Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Ananta Wiyoga, menyebut hunian yang layak mampu mengurangi prevalensi stunting di Indonesia.
Menurutnya, jika disuatu daerah terdapat banyak hunian tidak layak maka dapat dipastikan angka stuntingnya besar.
Baca Juga
"Kalau yang kita hadapi yang saya tahu setiap saya itu berkunjung ke daerah kumung di mana itu perumahan tidak layak huni, pasti angka stunting besar," kata Ananta dalam Media Briefing DJKN Bangun Rumah Rakyat, di kantor DJKN Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Advertisement
Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian Kesehatan mencatat prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022. Namun, angka tersebut terbilang masih tinggi.
Desa di Lebak
Lebih lanjut Ananta bercerita, pernah berkunjung ke daerah Pandeglang Banten. Disana terdapat satu desa yakni Desa Lebak yang lingkungannya kumuh, dan sanitasi airnya pun jelek.
"Ada satu desa Lebak sama, Bupatinya juga mengurangi angka stunting, tapi sumbernya di daerah kumuh itu. Kamu kalau ke daerah kumuh itu air, sanitasi jelek sekali saya ga usah cerita sanitasi jelek gimana," ujarnya.
Kriteria Rumah Layak Huni
Padahal kriteria rumah layak huni menurut Sustainable Development Goals (SDGs) ada empat. Pertama, ketahanan bangunan.
Kedua, kecukupan luasannya per kapita. Kriteria ketiga, yakni akses air minum yang layak. Keempat, yakni terdapat akses sanitasi yang layak.
Oleh karena itu, PT SMF berperan dalam menurunkan beban fiskal dengan penyediaan dana untuk mendukung program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan mengurangi risiko maturity mismatch untuk pembiayaan perumahan yang sifatnya jangka panjang.
"Dengan kita perbaiki hunian, dengan adanya air bersih sanitasi sehat harapannya stunting bisa ditekan. Sehingga generasi bisa tumbuh sehat," pungkasnya.
Advertisement