PM Malaysia Anwar Ibrahim Soal Pelemahan Ringgit: Ini Mengkhawatirkan

PM Anwar Ibrahim memastikan angka investasi negaranya tetap utuh meski terjadi pelemahan Ringgit.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Feb 2024, 14:46 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2024, 14:45 WIB
Ilustrasi Ringgit Malaysia
Para ahli sebelumnya telah memperingatkan bahwa pelemahan Ringgit Malaysia lebih lanjut mungkin mempunyai dampak politik terhadap PM Anwar Ibrahim, terutama jika masyarakat menganggap kurangnya tindakan pemerintahannya untuk mengatasi masalah ini. Ilustrasi Ringgit Malaysia (dok. Pixabay.com/Squirrel_photos/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim buka suara terkait pelemahan Ringgit yang mencapai nilai terendah sejak krisis ekonomi Asia tahun 1998. PM Anwar Ibrahim mengatakan, pihaknya telah menugaskan bank sentral untuk memantau Ringgit dengan cermat.

Dan di pihak pemerintah, PM Anwar Ibrahim menekankan bahwa kementerian dan otoritas terkait, termasuk Dewan Investasi Negara juga melakukan pertemuan harian untuk mengatasi pelemahan Ringgit.

 

"Kami akan terus memantau situasi setiap hari, termasuk biaya hidup dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat," kata PM Anwar Ibrahim, dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (24/2/2024).

 

Ia pun menekankan, Pemerintah Malaysia tidak mengabaikan atau menganggap enteng penurunan Ringgit, dan terus berupaya untuk mengatasi masalah ini sambil juga memastikan bahwa angka investasi negara tersebut tetap utuh.

"Ini mengkhawatirkan. Tapi lihatlah keseluruhan investasi yang merupakan terbesar dalam sejarah negara ini, inflasi terus menurun, pengangguran menurun dan pertumbuhan berkelanjutan dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita," ujarnya kepada media, setelah peluncuran Tun Razak Exchange sebagai Pusat Keuangan Internasional Malaysia di Kuala Lumpur.

"Saya pikir (kita harus) mengambil pandangan komprehensif dan kapasitas pertumbuhan negara. Yang lebih penting bagi saya adalah angka investasi yang meyakinkan," lanjutnya.

Para ahli sebelumnya telah memperingatkan bahwa pelemahan Ringgit Malaysia lebih lanjut mungkin mempunyai dampak politik terhadap PM Anwar Ibrahim, terutama jika masyarakat menganggap kurangnya tindakan pemerintahannya untuk mengatasi masalah ini.

 

Malaysia Catat Rekor investasi

Kasus COVID-19 di Malaysia Tembus 2 Juta
Orang-orang yang memakai masker menyeberang jalan di luar pusat perbelanjaan, di tengah wabah COVID-19 di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (14/9/2021). Kementerian Kesehatan Malaysia melaporkan total kasus Covid-19 mencapai 2.011.440 pada hari ini, Selasa (14/9). (AP Photo/Vincent Thian)

 

Namun seorang analis mengatakan bahwa skenario itu tidak mungkin terjadi mengingat mayoritas suara “yang tidak dapat disangkal” yang dimiliki perdana menteri di Parlemen.

PM Anwar Ibrahim mengatakan, jika kepercayaan investor berkurang karena penurunan Ringgit, Malaysia tidak akan mampu mencapai rekor investasi tertinggi sebesar 329,5 miliar Ringgit tahun lalu, peningkatan sebesar 23 per dolar AS dari tahun 2022.

"Mengapa kita hanya melihat ringgit dan membandingkannya dengan tahun 1998? Pada tahun 1998, Ringgit turun, investasi turun, dan inflasi meningkat. Tidak sama,'' pungkasnya.

Ringgit Malaysia Anjlok ke Level Terendah Sejak Krisis Ekonomi Asia 1998

Ringgit, Malaysia
Ringgit, Malaysia

Tak hanya Rupiah, mata uang negara tetangga, Ringgit Malaysia juga mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir.

Rupiah ditutup melemah 29 point dalam penutupan pasar pada Selasa (20/2), walaupun sebelumnya sempat melemah 35 point dilevel Rp. 15.660 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.631.

Sementara Ringgit Malaysia mengalami penurunan ke level terendah sejak krisis keuangan Asia pada Selasa (20/2).

Melansir Channel News Asia, Rabu (21/2/2024) nilai Ringgit Malaysia turun hampir 0,3 persen menjadi hampir 4,8 terhadap greenback pada perdagangan hari Selasa (20/2), angka terburuk sejak krisis keuangan Asia pada tahun 1998.

Dilaporkan, Ringgit telah mengalami penurunan lebih dari 4 persen di awal tahun ini, sebagian disebabkan oleh kinerja ekspor yang buruk dan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve.

Gubernur bank sentral Malaysia, Datuk Abdul Rasheed Ghaffour mengatakan bahwa kinerja mata uang tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti kenaikan suku bunga AS, kekhawatiran geopolitik dan ketidakpastian mengenai prospek ekonomi China.

"Tingkat Ringgit saat ini tidak mencerminkan prospek positif perekonomian Malaysia ke depan," kata Datuk Abdul Rasheed Ghaffour dalam sebuah pernyataan.

Namun dia masih optimis, pertumbuhan perdagangan global dan ekspor Malaysia akan berdampak positif pada mata uang tahun ini.

Sebelumnya, Ringgit telah mencapai titik terendah sejak krisis keuangan Asia pada tahun 2016, ketika mata uang negara-negara berkembang terpukul oleh pelarian modal yang dipicu oleh perkiraan kenaikan suku bunga AS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya