Keberadaan Neobank Buka Akses Permodalan bagi UMKM

Terrdapat 65 juta UMKM di Tanah Air, yang berkontribusi sebesar 61,07 persen terhadap PDB, atau sekitar Rp 8.573 triliun (USD 600 miliar USD)

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Feb 2023, 20:17 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2023, 20:17 WIB
UMKM
Terdapat 65 juta UMKM di Tanah Air, yang berkontribusi sebesar 61,07 persen terhadap PDB, atau sekitar Rp 8.573 triliun (USD 600 miliar USD. Foto Ilustrasi: pexels.com/@thatguycraig000

Liputan6.com, Jakarta Berkomitmen untuk menyediakan ekosistem keuangan digital yang lebih inklusif, KoinWorks, yang kini telah menjadi neobank untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pertama di Indonesia, membentuk departemen Impact & ESG (Environment, Social, Governance).

Angelique Timmer, seorang ahli impact finance global, ditunjuk untuk memimpin departemen ini untuk memastikan dampak sosial yang diberikan KoinWorks dapat terukur secara keseluruhan agar dapat terus memberikan produk dan layanan yang berorientasi pada konsumen, dan membantu UMKM agar memiliki bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan.

KoinWorks telah memberikan dampak sosial sejak pertama kali didirikan dengan membuka akses keuangan dan modal usaha kepada UMKM yang belum terlayani oleh lembaga keuangan konvensional (underserved), serta membantu mereka dalam mentransformasi bisnisnya ke platform digital. Akan tetapi, masih banyak yang harus dilakukan untuk pertumbuhan UMKM yang inklusif dan berkelanjutan kedepannya.

“Prioritas utama kami ke depan adalah menampilkan metrik dampak sosial yang akuntabel. Dengan metrik yang tepat, kita tidak hanya dapat melihat bagaimana 65 juta UMKM berkontribusi terhadap perkembangan kelas menengah di Indonesia, melalui angka dan narasi, tetapi kita juga dapat memahami nilai serta kebutuhan mereka secara keseluruhan.” jelas Angelique.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat 65 juta UMKM di Tanah Air, yang berkontribusi sebesar 61,07 persen terhadap PDB, atau sekitar Rp 8.573 triliun (USD 600 miliar USD). UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja nasional. Sayangnya, sekitar 46 juta atau 77,6 persen UMKM masih tergolong underserved.

“Ketika kita, perusahaan fintech, mitra bisnis, dan pemerintah mengetahui dan dapat menjelaskan nilai UMKM dalam metrik dan storytelling, kita dapat berkolaborasi untuk memberikan alternatif terhadap sistem yang ada sehingga dapat melayani kebutuhan UMKM yang masih kurang terlayani, dan merangkul mereka ke dalam ekosistem keuangan. Di dunia pasca-COVID-19 ini, harus dipahami bahwa inklusi keuangan adalah strategi yang penting bagi semua," tutur Angelique Timmer.

 

 

Solusi Keuangan

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Dengan adanya departemen Impact & ESG di KoinWorks ini, Angelique Timmer lebih lanjut menjelaskan bahwa, selain menyusun impact metrics yang dapat dipertanggungjawabkan, pihaknya juga bertujuan untuk memberikan solusi keuangan dan non-keuangan digital, seperti program-program edukasi untuk menjawab kebutuhan UMKM Indonesia, dan menciptakan komunitas UMKM yang terus berkembang.

“Memberikan dampak sosial berkelanjutan adalah inti dari DNA KoinWorks. Di bawah kepemimpinan Angelique dalam Impact & ESG, kami akan terus mengembangkan inovasi untuk membantu UMKM beradaptasi dan tumbuh di tengah lanskap bisnis yang berkembang," ungkap CEO dan Co-Founder KoinWorks  Benedicto Haryono.

"Pemahaman Angelique akan pentingnya perubahan pola pikir dalam mendorong inklusi keuangan untuk segmen underserved akan semakin mendukung kami dalam memberdayakan dan menyediakan apa yang benar-benar dibutuhkan pelaku UMKM," lanjut dia.

Sejak didirikan pada tahun 2016, KoinWorks telah mendukung sekitar 850.000 UMKM dalam mendapatkan akses pendanaan, di mana 25 persen dari UMKM ini mendapat pendanaan pertama mereka dari KoinWorks.

Selain itu, KoinWorks juga berhasil menggandakan jumlah UMKM yang dipimpin perempuan (female-led businesses) yang mereka dukung. Kehadiran departemen Impact & ESG tentunya dapat semakin meningkatkan pertumbuhan ini dan memperkuat komitmen KoinWorks dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) PBB pada tahun 2030.

Neobank Bakal Makin Menjamur, Bank Konvensional Kian Terancam?

Ilustrasi daftar kode bank
Ilustrasi daftar kode bank. (Photo by vectorjuice on Freepik)

Fenomena munculnya neobank atau bank-bank digital diprediksi akan terus berlanjut tahun depan. Bahkan, Indonesia Fintech Society (IFSoc) juga melihat tren akuisisi bank terhadap perusahaan digital dan sebaliknya akan juga mengikuti perkembangan ini.

Steering Committee IFSoc Rudiantara menyebutkan banyaknya muncul neobank ini mampu mendorong tingkat inklusi keuangan Indonesia. Dengan adanya kerja sama antara perusahaan digital dan bank konvensional ini mampu memberikan dorongan untuk pemerataan akses keuangan.

“Fenomena Noebank ini akan bantu address inklusi keuangan, kita tahu perbankan konvensional banyak yang besar sudah masuk ke teknologi, mereka menerapkan teknologi,” katanya dalam konferensi pers, Kamis (9/12/2021).

Di sisi lain, banyak yang berangkat dari perusahaan pemilik aplikasi atau platform digital yang juga melirik sektor perbankan. Rudiantara menilai hal ini akan berimbas bagus bagi ekosistem perbankan dan teknologi.

Menurut catatannya tren ini sejalan dengan adanya penerbitan POJK No 12/2021 Bank Umum dan POJK No 13/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum sebagai kerangka kebijakan yang mempertegas pengertian atau adanya neobank.

Kemudian tren akuisisi bank kecil oleh perusahaan teknologi dan transformasi digital dari bank konvensional masih terus berlanjut. Hal ini dilakukan sebagai langkah transformasi bisnis untuk menjadi neobank.

“Per Agustus 2021 jumlah kantor bank umum sebanyak 29.683 atau turun sebanyak 6,5 persen. Dimana pada tahun 2018 jumlah kantor bank umum sebanyak 31.604,” kata dia.

Mengutip paparannya, tren transformasi digital perbankan telah dimulai sejak 2016 lalu dengan munculnya Jenius dari BTPN. Lalu pada disusul pada 2017 ada Bank DBS dan Bank Bukopin juga mengeluarkan yang serupa.

Pada 2018, Permata Bank juga ikut melakukannya, dan 2019 giliran OCBC NISP dan Danamon yang berperan. Pada 2020 dan 2021 secara berurutan ada produk dari Bank UOB dan muncul Aladin.

Tren Akuisisi dan Transformasi Neobank

Ilustrasi Bank Sentral
Ilustrasi Bank Sentral. Photo copyright by Freepik

Sementara itu, Rudiantara menyebut tren akuisisi dan transformasi neobank telah dicontohkan beberapa bank konvensional. Misalnya, BCA yang telah memulai dengan telebanking, lalu phone banking dan kini sudah online banking.

“BCA juga punya anak yang bisa dikatakan neobank. BTPN juga sudah lakukan forward integration hilirisasi memanfaatkan teknologi informasi untuk perkuat kanal pasar ritel dengan Jeniùs,” katanya.

Masih dalam paparannya, BCA sebagai induk mengakuisisi atau memiliki anak usaha Bank Royal dan menciptakan BCA Digital. BRI miliki anak usaha BRI Agroniaga dan menghasilkan Bank Raya Indonesia. SEA mengakuisisi Bank BKE menghasilkan Bank Seabank.

“ini juga terbalik ada industri digital yang mengakuisisi bank kecil, ada Akulaku, Gojek dan Emtek yang terbaru,” katanya.

Diketahui, Akulaku mengakuisisi Bank Yudha Bhakti dan menghasilkan Bank Neo Commerce. Lalu Gojek dengan Bank Arios menghasilkan Bank Jago, lalu ada EMTEK dengan Bank FAMA. Kemudian ada Kredivo dengan Bank Bisnis Internasional. WeLab dengan Bank Jasa Jakarta, dan Ajaib dengan Bank Bumi Artha dan Primasia Sekuritas.

“Ini IFSoc menilai bahwa ini suatu terobosan bagus dan kita dorong terus ada di Indonesia. ini akan diikuti dengan arsitektur perbankan nasional beberapa saat kedepan, dan segi kebijakan harus diarahkan ke arah sana,” tukasnya.

  

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya