Melihat Potensi Industri Penyimpanan Karbon di Indonesia

Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) merupakan teknologi yang sangat efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penangkapan karbon dioksida (CO2) dari proses industri dan pembangkit listrik, lalu menyimpannya dengan aman di bawah tanah.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 12 Sep 2023, 13:15 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2023, 13:15 WIB
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Indonesia menjadi salah satu negara yang menjajaki pengembangan Carbon Capture and Storage (CCS) atau Penyimpanan Karbon, yang dapat menjadi teknologi utama dalam mengatasi perubahan iklim global. Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menjadi salah satu negara yang menjajaki pengembangan Carbon Capture and Storage (CCS) atau Penyimpanan Karbon, yang dapat menjadi teknologi utama dalam mengatasi perubahan iklim global.

Sebagai informasi, teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) merupakan teknologi yang sangat efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penangkapan karbon dioksida (CO2) dari proses industri dan pembangkit listrik, lalu menyimpannya dengan aman di bawah tanah.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyoroti Indonesia yang memiliki total potensi penyimpanan karbon Co2 hingga 400 Gigaton.

Hal itu memungkinkan Indonesia menjadi pusat penerapan carbon capture and storage (CCS) atau teknologi penangkap dan penyimpan karbon di Asia Tenggara.

“Misi Indonesia untuk mengembangkan teknologi CCS memiliki masa depan yang menjanjikan mengingat sumber daya alam yang melimpah untuk penyimpanan di seluruh negeri. Ada potensi CO2 hingga 400 Gigaton,” kata Nicke dalam acara International & Indonesia CCS Forum di Hotel Mulia, Jakarta pada Senin (11/9/2023).

Dengan besarnya manfaat lingkungan dan ekonomi yang ditawarkan, Indonesia menyusun peraturan terkait industri (CCS), yang berpotensi mendatangkan investasi dan lapangan pekerjaan baru di dalam negeri.

“Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerja sama dengan kementerian terkait di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, saat ini sedang menyusun Peraturan Presiden tentang CCS dan CCUS di kegiatan hulu migas untuk mendukung pengurangan emisi,” ungkap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Prof. Ir. Tutuka Ariadji.

Namun Tutuka mengakui, masih ada tantangan dalam membuat kebijakan CCS di Indonesia.

Sejauh ini, menurutnya, Kanada, Amerika Serikat, Inggris dan Australia memiliki kebijakan terbaik terkait industri teknologi CCS.

“Sehingga kita perlu mendengarkan dan belajar dari orang lain untuk memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang CCS,” jelasnya.

 

15 Proyek CCS Sudah Hadir di Indonesia, Masuki Tahap Studi dan Uji Coba

Ilustrasi Karbon Dioksida (CO2).
Karbon dioksida (CO2) (Sumber: Pixabay)

Garis awal pada teknologi tersebut pun mulai terlihat dengan hadirnya 15 proyek CCS di Indonesia.

“Saat ini, 15 proyek CCS dan CCUS di sektor minyak dan gas sedang dalam tahap studi percontohan dan salah satunya sedang dalam tahap uji coba,” ungkap Tutuka.

Dirjen Migas memaparkan, hasil sementara dari penelitian menunjukkan potensi penyimpanan di sektor minyak dan gas adalah sekitar 4,31 gigaton CO2.

 

10 Wilayah yang Berpotensi jadi Tempat Penyimpanan Karbon

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Indonesia sendiri telah memiliki sepuluh (10) lokasi yang berpotensi menjadi tempat dilakukannya Carbon Capturee Storage (CCS) atau teknologi penyimpanan karbon.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto.

Lokasi pertama berada di Sumatera Selatan dengan potensi penyimpanan 229 juta ton CO2 depleted oil gas dan 7.650 juta CO2 di lapisan saline aquafier, menurut paparan Dwi Soetjipto dalam IICCS Forum 2023.

Lokasi kedua berada di Kalimantan Timur dengan potensi penyimpanan 139,5 juta ton CO2 depleted oil gas, kemudian di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan yang masing- masing memiliki potensi penyimpanan 10 juta ton CO2 depleted oil gas.

Kemudian ada Sulawesi Tengah dengan potensi penyimpanan 19 juta ton CO2 depleted oil gas, dan Sumatera Tengah yang memiliki potensi penyimpanan 229 juta ton CO2 depleted oil gas.

Berlanjut di wilayah Jawa, Jawa Barat memiliki penyimpanan 401,9 juta ton CO2 depleted oil gas dan 2.029 juta CO2 di lapisan saline aquafier dan Jawa Timur memiliki penyimpanan 110 juta ton CO2 depleted oil gas.

SKK Migas juga mencatat, Papua Barat memiliki potensi penyimpanan 550,7 juta ton CO2 depleted oil gas dan di Masela terdapat potensi penyimpanan 70 juta ton CO2 depleted oil gas,

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya