Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia turun pada perdagangan Rabu setelah meluncur lebih dari USD 3 per barel. Amblasnya harga minyak usai data pemerintah AS menunjukkan peningkatan besar pada stok minyak mentah, bensin dan sulingan. Sementara OPEC dan sekutunya bertahan pada kebijakan produksi mereka.
Dikutip dari CNBC, Kamis (2/1/2023), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup turun USD 2,62 atau 3,1 persen pada USD 82,84 per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 2,46 atau 3,1 persen menjadi USD 76,41.
Baca Juga
Persediaan minyak mentah dan bahan bakar AS naik minggu lalu ke level tertinggi sejak Juni 2021 usai permintaan tetap lemah.
Advertisement
Persediaan minyak mentah naik 4,1 juta barel menjadi 452,7 juta barel, jauh lebih curam dari kenaikan 0,4 juta barel yang diperkirakan analis dalam jajak pendapat Reuters.
“Pasar bereaksi terhadap laporan yang menunjukkan tidak adanya permintaan minyak mentah atau bahan bakar,” kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.
Federal Reserve menaikkan target suku bunganya sebesar seperempat persentase poin pada hari Rabu, namun terus memberi sinyak kenaikan berkelanjutan dalam rangka mengendalikan inflasi.
“Inflasi agak mereda tetapi tetap tinggi,” kata bank sentral AS dalam sebuah pernyataan.
Pertahankan Produksi
Menteri dari kelompok produsen OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia mempertahankan kebijakan produksi mereka tidak berubah pada hari Rabu.
Produksi minyak OPEC turun pada Januari, karena ekspor Irak turun dan produksi Nigeria tidak pulih, dengan 10 anggota OPEC memompa 920.000 barel per hari (bpd) di bawah volume yang ditargetkan OPEC+, sebuah survei Reuters menemukan.
Kekurangan tersebut lebih besar dari defisit 780.000 bpd pada bulan Desember.
Di tempat lain, Wakil Perdana Menteri Rusia mengatakan dia memperkirakan permintaan minyak akan meningkat karena aktivitas ekonomi China.
Advertisement
Usai Terperosok, Harga Minyak Stabil di USD 85,46 per Barel
Sebelumnya, harga minyak ditutup stabil pada hari Selasa setelah pulih dari level terendah hampir tiga minggu, menarik dukungan dari melemahnya dolar dan pada data yang menunjukkan bahwa permintaan minyak mentah dan produk minyak AS naik pada bulan November.
Dikutip dari CNBC, Rabu (1/2/2023), kontrak minyak Brent menetap di USD 85,46 per barel, naik 96 sen atau 1 persen. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS menetap di USD 78,87 per barel, naik 97 sen atau 1,3 persen.
Lebih banyak volatilitas pada hari kedaluwarsa membuat kontrak bulan depan di bawah tekanan karena pedagang menutup posisi, kata analis Mizuho Robert Yawger. Kontrak bulan depan menetap di $84,49 per barel, turun 41 sen.
Selama sesi, bulan depan Brent dan WTI berjangka menyentuh level terendah dalam hampir tiga minggu karena para pedagang khawatir tentang prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut dan aliran minyak mentah Rusia yang melimpah.
Kontrak berjangka Brent April dan WTI bulan depan AS naik setelah Administrasi Informasi Energi AS melaporkan bahwa permintaan minyak mentah dan produk minyak AS naik 178.000 barel per hari (bph) pada November menjadi 20,59 juta bph, tertinggi sejak Agustus.
Benchmark minyak mentah juga didukung oleh dolar AS yang lebih lemah, kata analis UBS Giovanni Staunovo. Hal ini membuat minyak mentah berdenominasi dolar lebih murah bagi pembeli asing.
Pelamahan Dolar AS
Indeks dolar berbalik negatif setelah data AS menunjukkan biaya tenaga kerja meningkat pada laju paling lambat dalam satu tahun pada kuartal keempat karena pertumbuhan upah melambat, memperkuat ekspektasi Fed memperlambat kenaikan suku bunga.
Investor mengharapkan Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada hari Rabu, dengan kenaikan setengah poin persentase oleh Bank of England dan Bank Sentral Eropa pada hari berikutnya.
Panel OPEC kemungkinan akan merekomendasikan agar kebijakan produksi grup tidak berubah ketika bertemu pada hari Rabu, delegasi mengatakan kepada Reuters pada hari Senin.
Namun, pelemahan Selasa di harga Brent bulan depan dapat menimbulkan kekhawatiran di grup, kata Yawger. Hal ini memperlebar contango di pasar, yang terjadi ketika harga berjangka menunjukkan harga komoditas diperkirakan akan jauh lebih tinggi di masa mendatang.
Advertisement