Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia tercatat stabil pada perdagangan Rabu (20/3), dipengaruhi oleh sikap Federal Reserve (The Fed) yang mempertahankan suku bunga tetap di tengah ketidakpastian prospek ekonomi global.
The Fed sesuai ekspektasi tidak mengubah suku bunga, namun memberikan sinyal bahwa pemangkasan suku bunga kemungkinan besar akan dilakukan tahun ini. Dalam pernyataan resminya, The Fed menyoroti bahwa “ketidakpastian terhadap outlook ekonomi mengalami peningkatan,” yang menjadi perhatian utama pasar komoditas, termasuk harga minyak mentah.
Advertisement
Baca Juga
Harga Minyak Mentah Brent dan WTI Menguat Tipis
Dikutipd ari CNBC, Kamis (20/3/2025), harga minyak mentah Brent ditutup naik 22 sen atau 0,31% ke level USD 70,78 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga menguat 26 sen atau 0,39% menjadi USD 67,16 per barel.
Advertisement
Namun, penguatan harga minyak sedikit teredam setelah keputusan The Fed. Para pelaku pasar khawatir, kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global, sehingga berpotensi menurunkan permintaan minyak dunia.
Stok Minyak Mentah AS dan Distilat Berubah Signifikan
Berdasarkan data pemerintah AS, stok minyak mentah naik 1,7 juta barel menjadi 437 juta barel pekan lalu, lebih tinggi dari perkiraan analis yang hanya memprediksi kenaikan 512.000 barel.
Sebaliknya, persediaan distilat yang mencakup diesel dan minyak pemanas mengalami penurunan signifikan sebesar 2,8 juta barel menjadi 114,8 juta barel. Penurunan ini lebih besar dibanding ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan penurunan 300.000 barel.
"Data EIA menunjukkan penurunan bersih produk minyak, memberikan sentimen positif untuk pasar," ujar Josh Young, Chief Investment Officer di Bison Interests.
Ketegangan Rusia-Ukraina dan Potensi Dampak Terhadap Pasokan Minyak
Harga minyak sebelumnya sempat turun 1% setelah Rusia menyetujui usulan Presiden Trump untuk menghentikan sementara serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina.
Analis menilai kesepakatan ini meningkatkan peluang perdamaian dan membuka potensi kembalinya minyak Rusia ke pasar global.
Meski demikian, gencatan senjata penuh masih diragukan. Kedua negara saling menuduh telah melanggar kesepakatan tersebut beberapa jam setelah dicapai. Namun, pertukaran tawanan tetap berlangsung sebagai langkah awal menuju perundingan lebih lanjut.
Menurut analis Panmure Liberum, Ashley Kelty, meskipun kesepakatan tercapai, dibutuhkan waktu bagi ekspor energi Rusia untuk kembali pulih signifikan.
Advertisement
Tarif AS dan Ketegangan Timur Tengah Jadi Faktor Tekanan Harga Minyak
Selain itu, kebijakan tarif AS terhadap Kanada, Meksiko, dan China meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya resesi, yang turut menekan harga minyak global karena prospek permintaan minyak yang melemah.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah turut menjadi sorotan. Militer Israel kembali melancarkan operasi darat di Gaza tengah dan selatan setelah gencatan senjata yang berlaku sejak Januari dilanggar.
Presiden Trump juga menegaskan akan terus melancarkan serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman serta memperingatkan Iran terkait serangan kelompok tersebut yang telah mengganggu jalur pelayaran di Laut Merah.
Fokus Pasar Minyak ke Depan
Menurut analis Goldman Sachs, meski ketegangan geopolitik di Timur Tengah meningkat, fokus pasar minyak global tetap berada pada potensi penurunan harga akibat perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian kebijakan moneter.
