Liputan6.com, Jakarta Pihak pengembang perumahan mengaku tidak khawatir minat masyarakat terhadap rumah subsidi turun gara-gara adanya kenaikan harga rumah.
Kelompok pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) lantas menawarkan rumah MBR plus, hunian untuk kelompok dengan gaji di atas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), namun tetap ramah kantong.
Baca Juga
Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida menyampaikan, MBR plus merupakan pekerja yang tidak bisa mendapat rumah subsidi lantaran pendapatannya di atas batas maksimal gaji MBR. Namun mereka tidak mampu untuk membeli rumah kelas menengah.
Advertisement
"Kita sedang mengusulkan dan sudah dikaji, untuk harga rumah sampai dengan Rp 300 juta. Itu bebas PPN, tapi bunganya bunga KPR umum. Istilah saya MBR plus lah," ujar Totok kepada Liputan6.com, Rabu (5/7/2023).
Mudah Diakses
Tak jauh berbeda dengan rumah subsidi, rumah MBR plus tergolong tidak besar dengan tipe 36. Namun, Totok mengatakan, lokasi huniannya mudah terakses dari tempat kerja sang pemilik.
"Misalnya, dia kerja di Jakarta. Kalau suruh beli rumahnya di Bekasi misalnya, dia kan bisa beli di kotanya. Maksudnya supaya ada public transport langsung ke Jakarta," imbuhnya.
Totok mengutarakan, pihaknya sudah usul kepada pemerintah agar rumah MBR plus ini tidak jauh dari harga rumah subsidi yang telah mengalami kenaikan. Sebagai contoh, harga rumah MBR plus di Jawa ditawarkan Rp 300 juta, lebih tinggi dari harga rumah subsidi sekitar Rp 162 juta.
"Papua (harga maksimal rumah subsidi terbarunya Rp 250 juta), mungkin bisa sampai Rp 400 juta. Jadi dia bisa tinggal dekat tempat kerja di kota penunjang, kemampuannya ada, tapi belum mampu kalau beli di kota," ungkapnya.
Namun begitu, ia masih belum tahu kapan program rumah MBR plus bisa dipasarkan. Dia berharap pemerintah segera mengizinkan guna mengatasi backlog perumahan.
"Kita sudah usulkan, putusannya dari pemerintah karena saya minta bebas PPN," kata Totok.
Harga Rumah Subsidi Naik, Permintaan KPR Bakal Melorot
Kenaikan harga rumah subsidi bakal turut berdampak terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR). Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menegaskan, lonjakan harga itu pastinya akan menghambat pengajuan kredit properti untuk KPR.
"Sudah barang tentu, kenaikan harga rumah subsidi bisa menekan pertumbuhan KPR," ujar Paul kepada Liputan6.com, Selasa (4/7/2023).
Tak hanya KPR, ia menilai pertumbuhan kredit properti untuk kredit pemilikan apartemen (KPA) hingga kredit real estate bakal ikut terganggu. Itu bisa terjadi jika lonjakan harga rumah subsidi diikuti kenaikan suku bunga KPR.
"Bahkan ketika kenaikan harga rumah bersubsidi itu ditambah kenaikan suku bunga KPR (jika ada) karena kenaikan suku bunga acuan BI (BI 7 day repo rate), bisa menekan pertumbuhan kredit properti," ungkapnya.
Adapun kenaikan harga rumah subsidi ditentukan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.
Kepmen PUPR tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut aturan itu, Kenaikan harga jual rumah umum tapak telah mempertimbangkan adanya kenaikan harga bahan bangunan dan lahan, serta keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah.
Advertisement
Dampak Kenaikan Harga Bangunan
Secara umum, diterbitkannya aturan ini bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan rumah (availability) dalam upaya mengurangi backlog kepemilikan rumah, meningkatkan akses pembiayaan (accessibility) bagi MBR, menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni (affordability).
Kemudian, untuk menjaga keberlangsungan keberlanjutan program pembiayaan perumahan (sustainability), serta upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap kualitas rumah subsidi yang dibangun oleh pengembang perumahan agar tetap memenuhi standar rumah layak huni.
Kepmen PUPR ini merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Kenaikan harga jual rumah umum tapak telah mempertimbangkan adanya kenaikan harga bahan bangunan dan lahan, serta keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah.Â