Bahaya, The Fed Diramal Kerek Suku Bunga Acuan hingga 6 Persen

Bank of America memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga hingga mencapai 6 persen.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 01 Mar 2023, 13:30 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2023, 13:30 WIB
Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Liputan6.com, Jakarta Bank of America (BofA) memprediksi Federal Reserve atau The Fed akan menaikkan suku bunganya hingga mencapai 6 persen.

Melansir US News, Rabu (1/3/2023) BofA Global Research mengatakan, angka tersebut didukung oleh permintaan konsumen AS yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat, mendorong bank sentral untuk melawan inflasi lebih lama.

Angka itu juga lebih tinggi dari puncak 5,4 persen pada bulan September 2022 yang saat ini diperkirakan oleh para investor.

"Permintaan agregat perlu melemah secara signifikan agar inflasi kembali ke target The Fed. Normalisasi rantai pasokan lebih lanjut dan perlambatan pasar tenaga kerja akan membantu, tetapi hanya sampai tingkat tertentu," kata BofA dalam catatan tertanggal 27 Februari.

"Selain itu, proses ini memakan waktu lebih lama dari yang kami dan pasar perkirakan," tambahnya.

Sikap hawkish BofA muncul setelah baru-baru ini menambahkan prediksi untuk kenaikan seperempat basis poin lainnya di bulan Juni  mengikuti langkah serupa di bulan Maret dan Mei, untuk ekspektasi tingkat puncak 5,25 -5,5 persen.

Bank tersebut juga memperkirakan ekonomi AS akan menuju ke resesi pada kuartal ketiga tahun 2023.

Beberapa waktu sebelumnya, Goldman Sachs dan BofA telah memperkirakan Federal Reserve akan kembali menaikkan suku bunga hingga tiga kali lagi tahun ini.


Harga Emas Dunia Diprediksi Tergelincir, The Fed dan Inflasi Jadi Biang Keladi

Harga Emas Terus Bersinar di Tahun 2020, Penjualan Emas Antam Capai Rp 6,41 T
Untuk memperkuat nilai tambah produk emas, Antam terus melakukan inovasi produk dan penjualan.

Inflasi global yang semakin meningkat mengancam harga emas berada pada titik rendah, bahkan mampu menekan harga emas turun di bawah USD 1.800 per ons.

Dilansir dari laman Kitco News, Senin (27/2/2023), kejutan besar minggu lalu datang dari risalah pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang hawkish, yang mengungkapkan bahwa beberapa anggota FOMC condong ke arah kenaikan 50 basis poin daripada kenaikan 25 bps yang lebih dovish yang diadopsi pada pertemuan Februari.

Selain itu, data inflasi PCE yang dijadikan acuan The Fed tahunan dipercepat pada bulan Januari, mencapai 4,7 persen dibandingkan dengan yang diharapkan 4,3 persen.

"Ada reset besar dalam seberapa tinggi suku bunga akan pergi. Orang-orang sekarang berpikir lebih dari 6 persen. Itu cukup signifikan sehingga mematahkan punggung emas," kata analis pasar senior OANDA Edward Moya.

Menurut dia, jika ada momentum lebih lanjut menuju USD 1.800 per ons, itu bisa hal yang jelek untuk emas, dan harga bisa turun lagi USD 50.

Adapun tercatat emas berjangka Comex bulan April diperdagangkan pada USD 1.816,60 per ons, turun selama lima minggu berturut-turut.

"Ini adalah poin penting di sini. Jika kita mendapatkan penutupan mingguan di bawah USD 1.807- USD1.805, ini berisiko mengalami penurunan besar. Dan bisa dikisaran USD 1.750-an," kata ahli strategi teknis senior Forex.com Michael Boutros.

Menurut Boutros, hal ini adalah prospek makro yang membebani emas. Pada bulan Januari, logam mulia menguat karena gagasan bahwa Fed dapat memangkas suku bunga pada akhir tahun 2023.

Sekarang, kenyataannya mulai terlihat, jelas Boutros. "Dan angka inflasi yang kami dapatkan hari ini menunjukkan, dan penyesuaian terhadap suku bunga yang lebih tinggi memukul pasar," katanya.


The Fed Kerek Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya ke Saham Bank?

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) kembali menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu, 1 Februari 2023 atau Kamis dini hari, 2 Februari 2023 waktu Indonesia.

The Fed menaikkan suku bunga ke kisaran 4,5 persen hingga 4,75 persen usai gelar pertemuan dua hari, menjadikannya suku bunga tertinggi sejak 2007. 

Lantas, bagaimana dampak kenaikan suku bunga the Fed terhadap saham sektor perbankan? 

Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei menuturkan, saham perbankan berpotensi diuntungkan dengan adanya kenaikan suku bunga the Fed tersebut. Lantaran, pendapatan bunga akan meningkat.

"Saham bank akan diuntungkan dengan kenaikan suku bunga karena pendapatan bunga akan meningkat," kata Jono saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (5/2/2023).

Di sisi lain, pulihnya kegiatan ekonomi, khusus aktivitas bisnis akan membuat para pengusaha untuk lebih ekspansif. "Selain itu, pulihnya aktivitas bisnis akan membuat para pengusaha untuk lebih ekspansif," kata dia.

Adapun, langkah yang diambil pengusaha, salah satunya mengambil pinjaman dari bank untuk modal kerja. Bagi para investor, Jono merekomendasikan untuk memperhatikan saham BMRI dengan target harga Rp 10.900 per saham. Setali tiga uang, Jono juga menyarankan para investor agar memperhatikan saham BBRI.


Masih Cenderung Konsolidasi

IHSG Menguat
Layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,34% ke level 5.014,08 pada pembukaan perdagangan sesi I, Senin (8/6). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana mengatakan, secara teknikal indeks finansial (IDX Financial) masih cenderung mengalami konsolidasi.

"IDX Financial masih kecenderungan konsolidasi di mana harus menembus resistance 1.436 untuk mengkonfirmasi adanya lanjutan uptrend," kata Herditya.

Bagi para investor, Herditya menyarankan wait and see untuk saham bank kapitalisasi besar, seperti BBRI, BMRI, BBNI, dan BBCA.

"Untuk saham bigbanks kami mencermati masih rawan koreksi dulu, jadi mayoritas adalah wait and see untuk bigbanks," ujar dia.

Herditya menargetkan harga saham BBRI di level Rp 4.760- Rp 4.880 per saham dan saham BBCA di level Rp 8.700- Rp 9.000 per saham.

Untuk target harga saham BMRI di level Rp 10.200 per saham dan target saham BBNI di level Rp 9.600 per saham.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya