Analis Prediksi Harga Emas dan Minyak Perkasa, Ini Faktor Pendorongnya

Analis dari Citi memprediksi harga emas dan minyak dapat melambung dalam jangka waktu 12 hingga 18 bulan ke depan.

oleh Muhammad Jibril Razky Kamal diperbarui 22 Feb 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2024, 06:00 WIB
Analis Citi Prediksi Harga Emas dan Minyak Perkasa, Ini Faktor Pendorongnya
Analis Citi prediksi kenaikan harga emas dan minyak dunia didorong sejumlah faktor. (Foto By AI)

Liputan6.com, Jakarta - Analis Citi prediksi harga emas dan harga minyak dunia dapat melambung masing-masing ke USD 3.000 per ons dan USD 100 per barel dalam jangka waktu 12 hingga 18 bulan ke depan.

Dikutip dari CNBC, ditulis Kamis (22/2/2024), kenaikan ini dapat disebabkan dari tiga faktor, salah satunya aksi bank sentral. Kepala Riset Komoditas Citi untuk Amerika Utara Aakash Doshi melihat, emas yang saat ini dijual seharga USD 2.016 dapat melonjak hingga 50% apabila berbagai bank sentral meningkatkan pembelian logam mulia, terjadi stagflasi, dan resesi global.

Demam Emas

Analis di Citi, termasuk Doshi, melaporkan faktor yang akan menjadi penyebab kenaikan emas hingga USD 3.000 adalah percepatan tren dedolarisasi yang terjadi di berbagai bank sentral negara berkembang. Hal ini juga akan menyebabkan krisis kepercayaan pada dolar Amerika Serikat (AS).

Doshi menambahkan, hal ini dapat menyebabkan peningkatan pembelian emas bank sentral yang dapat menggantikan konsumsi perhiasan sebagai pendorong terbesar transaksi emas. 

Pembelian emas oleh berbagai bank sentral telah "meningkat ke level rekor” beberapa tahun ini. Citi menduga diversifikasi pasar dan mengurangi risiko kredit seiring aksi beli emas tersebut. Bank sentral Rusia dan China membeli emas secara besar-besaran, disusul oleh India, Turki, dan India. 

Dewan Emas Dunia melaporkan bank sentral di seluruh dunia membeli emas dengan jumlah rata-rata lebih dari 1.000 ton selama dua tahun ini. Doshi menyatakan apabila jumlah rata-rata pembelian emas kembali ke 2.000 ton, pasar emas dapat menjadi lebih optimistis.

Resesi Global?

Pecabutan PPKM untuk Genjot Ekonomi 2023
Pekerja kantoran melintas di pelican cross kawasan Jalan Thamrin, Jakarta, Kamis (5/1/2023). Pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dinilai untuk menggenjot ekonomi Indonesia 2023 yang diproyeksi suram akibat resesi global. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Faktor lain yang dapat membuat harga emas melonjak adalah “resesi global” yang akan menyebabkan The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) memangkas suku bunganya. 

"Itu artinya suku bunga bukan lagi di 3%, melainkan 1% bahkan kurang dari itu. Hal itu yang akan membuat harga emas naik ke USD 3,000” ujar Doshi, yang menyatakan skenario ini memiliki kemungkinan kecil. 

Harga emas umumnya mengikuti suku bunga. Suku bunga yang rendah menyebabkan emas lebih diminati daripada aset fixed-income seperti obligasi yang nilainya akan berkurang jika suku bunga sedang turun. 

Suku bunga yang ditentukan oleh The Fed sejak Juli 2023 berada di antara 5,25%-5,5%, tertinggi sejak Januari 2001 dimana suku bunga mencapai 6% karena peristiwa gelembung dot-com. Pasar dunia prediksi the Fed memangkas suku bunganya pada Mei atau Juni. 

Stagflasi — ditandai dengan inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya pengangguran — dapat menjadi penyebab peningkatan harga emas, walaupun Doshi menyatakan bahwa kemungkinan tersebut “sangatlah kecil”. 

Emas dikenal sebagai komoditas yang aman dan tidak terlalu dipengaruhi bahkan oleh ketidakpastian ekonomi ketika investor beralih dari komoditas yang lebih beresiko seperti saham. 

Meskipun dibayangi tiga faktor tersebut, Citi masih yakin pasar emas akan berkisar USD 2.150 di paruh kedua 2024 dan sedikit lebih dari USD 2,000 di paruh pertama tahun ini. Doshi menambahkan harga emas dapat mencapai rekor baru pada akhir tahun 2024.

Harga Minyak di USD 100?

Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP

Kenaikan harga minyak menjadi tiga digit menjadi salah satu sorotan dalam laporan Citi.  Doshi menjelaskan, faktor yang dapat menyebabkan harga minyak menjadi USD 100 per barel termasuk konflik geopolitik, pemangkasan OPEC+, dan disrupsi suplai minyak dari negara penghasil minyak. 

Konflik Israel-Palestina tidak menjadi pengaruh signifikan ekspor maupun produksi minyak. Namun, serangan Houthi yang dilakukan terhadap kapal minyak dan kapal lainnya yang melintasi Laut Merah. 

Citi mencatat Irak sebagai negara penghasil minyak terkena dampak konflik yang jika terjadi eskalasi, dampak tersebut akan meluas ke negara OPEC+ di sekitarnya. 

Tensi antara Israel dan Lebanon dilaporkan menjadi lebih intens, menyebabkan rasa takut eskalasi konflik di Gaza dapat menyebar ke seluruh Timur Tengah.

Doshi mengatakan, sanksi AS terhadap Venezuela dan Iran dapat menyebabkan disrupsi suplai minyak dunia. Selain itu, Libya, Nigeria, dan Irak dapat terpengaruh oleh disrupsi tersebut. 

Analisis Citi menyatakan Ukraina yang menyerang cadangan minyak Rusia dapat menyebabkan disrupsi suplai minyak dunia. Meskipun demikian, Doshi yakin bahwa harga minyak diprediksi akan berada di kisaran USD 75 untuk tahun ini. 

Harga minyak berjangka jenis Brent di bulan April berkisar di USD 83,56 per barel, sedangkan harga minyak berjangka jenis West Texas Intermediate di bulan Maret berkisar di USD 79,13 per barel. 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya