BPKN: UU Perlindungan Konsumen Berusia 21 Tahun, Sudah Ketinggalan

BPKN berharap revisi undang-undang perlindungan konsumen (RUUPK) akan memberi ruang yang memadai bagi BPKN, seperti independensi BPKN, kemandirian BPKN dan hak ekskuturial BPKN.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Des 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 21 Des 2022, 16:00 WIB
bpkn-130925b.jpg
BPKN berharap revisi undang-undang perlindungan konsumen (RUUPK) yang akan digodok pada tahun depan, akan memberi ruang yang memadai bagi BPKN, seperti independensi BPKN, kemandirian BPKN dan hak ekskuturial BPKN.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim berharap revisi undang-undang perlindungan konsumen (RUUPK) yang akan digodok pada tahun depan, akan memberi ruang yang memadai bagi BPKN, seperti independensi BPKN, kemandirian BPKN dan hak ekskuturial BPKN.

"Tiga itu menurut kami wajib ada kalau kita ingin mengedepankan keamanan keselamatan kenyamanan masyarakat kita," ujar Rizal dalam acara 'Catatan Akhir Tahun Perlindungan Konsumen Tahun 2022 BPKN' Jakarta, Rabu (21/12).

Pada penghujung tahun 2022 merupakan momentum supaya pemerintah memperkuat perlindungan konsumen, salah satunya melalui revisi undangan-undangan Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (RUUPK).

Dia menjelaskan pandemi covid-19 sudah menunjukkan perlindungan konsumen di Indonesia masih lemah, lewat fenomena panic buying, kelangkaan barang kebutuhan dan melonjaknya harga beberapa komoditas penting.

"RUUPK perlu dilakukan dari sisi rentang waktu, UU perlindungan konsumen sudah berusia 21 tahun. Artinya sudah banyak ketinggalan dengan isu-isu aktual di bidang perlindungan konsumen. Seperti masalah konsumen di era digital dan perlindungan data pribadi," jelasnya.

Oleh karena itu, dengan merespons dinamika yang saat ini terjadi masyarakat, Menurut undang-undang perlindungan konsumen perlu direvisi agar relevan dengan perkembangan saat ini.

"BPKN-RI terus memperkokoh komitmen terhadap perlindungan dan keamanan konsumen, komitmen ini dikukuhkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman antara BPKN RI dengan stakeholder dan juga melakukan edukasi secara masif," terang dia.

Rizal pun mengungkapkan sejak tahun 2017 hingga 2022 BPKN mencatat 8.126 pengaduan yang di dominasi pengaduan jasa keuangan, e-commerce, dan perumahan.

Sedangkan sejak tahun 2005 hingga 2022 BPKN telah mengirim 252 rekomendasi kepada Kementerian/Lembaga (K/L), namun hanya 65 K/L yang telah merespon rekomendasi BPKN.

"Percepatan sinkronisasi, harmonisasi, respon kebijakan bidang perlindungan konsumen perlu dikedepankan sebagai salah satu program strategis nasional, baik secara langsung dan tidak langsung untuk membantu akselerasi pemulihan ekonomi nasional sesuai Visi Misi Presiden Joko Widodo," tambahnya.

 

BPKN Terima 1.059 Pengaduan dengan Kerugian Rp 102 Miliar selama 2022

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) merespon kasus gagal ginjal akut massal pada anak usia dini, yang disebakan oleh peredaran obat sirup.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) merespon kasus gagal ginjal akut massal pada anak usia dini, yang disebakan oleh peredaran obat sirup.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menggelar acara refleksi akhir tahun di penghujung Desember ini. Lembaga yang bertugas menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat ini mengungkapkan terdapat tiga pengaduan yang tinggi sepanjang 2022.

Kepala BPKN Rizal E Halim mengatakan, BPKN menerima 1.059 pengaduan dengan total kerugian konsumen per 16 Desember 2022 sebesar Rp 102 miliar selama 2022.

"BPKN terus memperkokoh komitmen terhadap perlindungan dan keamanan konsumen komitmen dikukuhkan melalui penandatangan nota kesepahaman antara BPKN Ri dengan stakeholder dan juga melakukan edukasi secara masif," ujar dia dalam acara 'Catatan akhir tahun 2022 BPKN', Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Wakil Kepala BPKN Muhammad Mufti Mubarok mengungkapkan, ketiga sektor yang mendapat pengaduan dari masyarakat paling menonjol adalah jasa keuangan, e-commerce, dan perumahan.

Untuk sektor jasa keuangan ada 5 kasus hal yang menonjol yakni asuransi, kasus-kasus koperasi di tingkat kota, perbankan, uang digital, pembiayaan leasing, dan juga pinjaman online.

"Asuransi kasusnya seperti Jiwasraya, Asabri ini masih terus dilakukan, kasus koperasi tingkat kota seperti yang ada di kota Medan. Koperasi-koperasi dengan investasi berbalut dengan koperasi, pinjaman online," ujar Mufti.

Kemudian kedua, dari sisi e-commerce, kasus yang sering diadukan seperti pengembalian tiket atau barang, pembatalan transaksi, pembelian barang-barang palsu, COD.

selanjutnya ketiga, pada sektor perumahan. Menurutnya kasus sektor perumahan yang masih hangat saat ini adalah terkait Meikarta pembangunan yang mangkrak, dan juga legalitas bangunan dan tanah, serta pengembalian pembiayaan DP atas pembatalan.

"Biasanya para pengembang ini memainkan sertifikat masih atas nama yang lama namun sudah melakukan transaksi kepada konsumen, itu sudah melanggar UU. pengembalian dana DP ini masih masalah artinya DP yang mestinya kembali ini tidak kembali," terang dia.

 

Temuan BPKN: Korban Gagal Ginjal Akut Belum Terima Ganti Rugi

Ilustrasi Korban Kasus Gagal Ginjal Akut Anak (Foto: BPKN)
Ilustrasi Korban Kasus Gagal Ginjal Akut Anak (Foto: Badan Perlindungan Konsumen Nasional/BPKN)
BPKN-RI
BPKN-RI gelar Media Briefing di Gedung BPKN, Gondangdia, Jakarta.

Badan Perlulindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah mendapatkan 8 fakta terbaru mengenai kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Termasuk adanya ketidakharmonisan koordinasi antar lembaga di pemerintah.

Hal ini diungkap bersasar temuan dari Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh BPKN dan beberapa pemangku kepentingan lainnya. Ketua TPF Mufti Mubarok menyampaikan pihaknya telah melakukan sejumlah investigasi untuk mendalami fakta.

"Sebagian besar korban tidak memiliki komorbid, berdasarkan data Kemenkes, ada 74 persen dari 324 korban adalah balita. Hampir semuanya dari kalangan menengah bawah atau skala ekonomi dibawah," kata dia dalam konferensi pers di Gedung BPKN, Rabu (13/12/2022).

Dia menuturkan, ada 8 temuan yang jadi konsentrasi. Pertama, ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar instansi di sektor kesehatan dan kefarmasian dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA.

Kedua, adanya kelalaian instansi atau otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk jadi obat. Ketiga, ketidaktransparanan terkait penindakan oleh penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi.

Keempat, tidak adanya protokol khusus penanganan krisis terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA. Kelima, belum adanya kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah.

Keenam, belum adanya ganti rugi kepada korban kasus gagal ginjal akut progresif atipika dari pihak industri Farmasi. Ketujuh, Bahan kimia EG dan DEG merupakan bahan yang termasuk dalam kategori berbahaya bagi kesehatan dan memerlukan pengaturan khusus.

"Kedelapan, belum dilibatkannya instansi atau otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian. Keterlibatan BPKN dan YLKI ini tentu hal penting ketika menangani kasus ini," bebernya.

Disetor ke Presiden

Konferensi pers soal kompensasi atau ganti rugi yang belum diberikan kepada korban kasus gagal ginjal akut Gedung BPKN, Rabu (14/12/2022).
Konferensi pers soal kompensasi atau ganti rugi yang belum diberikan kepada korban kasus gagal ginjal akut Gedung BPKN, Rabu (14/12/2022).

Pada kesempatan yang sama, Ketua BPKN Rizal W Halim menyebut hasil temuan ini akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat. Setidaknya ada 4 rekomendasi yang akan disampaikan.

Pertama, Sebagai bentuk empati dan simpati GGAPA, idnustri farmasi dipandang perlu memberikan kompensasi bagi kroban yang dirawat di RS, korban pulang masih rawat, dan santunan bagi keluarga korban yang sudah meninggal.

Kedua, BPKN meminta pemerintah menugaskan BPKP untuk melakukan audit secara menyeluruh dari terkait pengawasan dan peredaran obat-obatan, penggunaan bahan baku obat di sektor farmasi.

"Ketiga, Kami minta pemeirntah melalaui kepolisian melakukan tindakan tegas ke seluruh pihak yang bertanggung jawab dan tentunya melakukan pengembangan kasus secara terang benderang," ujar dia.

"Karena persoalan kesehatan menyangkut kepentingan dan keselamatan publik, untuk menjadi pemenuhan hak publik secara umum diperlukan penguatan lembaga konsumen secara mandiri," pungkasnya.

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya