Liputan6.com, Jakarta Inovasi terus dilakukan untuk mendorong kemudahan layanan pengiriman uang antar negara atau remitansi, RemitPro kembali mengumumkan kerjasama terbarunya. Kali ini dengan menggandeng Bank Neo Commerce dalam menghadirkan fitur pengiriman uang keluar negeri yang disematkan ke aplikasi mobile banking Bank Neo Commerce (Neobank).
Advertisement
Fitur ini dapat langsung diakses oleh nasabah Bank Neo Commerce melalui rekening mereka secara individual tanpa perlu mendatangi kantor cabang bank seperti biasanya.
Advertisement
Dari kerjasama ini, nasabah Bank Neo Commerce dapat melakukan pengiriman uang ke 8 negara penerima seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Jepang, Australia dan United Kingdom, dan nantinya akan dikenakan biaya pengiriman yang kompetitif.
Tidak hanya itu, kolaborasi ini nantinya akan berkembang hingga dapat melayani nasabah korporat Bank Neo Commerce untuk keperluan pembayaran invoice, gaji, pemenuhan kesepakatan, dan kebutuhan lainnya yang bersifat lintas negara dan mata uang.
“Melihat peluang besar di sektor remitansi saat ini, kami bangga dapat berkolaborasi dengan salah satu pemain besar bank digital di Indonesia seperti Bank Neo Commerce. Meski saat ini masih tersedia di 8 negara, kami berencana untuk memperluas cakupan negara tujuan dan menambah mata uang penerimaan di waktu yang akan datang,” ungkap Arman Bhariadi, Direktur Utama RemitPro.
Sebagai salah satu platform layanan transfer uang digital, kerjasama dengan Bank Neo Commerce menjadi langkah baru bagi RemitPro menjangkau masyarakat yang masih memiliki kesulitan dalam melakukan kiriman uang ke luar negeri.
“Kami berharap lebih banyak lagi nasabah Bank Neo Commerce yang dapat menikmati kemudahan saat melakukan transaksi remitansi melalui Neobank, baik di dalam maupun diluar negeri. Kedepannya kami berharap bisa terus memperluas jumlah negara tujuan pada layanan RemitPro hingga dapat dinikmati lebih banyak lagi nasabah Bank Neo Commerce khususnya yang memiliki kebutuhan untuk mengirimkan uang ke negara yang saat ini belum tersedia,” tutup Arman.
Forum C20 Bahas Usulan Penurunan Biaya Remitansi hingga 3 Persen
Penurunan biaya remitansi atau layanan pengiriman uang akan menjadi salah satu isu yang dibahas dalam konferensi kelompok masyarakat sipil atau Civil 20 (C20) pada presidensi G20 Indonesia.
Direktur Eksekutif The Prakarsa dan Sherpa C20 Indonesia (mitra resmi G20 dari organisasi masyarakat sipil) Ah Maftuchan, menjelaskan, penurunan biaya remitansi bertujuan untuk mendukung kesejahteraan pekerja migran dari negara yang tergabung dalam G20.
“Terkait tarif remitansi sangat mahal, kita ingin tarif remitansi maksimal 3 persen karena ini akan menguntungkan pekerja migran di negara maju,” kata Maftuchan dalam konferensi pers C20 Kick-Off Meeting & Ceremony, Selasa (8/3/2022).
Maftuchan menyebut, saat ini rata-rata biaya remitansi secara global mencapai 13 persen alias mahal. Bisa dibayangkan, jika pekerja migran ingin mengirim uang ke negaranya kena tarif semahal itu justru membebani pekerja migran dari negara miskin dan berkembang.
“Kita tidak bisa bayangkan kalau tarif sekarang 13 persen, kalau ada pekerja migran kita atau pekerja migran India atau pekerja migran Filipina kirim uang ke rumahnya USD 100 akan kena USD 13, itu terlalu mahal dan akan membebani,” ujarnya.
Advertisement
Kesepakatan Bersama
Lanjut dia menjelaskan, biaya remitansi sebesar 3 persen sudah sesuai permintaan C20. Seharusnya, hal itu sudah menjadi kesempahaman bersama di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya di SDGs.
Sayangnya hal tersebut belum terealisasi optimal. Dia menilai isu penurunan biaya remitansi ini sangat penting bagi negara-negara G20, khususnya negara-negara miskin dan berkembang.
Adapun dalam forum C20 ini juga mengangkat isu pengurangan hutang negara miskin. Isu ini sangat penting untuk didorong dalam G20, sehingga ke depannya mampu melahirkan kebijakan pengurangan hutang kepada negara miskin dan berkembang.
“Saya rasa ini relevan di tengah situasi pandemi covid-19 dan akan memberikan dampak yang sangat besar, bagi peningkatan kemampuan negara miskin dan berkembang untuk membiayai pembangunannya di negara masing2. Karena beban pembayaran hutangnya menurun secara drastis,” pungkasnya.