Pemerintah Telah Kucurkan Subsidi Rp 62 Triliun hingga April 2023

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani indrawati menjelaskan, pemerintah telah membayar subsidi sebesar Rp 62 triliun sampai akhir April 2023.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mei 2023, 18:32 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2023, 18:32 WIB
BBM
Realisasi pembayaran subsidi sebesar Rp 62 triliun digunakan untuk subsidi BBM sebanyak 4,39 juta kilo liter. Kemudian subsidi gas LPG 3 kg sebanyak 2 juta metrik ton dan subsidi listrik untuk 39,2 juta pelanggan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah masih memberikan subsidi pada 2023. Subsidi tersebut disebar di berbagai sektor seperti energi, pertanian hingga kesehatan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani indrawati menjelaskan, pemerintah telah membayar subsidi sebesar Rp 62 triliun sampai akhir April 2023. 

“Realisasi subsidi sebesar Rp 62,0 triliun berasal dari realisasi subsidi energi Rp 42,2 triliun dan subsidi nonenergi Rp 19,9 triliun,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi APBN KiTa, Jakarta, Senin (22/5/2023).

Realisasi pembayaran subsidi sebesar Rp 62 triliun digunakan untuk subsidi BBM sebanyak 4,39 juta kilo liter. Kemudian subsidi gas LPG 3 kg sebanyak 2 juta metrik ton dan subsidi listrik untuk 39,2 juta pelanggan.

Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan subsidi uang muka perumahan kepada 50,3 ribu rumah.

Pemerintah Bayar Kompensasi Energi Rp 33,8 Triliun

Sementara untuk pembayaran kompensasi Kementerian Keuangan telah membayarkan Rp 33,8 triliun. Kompensasi tersebut diberikan untuk pembayaran listrik dan BBM.

Pembayaran kompensasi BBM diberikan kepada Pertamina sebesar Rp24,5 triliun dan Rp300 miliar untuk PT AKR. Sedangkan pembayaran kompensasi kepada PLN sebesar Rp9 triliun.

Sri Mulyani menegaskan pembayaran kompensasi energi merupakan tagihan yang diajukan kepada pemerintah untuk konsumsi tahun 2022.

"Ini adalah pembayaran sebagian dana kompensasi yang sudah terjadi pada tahun sebelumnya,” kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Sri Mulyani Beri Gambaran Jika Subsidi Energi Dicabut: Rakyat Menderita

Menteri keuangan Sri Mulyani
Menteri keuangan Sri Mulyani saat di wawancarai oleh liputan6 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/3/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah bisa membuat agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun tidak mengalami defisit atau menambah utang. Hanya saja, hal tersebut akan berdampak besar bagi masyarakat.

“Konsep APBN defisit itu seolah-olah negatif padahal APBN ini fleksibel. Kalau Indonesia butuh support, ini ya kita kasih dukungan,” kata Sri Mulyani saat memberikan Kuliah Umum di HUT Media Indonesia Ke-53, Jakarta, Jumat (3/2/2023).

Sebagai bendahara negara, dia mengaku bisa saja membuat APBN seimbang atau pengeluaran dan pendapatan negara diatur sedemikian rupa agar tidak kekurangan anggaran.

Misalnya dengan mencabut subsidi energi dan kompensasi yang dibayarkan kepada PLN dan Pertamina. Mengingat hanya dengan mencabut anggaran energi, neraca keuangan APBN akan seimbang.

“Kalau mau ini di-balance-kan ini bisa sih. PLN enggak saya bayar Rp171 triliun, itu langsung defisit. Bu Nike (Pertamina) enggak saya bayar itu langsung turun 0 defisitnya. Mau PLN dan Pertamina?,” ungkap Sri Mulyani.

Kebijakan ini kata Sri Mulyani bisa saja diterima PLN dan Pertamina. Namun, kemungkinan besar perusahaan akan menaikkan tarif energi yang selama ini disubsidi pemerintah. Namun, kebijakan ini dinilai berisiko karena bisa menuai protes masyarakat dari berbagai kalangan.

“Lalu (Pertamina dan PLN) boleh saja (subsidi dicabut), nanti saya naikkan tarif listrik. Ya monggo saja kalau mau dimarahin rakyat Indonesia. Kalau enggak butuh subsidi ya enggak apa-apa,” kata dia.

 

Pilihan Pemerintah

Hanya saja, kondisi ini pun pada akhirnya menjadi pilihan bagi pemerintah. Pemerintah mendesain APBN menjadi defisit bukan karena senang menambah utang.

Melainkan untuk menyeimbangkan kebutuhan masyarakat yang masih perlu mendapatkan bantuan. Baik berupa subsidi langsung untuk membuat harga-harga kebutuhan menjadi terjangkat, atau membutuhkan infrastruktur dan hal lain yang membutuhkan anggaran. 

“Jadi persoalan ini sering pilihan. Ini bukan karena hobi bikin defisit atau hobi utang,” ungkapnya. 

Selain mencabut subsidi, Pemerintah juga bisa membuat APBN menjadi seimbang dengan cara menarik pajak yang lebih besar. Namun pilihan kebijakan ini juga dinilai kurang tepat karena berdampak langsung kepada masyarakat. 

“Sekarang belanja kita mencapai Rp3.090 triliun, kalau penerimaan negara dinaikkan menjadi jumlah yang sama, nanti bilang napas aja dipajakin bu,” katanya. 

Makanya, Sri Mulyani menegaskan mengelola ekonomi merupakan upaya menjaga kepercayaan, keseimbangan. Agar permintaan dan pasokan barang tetap seimbang dan semua dilakukan sesuai dengan target. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya