Terbitkan SBR013, Sri Mulyani Cari Duit Rp 15 Triliun

Kemudian, SBR juga relatif bisa menata pergerakan suku bunga acuan yang fluktuatif. Namun, SBR013 punya catatan soal masalah risiko likuiditas lantaran tidak bisa diperjualbelikan di pasar sekunder.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 10 Jun 2024, 15:30 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2024, 15:30 WIB
Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan dalam peluncuran Surat Berharga Negara (SBN) Ritel jenis Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR013 di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan dalam peluncuran Surat Berharga Negara (SBN) Ritel jenis Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR013 di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/6/2024). (Maul/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di bawah komando Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi meluncurkan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel jenis Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR013, Senin, 10 Juni 2024. Kupon atau imbal hasil SBR013 ditetapkan sebesar 6,45 persen hingga 6,60 persen, dengan masa penawaran dari 10 Juni hingga 4 Juli 2024.

SBR013 ditawarkan dalam dua jangka waktu, yakni SBR013 tenor 2 tahun (SBR013T2) dan SBR013 tenor 4 tahun (SBR013T4).

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengutarakan, pihaknya target menghimpun dana Rp 15-20 triliun lewat penerbitan SBR013 ini.

"Kita untuk target SBR013 ini, kita memiliki target awal sekitar Rp 15 triliun. Nanti kita perhatikan juga minat masyarakat. Kalau memang tinggi, kita bisa upsize sampai Rp 20 triliun," terangnya dalam sesi konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/6/2024).

Dengan kupon floating with floor 6,45-6,60 persen per tahun, Deni meyakini SBR023 bisa menarik bagi investor yang ingin melakukan hedging fluktuasi suku bunga di pasar.

"Karena biasanya, ketika BI meningkatkan tingkat suku bunga acuan, biasanya instrumen seperti saham, obligasi, reksa dana itu terkoreksi ke bawah. Ini kita bisa kompensasi dengan berinvestasi di SBR yang dia justru akan meningkat tingkat imbal hasil," imbuhnya.

Menurut dia, menyimpan dana di SBN ritel ini bisa terhindar dari sejumlah risiko investasi, utamanya risiko gagal bayar. "Ini karena instrumen yg diterbitkan pemerintah, dan pembayaran kupon dan juga pokoknya dijamin UU, maka bisa dibilang risiko gagal bayar adalah nol," tegasnya.

 

Tidak Bisa Diperjualbelikan

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan dalam peluncuran Surat Berharga Negara (SBN) Ritel jenis Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR013 di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan dalam peluncuran Surat Berharga Negara (SBN) Ritel jenis Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR013 di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/6/2024). (Maul/Liputan6.com)

Kemudian, SBR juga relatif bisa menata pergerakan suku bunga acuan yang fluktuatif. Namun, SBR013 punya catatan soal masalah risiko likuiditas lantaran tidak bisa diperjualbelikan di pasar sekunder.

"Tetapi ada fitur early redemption, atau penebusan lebih awal. Misal T2 bisa diambil maksimal 50 persen setelah melebihi tahun pertama. Sementara unyuk T4 bisa diambil maksinal setelah melewati tahun kedua," jelas Deni.

Adapun SBR013T2 dan SBR013T4 bisa didapat dengan minimal investasi Rp 1 juta dan kelipatan Rp 1 juta. Sementara batas maksimal investasi untuk T2 senilai Rp 5 miliar, dan T4 Rp 10 miliar.

"Kenapa dikasih batasan, ini sebetulnya kalau investor bisa beli di atas Rp 5-10 miliar kita harapkan masuk ke SBN non ritel. Yang membedakan atara SBN ritel dan instrumen lain, dengan beli SBN ritel kita bisa turut berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional," tuturnya.

Trivia Saham: Kenali Perbedaan ORI dan SBR

Ilustrasi Obligasi Negara Ritel atau ORI. Dok Kemenkeu
Ilustrasi Obligasi Negara Ritel atau ORI. Dok Kemenkeu

Pemerintah baru saja menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) berupa Obligasi Negara Ritel atau ORI. Pemerintah menawarkan ORI kepada masyarakat Indonesia dengan seri ORI022 sebagai alternatif investasi yang aman, mudah, terjangkau dan menguntungkan.

Penawaran ORI022 berlangsung mulai 26 September 2022 hingga 20 Oktober 2022 pukul 10.00 WIB. Pemesanan ORI 022 minimal adalah Rp 1 juta dan maksimal Rp 5 miliar dengan kipon 5,59 persen dan tenor tiga tahun. Melansir laman resmi Kemenkeu, Sabtu, 1 Oktober 2022, ORI pertama kali diterbitkan pada 2006. Melalui ORI, pemerintah ingin mengajak masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan nasional.

Nantinya, seluruh dana yang diperoleh dari hasil penerbitan ORI akan dimanfaatkan untuk pembiayaan APBN dan lainnya. Keuntungan Berinvestasi ORI Ada sejumlah keuntungan yang ditawarkan dari instrumen ini. Pertama, kupon dan pokok dijamin Undang-Undang.

Kupon atau imbal hasil ditawarkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat bunga deposito bank BUMN. Tak kalah menarik, kupon memiliki tingkat bunga tetap sampai pada waktu jatuh tempo dan dibayar setiap bulan. Instrumen ini juga bisa diperdagangkan di pasar sekunder antar investor domestik.

Perbedaan dengan SBR Ada dua jenis SBN, yakni Savings Bond Ritel (SBR) dan Obligasi Nasional Ritel Indonesia (ORI). Meski sama-sama diterbitkan pemerintah, kedua instrumen ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pertama, dari sisi tenor atau jangka waktu.

Jangka Waktu

Jangka waktu SBR lebih pendek yaitu hanya dua tahun, sementara ORI lebih lama yakni tiga tahun. Dari sisi kupon atau imbal hasil yang ditawarkan, SBR memiliki tingkat kupon mengambang, artinya besaran kupon SBR akan disesuaikan dengan perubahan BI 7 Day Reverse Repo Rate setiap tiga bulan sekali.

Sedangkan ORI memberikan kupon tetap (fixed) hingga jatuh tempo. Perlu dicatat, SBR tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, tetapi memiliki fasilitas early redemption. Sementara ORI dapat diperdagangkan di pasar sekunder antar investor domestik.

Mengingat ORI diperdagangkan pada pasar sekunder, maka terdapat capital gain atau potensi keuntungan dari selisih harga pembelian dan penjualan. Sementara hal itu tidak ada pada SBR. Namun, pemerintah menyediakan fasilitas pencairan dana sebelum jatuh tempo atau early redemption untuk SBR bagi investor yang berminat. 

INFOGRAFIS
Infografis Pinjol Menjamur, Utang Menumpuk (Ilustrasi: Abdillah/Liputan6.com)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya