Sri Mulyani Bakal Stop Penyidikan Pidana Cukai, Syaratnya Bayar Denda 4 Kali Lipat

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bisa saja menyetop penyidikan tindak pidana cukai bila tersangka membayar denda sebesar empat kali lipat dari nilai cukai seharusnya.

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Nov 2023, 17:15 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2023, 17:15 WIB
Ada empat hal yang perlu diketahui masyarakat terkait barang kiriman dari luar negeri.
Ada empat hal yang perlu diketahui masyarakat terkait barang kiriman dari luar negeri. (Dok. Bea Cukai)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bisa saja menyetop penyidikan tindak pidana cukai bila tersangka membayar denda sebesar empat kali lipat dari nilai cukai seharusnya.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara. Aturan baru ini ditetapkan dan diundangkan pada 22 November 2023.

Mengacu Pasal 2 ayat (1) PP 54/2023, penghentian penyidikan bisa dilakukan oleh menteri urusan pemerintahan di bidang keuangan atau pejabat yang ditunjuk, dan Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk.

"Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar," tulis Pasal 2 ayat (2) PP 54/2023, dikutip Selasa (28/11/2023).

Penghentian Proses Investigasi

Dalam penyidikan, tersangka dapat mengajukan penghentian proses investigasi dengan sanksi administratif berupa denda untuk kepentingan penerimaan negara. Caranya, dengan menyampaikan permohonan penghentian kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk.

Selanjutnya, menteri atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian permohonan untuk memastikan tindak pidana yang dilanggar dan besaran denda yang harus dibayar.

Lalu, menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada tersangka surat persetujuan atas permohonan penghentian penyidikan, berikut besaran denda dan batas waktu pembayaran.

Jika hasil penelitian tidak memenuhi ketentuan penghentian penyidikan tindak pidana cukai untuk kepentingan penerimaan negara, Sri Mulyani atau pejabat yang ditunjuk bakal mengirimkan surat penolakan beserta alasan kepada pihak tersangka.

Sementara bila diterima, tersangka diwajibkan membayar denda ke rekening pemerintah yang ditetapkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.

 

Lampirkan Bukti Pembayaran

Bea Cukai Tanjung Emas (Istimewa)
Bea Cukai Tanjung Emas (Istimewa)

Selanjutnya, tersangka melampirkan bukti pembayaran dengan surat pernyataan pengakuan bersalah. Lalu, menteri atau pejabat bersangkutan menyampaikan surat permintaan penghentian penyidikan tindak pidana cukai kepada Jaksa Agung, paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak bukti pembayaran diterima.

Surat permintaan itu disampaikan dengan turun melampirkan beberapa syarat, antara lain: laporan kejadian, surat perintah tugas penyidikan, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, resume penyidikan, surat permohonan penghentian penyidikan, surat persetujuan atas permohonan penghentian penyidikan, surat pernyataan pengakuan bersalah dari tersangka, dan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda.

"Dalam hal tersangka tidak atau kurang membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sampai dengan batas waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Penyidikan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pasal 7 PP 54/2023.

Mengukur Dampak Penerapan Cukai Plastik ke Industri hingga Pertumbuhan Ekonomi

Wadah dan Kemasan Plastik Akan Kena Cukai
Aktivitas pedagang wadah dan kemasan plastik di Cipadu, Kota Tangerang, Jumat (17/9/2021). Cukai kemasan dan wadah plastik akan diterapkan pada 2022 karena sampah berkontribusi 15 persen terhadap total sampah secara nasional. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Penarikan cukai plastik dikhawatirkan  akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, juga berpotensi menjadi beban bagi kalangan industri yang tengah bertumbuh saat ini. Karenanya, pemerintah perlu berhati-hati dalam pengenaan cukai plastik ini.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, mengatakan penarikan cukai plastik hanya akan berdampak negatif kepada pertumbuhan ataupun utilisasi industri dalam negeri.

Industri ini termasuk di dalamnya industri kecil menengah yang mencapai 99,7% dan industri makanan minuman yang jumlahnya hampir mencapai 1,68 juta unit usaha. Dia mengkhawatirkan, penarikan cukai plastik nantinya justru akan mengganggu sisi permintaannya yang pasti akan berkurang.

“Ketika demand berkurang pasti kebutuhan yang ada akan diisi oleh produk impor yang cenderung lebih murah. Ini juga yang harus kita sikapi. Karena demand tetap ada tetapi konsumen pasti cenderung memilih harga yang lebih murah. Harga murah karena tidak ada pengenaan cukai di kemasan plastiknya,” ujarnya.

Dalam kaitannya dengan plastik, Kementerian Perindustrian melihatnya dari sisi lingkungan hidupnya. ”Kalau kita menganggap kemasan plastik, sebagai limbah, itu salah. Karena itu masih bisa diolah lagi bahkan bisa menjadi bahan baku,” tuturnya.

Jika terhadap kemasan-kemasan plastik itu dikenakan cukai, menurut Reni, pasti ada koreksi di harga yang akan ditanggung oleh konsumen. Kemudian jika ada koreksi harga, lanjutnya, pasti permintaan akan terkoreksi juga. “Takutnya kita dengan kondisi seperti ini industri dalam negeri yang sudah tumbuh bisa terhambat,” tukasnya.

 

Utilisasi Industri

Wadah dan Kemasan Plastik Akan Kena Cukai
Aktivitas pedagang wadah dan kemasan plastik di Cipadu, Kota Tangerang, Jumat (17/9/2021). Tahun depan, pemerintah akan memutuskan untuk menerapkan cukai plastik, cukai alat makan dan minum sekali makan, serta cuka minuman manis dalam kemasan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dampaknya, kata Reni, bersiap-siap utilisasi industri nasional akan terkoreksi menjadi lebih rendah. Kemudian daya saingnya juga menjadi lebih rendah karena utilisasi menurun.

“Ini akan diisi oleh pangsa impor. Impor juga bukan hanya di produk hilir yang kita hasilkan seperti produk makanan dan minuman dalam kemasan, ini akan diisi oleh produk impor dan juga untuk bahan bakunya,” ucapnya.

“Padahal PR dari kita adalah bagaimana menumbuhkan lagi industri ini dari keterpurukannya pada dua tahun Covid, dan saat ini sudah mulai bergerak lagi tetapi ada wacana seperti ini. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya nanti untuk membangkitkan lagi industri kita yang sudah mulai tumbuh ini karena adanya penarikan cukai plastik ini,” tambahnya.

 

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya