Warteg Bakal Mendunia, Bisa Buka Cabang di Jerman hingga New York

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengupayakan Warung Tegal (Warteg) bisa masuk ke pasar internasional/go international melalui program Spice Up The World (SUTW).

oleh Septian Deny diperbarui 12 Jun 2023, 10:30 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2023, 10:30 WIB
Pembatasan Jam Operasional Warung Makan di Masa PPKM Level 2
Warga makan di Warteg Bahari, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Naiknya PPKM DKI menjadi level 2 mengubah banyak aturan di wilayah tersebut, salah satunya jam operasional warteg yang diizinkan hingga pukul 21.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengupayakan Warung Tegal (Warteg) bisa masuk ke pasar internasional/go international melalui program Spice Up The World (SUTW). 

"Jadi Warteg ini akan kami ikut sertakan pada kegiatan ke luar negeri. Harapannya pada kunjungan berikutnya Warteg ini bisa dibuka di New York, Jerman, dan banyak juga permintaan di Timur Tengah ini yang akan kita fasilitasi, karena Tegal ini punya semangat wirausaha yang tinggi,” ujar Sandiaga dikutip dari Antara, Senin (12/6/2023). 

Ia menyebut, dengan dibukanya Warteg di luar negeri, maka tidak hanya mempromosikan kuliner Tegal tapi juga membuka peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

 Sandiaga dalam kegiatan Kabupaten/Kota (KaTa) Kreatif di Pendopo Kantor Wali Kota Tegal, berharap, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono segera melakukan uji petik PMK3I (Penilaian Mandiri Kabupaten Kota Kreatif) sehingga ada subsektor unggulan daerah yang terpilih dan berkembang lalu bisa turut dalam program akselerasi. 

Proses uji petik PMK3I merupakan upaya untuk memperkuat ekosistem ekonomi kreatif yang harus segera dilakukan, agar para pelaku ekonomi kreatif merasakan manfaat program.

 “Kota Tegal bisa segera melakukan uji petik agar memiliki subsektor ekonomi kreatif unggulan dan subsektor penopang. Para pelaku UMKM di Tegal harus terus termotivasi untuk meningkatkan omzet dari usahanya. Mulai dari yang jamu, juga usaha-usaha kuliner termasuk Warteg hingga makanan olahan laut,” tutupnya.

 

Ternyata, Ini Alasan Warteg Tak Pernah Bikin Kantong Jebol

Warteg
Deretan makanan di salah satu warteg yang berada di kawasan Kali Pasir, Cikini, Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Sebelumnya, Tak perlu membawa banyak uang saat kamu memutuskan makan di warteg. Bahkan dengan Rp10 ribu pun, kamu sudah bisa pulang dengan kenyang. Tapi tahu kah kamu kenapa harga makanan di warung nasi selalu ramah di dompet?

Warteg adalah tempat makan alternatif buat kamu para perantau yang rindu pada masakan rumah. Karena kamu bisa menemukan belasan hingga puluhan jenis masakan yang biasanya dibuat di rumah.

Dari tumisan sampai gorengan semua ada di Warteg. Meski lengkap, kamu juga tak perlu menghabiskan banyak uang untuk sekali makan di warteg. Kira-kira apa alasannya?

1. Bahan Baku yang Murah

Sebagian besar menu di warteg terdiri dari nasi, sayuran, dan lauk pauk sederhana seperti tempe, tahu, ikan asin, telur, dan daging ayam atau sapi. Bahan-bahan ini biasanya lebih murah dan mudah didapatkan dibandingkan dengan bahan-bahan makanan yang lebih eksklusif atau langka.

2. Skala Usaha yang Kecil

Warteg biasanya memiliki skala usaha yang kecil dan lebih sederhana dibandingkan dengan restoran atau warung makan besar. Ini berarti biaya operasional seperti sewa tempat, listrik, dan gaji karyawan dapat dihemat, sehingga harga menu bisa lebih terjangkau.

3. Target Pasar yang Beragam

Warteg menawarkan menu yang cocok untuk berbagai lapisan masyarakat, dari pekerja kantoran hingga mahasiswa atau pekerja informal. Harga yang terjangkau ini membuat warteg menjadi tempat makan yang populer dan ramai dikunjungi.

  

Harga Bawang Putih dan Telur Naik, Pedagang Warteg Menjerit

Pembatasan Jam Operasional Warung Makan di Masa PPKM Level 2
Pekerja melayani pengunjung di rumah makan Warteg Bahari, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Naiknya PPKM DKI menjadi level 2 mengubah banyak aturan di wilayah tersebut, salah satunya jam operasional warteg yang diizinkan hingga pukul 21.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Harga sejumlah bahan pangan saat ini tengah bergejolak, mulai dari telur ayam hingga bawang putih terus mengalami kenaikan. Hal itu pun mulai dirasakan oleh masyarakat, utamanya pedagang warteg dan pedagang nasi padang.

Misalnya, Aisyah yang merupakan pedagang warteg mengeluhkan harga bahan pangan mulai melonjak. Dia menyebut apalagi harga bawang putih pasca lebaran terus mengalami kenaikan secara bertahap, mulai dari Rp 20 ribu per kilogram, Rp 25.000 per kilogram, hingga saat ini menembus Rp 40.000 per kilogram.

"Pas bulan puasa harganya Rp 20 ribu terus naik lagi Rp 25 ribu per kilogram, sekarang naik lagi harganya Rp 40 ribu," kata Aisyah kepada Liputan6.com, Jumat (26/5/2023).

Sebagai informasi, mengutip Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kemendag, harga bawang putih selama seminggu terakhir mengalami kenaikan hingga 11,1 persen jadi Rp37.300 per kilogram dibanding rata-rata pasar tradisional Indonesia.

Sementara, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih di kisaran Rp 38.750 per kilogram.

Meskipun harga bawang putih mahal, tapi Aisyah tetap membelinya karena terpaksa untuk bahan bumbu masakan wartegnya. Walaupun keuntungan yang didapat semakin menipis, Aisyah mengaku tetap menjual makanan di wartegnya dengan harga normal seperti biasa, karena jika dinaikkan maka calon pembeli akan kabur.

"Biar pun tetap mahal tetap dibeli, ya gimana lagi supaya saya bisa makan sehari-hari biarpun untungnya dikit. Kadang-kadang ada untung kadang-kadang," ujar pengusaha warteg itu.

Harga Telur Ayam

Harga Telur Melambung
Ilustrasi harga telur ayam (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Selain bawang putih, yang menjadi sorotan pedagang warteg adalah komoditas telur ayam. Pasalnya harga telur ayam di Jakarta rata-rata di kisaran Rp 32.256 per kilogram, dan harga tertinggi dijual Rp 35.000 per kilogram.

"Telur juga mahal di Rp 34 ribuan belinya. Kalau jual di warteg jualnya Rp 5000 satu butir, kalau sama nasi dan sayur Rp 10.000. Kalau harga (makanan) ga bisa dinaikin, kalau dinaikkin nanti pada kabur. Yaudah walaupun untungnya dikit tetep jual (makanan)," ungkapnya.

Hal yang sama juga dirasakan Yanti, yang merupakan pedagang nasi padang di Cikini, Jakarta Pusat. Walaupun harga bahan pangan melonjak, dirinya tetap membeli bawang putih hingga telur. Karena keduanya adalah komponen yang penting.

"Beli bawang putih dulunya Rp 25.000 sekarang Rp 40.000-45.000. Nggak ada, siasat atau langkah lain tetap jual meskipun harga mahal yah mau nggak mau untungnya sedikit. Kalau sepi yah nombok, untung juga dikit. Cuma bisa makan ajalah," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya