaha keras untuk menintegrasikan hal itu semua untuk mendorong Indonesia menuju ke peradaban baru, yakni Indonesia emas 2045.

“Saya akan berusaha sekuat tenaga agar ini terintegrasi dan menjadi lompatan negara kita menuju peradaban baru,” ujarnya.

Jika semuanya berhasil diintegrasikan, maka sumber daya alam seperti nikel, tembaga, timah dan bauksit tersebut akan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dari sebelumnya.

“Saya ceritakan mengenai nikel yang dulu ekspor mentah hanya USD 1,1 miliar berarti kira-kira sekitar Rp 18 triliun. Sekarang sudah lebih dari Rp 320 triliun naiknya 18 kali lipat. Itu hanya urusan nikel mentah menjadi stainless steel, belum menjadi EV baterai kemudian menjadi mobil dan pesawat, saya tidak tahu berapa puluh kali lipat nilai tambah itu akan muncul,” pungkasnya. 

Jokowi Tak Ingin Indonesia Senasib dengan Amerika Latin, Kenapa?

[Fimela] Presiden Jokowi
Dalam pidato pembukaan Google for Indonesia, Presiden Jokowi mengutarakan pesan dan dukungannya untuk UMKM dan anak-anak muda yang berkiprah di bidang teknologi. | Google Indonesia

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan Indonesia sudah lama menyatakan sebagai negara dengan ekonomi terbuka. Namun terbukanya ekonomi Indonesia tidak boleh disalah artikan.

Sebab dia tak ingin Indonesia bernasib sama dengan Amerika Latin yang terjebak puluhan tahun menjadi negara berkembang.

"Sudah lebih dari 50, 60, 70 tahun negara mereka berkembang terus. Bukan berkembang terus, tapi menjadi negara berkembang terus," kata Jokowi pada acara Kompas 100 CEO Forum 2022 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12).

Negara-negara Amerika Latin kata Jokowi di tahun 1950 dan 1960 telah menjadi negara berkembang. Mereka juga membuka ekonominya dan menjadi negara berpendapatan menengah dalam beberapa waktu kemudian.

Hanya saja, mereka sangat membuka pintu yang lebar bagi para investornya. Cara ini memang benar tetapi perlu diwaspadai.

"Problemnya mengartikan keterbukaan itu membuka seluas-luasnya untuk investor. Ini bener. Ini betul. Tapi hati-hati, beda yang saya lihat di Taiwan dan Korea. Ini yang harus betul-betul di design secara konsisten dan harus kita lakukan terus," tutur Jokowi.

Caranya, dengan membuat negara lain bergantung kepada Indonesia. Beberapa kali Indonesia telah berhasil melakukannya. Ada beberapa negara yang memang sangat tergantung dengan komoditas unggulan Indonesia.

"Ini sudah beberapa kali saya cek. Siapa sih yang bergantung kepada kita. Ternyata banyak sekali. Begitu batubara kita stop dua minggu saja, yang telpon ke saya banyak sekali kepala negara, perdana menteri, presiden," tuturnya.

"Oh ini tergantung, tergantung, tergantung, kok banyak sekali. Saya kaget juga," sambungnya.

CPO Indonesia

Presiden Jokowi dalam Rapimnas Kadin, Jumat (2/12/2022).
Presiden Jokowi dalam Rapimnas Kadin, Jumat (2/12/2022). Dia menegaskan, Indonesia harus tetap optimis pertumbuhan ekonominya bisa terus tumbuh positif, di tengah ekonomi global yang diprediksi 2023 akan bergejolak.

Rupanya kata Jokowi, tidak hanya batu bara. Banyak negara yang juga sangat tergantung dengan CPO dari Indonesia. Bahkan ketika Indonesia melarang ekspor CPO, banyak pihak yang mempertanyakan kebijakan tersebut.

"Begitu juga minyak, CPO. Begitu kita stop, ya karena saya harus stop. Banyak pertanyaan dari luar dari IMF dari Bank Dunia, kenapa stop," kata dia.

"Ya karena dalam negerinya ilang barangnya. Saya harus utamakan rakyat saya dulu," imbuhnya.

Kepada dunia, Jokowi menegaskan, Indonesia tidak bisa dengan mudahnya memberikan hasil produksinya ke negara lain sementara di negara sendiri kekurangan. Keputusan ini pun dianggap banyak pihak sebagai kekeliruan.

"Banyak yang menyatakan itu keliru, ya terserah enggak apa-apa, pendapat orang berbeda-beda. Saya utamakan rakyat saya," ungkapnya.

Hasilnya, lanjut Jokowi, kebijakan itu pun tidak salah langkah. Sebaliknya, hingga kini harga minyak goreng di dalam negeri sangat stabil dan terjangkau bagi masyarakat.

"Bisa saya cek kemarin di dua pasar, baru sehari dua hari kemarin masih di Rp 14.000 dan sebagian di bawah Rp 14.000," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya