Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa perekonomian negara-negara maju mulai mengalami tekanan, termasuk Jepang dan Inggris yang sudah masuk jurang resesi.
Menurut, Sri Mulyani, tekanan yang dialami oleh negara-negara maju itu dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi yang terjadi diberbagai negara.
Baca Juga
"Tahun ini kan beberapa lembaga memang menyampaikan bahwa kinerja dari perekonomian negara-negara maju akan cukup tertekan karena kenaikan suku bunga di berbagai negara cukup tinggi dalam waktu yang sangat singkat jadi pasti mempengaruhi kinerja ekonomi mereka," kata Menkeu Sri Mulyani saat ditemui usai menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan OJK 2024, Selasa (20/2/2024).
Kenaikan suku bunga itulah yang menyebabkan proyeksi dan outlook ekonomi bagi banyak negara maju, terutama G7 yang meliputi Amerika Serikat, Italia, Inggris, Prancis, Jepang, Kanada, dan Jerman akan cenderung melemah.
Advertisement
"Ini menjadi tantangan untuk lingkungan global kita semua, nanti kita lihat minggu depan kan saya menghadiri G20 di Brasil pasti nanti akan ada update mengenai kondisi perekonomian global," ujarnya.
Dampak Perang
Namun, khusus untuk Jepang dan Inggris, kata Sri Mulyani, keadaan perekonomian kedua negara tersebut sudah cukup lemah. Kemungkinan karena dampak perang antara Rusia dan Ukraina, sehingga mempengaruhi kebijakan ekonominya.
"Tapi negara negara maju seperti yang tadi disebutkan yang mengalami resesi ya memang mereka sudah cukup lemah, entah karena perang di Ukraina yang mempengaruhi utamanya Eropa dan juga Jepang. Eropa secara general juga akan terpengaruh dari kebijakan ekonomi terutama suku bunga naik," pungkasnya.
Resesi Ekonomi Jepang Justru Untungkan Indonesia, Kok Bisa?
Kabar mengejutkan di awal 2024 datang dari dua negara ekonomi terbesar dunia. Inggris dan Jepang, dua negara maju yang juga masuk dalam jajaran anggota G20 resmi masuk jurang resesi.
Lantas bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, resesi ekonomi yang terjadi di Jepang justru menguntungkan Indonesia. Sebab, suatu negara akan menggenjot kegiatan investasi untuk mendongkrak perekonomian agar keluar dari jurang resesi.
Maka dari itu, Indonesia berpeluang besar menjadi salah satu negara tujuan investasi dari pemerintah maupun perusahaan asal Jepang. Mengingat, stabilitas politik maupun ekonomi di kawasan Asia Tenggara (Asean) yang relatif terjaga.
"Kalau dalam waktu resesi, mereka butuh pertumbuhan ekonomi, dan mereka akan melihat yang salah satu region yang masih bisa tumbuh adalah ASEAN. Jadi justru dengan resesi di sana, saya berharap investasi dari sana akan semakin mengalir," kata Airlangga kepada awak media di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, ditulis Selasa (20/2/2024).
Meski demikian, resesi ekonomi Jepang berpotensi mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional Indonesia. Pasalnya, Jepang merupakan salah satu negara mitra dagang utama Indonesia.
"Kalau ekonomi Jepang dan kalau Inggris kan relatif perdagangan kita tidak terlalu besar, yang sangat berpengaruh tentu Jepang," pungkas Airlangga.
Â
Advertisement
Jepang Resmi Mengalami Resesi
Diketahui, perekonomian Jepang resmi mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi di Jepang pada kuartal IV-2023 terkontraksi sebesar 0,4 persen (yoy). Padahal pada kuartal III-2023 ekonomi Jepang sudah turun 3,3 persen (yoy).Â
Sehingga secara teknis, Jepang mengalami resesi. Mengingat kontraksi 2 kuartal berturut-turut biasanya dianggap sebagai definisi resesi teknis.
Angka PDB Jepang kali ini jauh di bawah perkiraan median pertumbuhan sebesar 1,4 persen dalam jajak pendapat para ekonom. Namun ekonom menilai, angka PDB Jepang masih mungkin diperdebatkan.
"Apakah Jepang kini telah memasuki resesi masih bisa diperdebatkan," kata Kepala Capital Economics untuk Asia-Pasifik, Marcel Thieliant, seperti dilansir dari Liputan6.com, Kamis (15/2).