Liputan6.com, Jakarta TikTok tengah mengembangkan Project S yang merupakan sebuah langkah untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi sendiri di China.
Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan project S ini akan mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia.
Baca Juga
”Ini yang kita takutkan di mana produk-produk luar negeri dengan mudah dijual dan masuk ke Indonesia. Karena ini tentu akan berdampak negatif bagi UMKM di Indonesia. Jadi memang harus ada perhatian,” jelas Heru beberapa waktu lalu.
Advertisement
Bila pasar Indonesia diserbu barang impor, Heru mengatakan justru yang maju adalah negara tempat barang tersebut diproduksi. Sementara Indonesia hanya menjadi pasar dari produk-produk asing tersebut.
Terkait hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira juga mengatakan, pengaturan soal konten produk impor di e-commerce memang belum ketat, khususnya untuk e-commerce yang menerapkan praktik cross border seperti Shopee dan Lazada hingga yang menerapkan model bisnis social commerce seperti Tiktok shop.
“Masalah di Tiktok ini menunjukkan belum adanya pengaturan dan pengawasan dari pemerintah terkait jual beli menggunakan platform media sosial atau social commerce. Ada loopholes kebijakan seiring dengan naiknya tren belanja di social commerce. Untuk pasar Asia Tenggara gross merchandise value (GMV) Tiktok shop menembus 4,4 miliar USD di 2022.” tukas Bhima.
Lebih lanjut Bhima mengatakan karena bentuknya adalah jual beli secara elektronik, TikTok Shop harusnya tunduk pada aturan terkait konten lokal dalam ritel, perlindungan konsumen dan penjual. Aturan main harus adil, tidak ada bedanya berjualan live di TikTok Shop dengan platform e-commerce lainnya.
“Kalau dibiarkan social commerce menjadi fasilitas masuknya barang impor ini akan berisiko bagi pelaku usaha lokal banyak yang akan gulung tikar. Ya pemerintah harus memahami agenda Tiktok untuk jadikan indonesia penetrasi pasar barang impor. Kalaupun dalih membantu UMKM, perlu dipertanyakan apakah UMKM produsen atau hanya distributor yang akan dibantu,” ungkap Bhima.
Lindungi Produk UMKM Diduplikat China, Menteri Teten Minta Revisi Permendag Nomor 50/2020 Dipercepat
Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) berharap kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) saat ini tengah mendorong percepatan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, revisi ini diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh kecurigaan hadirnya Project S TikTok Shop.
Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris. Project S TikTok Shop ini dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China.
Oleh karena itu, untuk mengatasi ancaman tersebut seharusnya sudah disiapkan regulasinya, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020.
"Karena itu kita sedang mendorong revisi permedag 50/2020," kata MenkopUKM Teten Masduki usai melakukan penandatanganan MoU dengan RSPO, di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Advertisement
Lindungi UMKM
Menurutnya, jika dilakukan revisi maka industri dalam negeri akan terlindungi, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM, dan juga konsumen.
"Kita perlu melindungi UMKM kita, karena 97 persen lapangan kerja disediakan UMKM. Kalau produk mereka kalah saing di dalam negeri dengan produk luar, dampak besar ke ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyat Indonesia," ujarnya.
Kata Teten, TikTok saat ini sedang didefinisikan sebagai socio-commerce bukan hanya sebagai media sosial, karena TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat mempromosikan penawaran barang dan/atau jasa sampai dengan melalukan transaksi.
"TikTok itu kan sebenernya social commerce. di Permendag itu belum diatur. Karena biasanya yang sudah diatur kan e-commerce. Ini kan berkembang cepat, ini belum diatur," pungkas Teten Masduki.