Liputan6.com, Jakarta - Investasi merupakan instrumen penting bagi keluar masuknya arus modal dari dalam maupun luar negeri untuk ditanamkan pada sektor-sektor yang berpotensi menghasilkan keuntungan ekonomis.
Kunjungan kerja Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ke Tiongkok makin membuka peluang bagi para produsen otomotif asal Negeri Tirai Bambu untuk meningkatkan ekspor kendaraan bermotor berbasis listrik yang diproduksi di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Tercatat empat perusahaan yang ditemui Menperin dalam kunjungan tersebut menyambut baik harapan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan ekspor, baik melalui penambahan volume maupun negara tujuan ekspor, dari pabrik-pabriknya di Indonesia.
Advertisement
"Pemerintah Indonesia telah menetapkan target produksi electric vehicle (EV) pada tahun 2030 sebesar 600.000 unit. Perusahaan juga sepakat untuk menjadikan Indonesia sebagai hub basis produksi EV stir kanan, untuk diekspor ke 54 negara pengguna mobil stir kanan,” tutur Menperin usai bertemu dengan para pelaku industri otomotif Tiongkok di Beijing, Rabu, 12 Juni 2024, seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (14/6/2024).
Menperin juga mendorong para pelaku industri otomotif asal Tiongkok untuk dapat melibatkan produsen komponen dalam negeri dari hulu ke hilir sehingga mewujudkan seluruh mata rantai produksi berada di Indonesia.
Untuk itu, Menperin mendukung perusahaan otomotif asal China agar memanfaatkan insentif yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia dalam berinvestasi.
Pada Mei 2024 PT Neta Auto Manufacturing Indonesia telah memproduksi Neta V-II dengan TKDN mencapai 40% dan berencana untuk meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sampai dengan 60% pada 2025 dengan target penjualan sebesar 10.000 unit per tahun.
Bertemu 4 Pelaku Industri Otomotif China
Pada pertemuan dengan SAIC GM Wuling Automobile Company, Menperin mengapresiasi kinerja perusahaan tersebut yang telah mampu mengekspor produk EV-nya ke 11 negara dan menjadikan Indonesia sebagai fasilitas produksi industri otomotif terbesar di luar Tiongkok.
"Pemerintah Indonesia mengharapkan agar Wuling dapat menjajaki peningkatan pasar ekspor terutama untuk produk EV agar semakin menegaskan target Indonesia sebagai basis produk EV di ASEAN dan dunia," ujar Menperin.
Selanjutnya, pada pertemuan dengan Cherry Automobile, Cherry berencana untuk melakukan riset produksi mobil PHEV (plug-in hybrid electric vehicle) di Indonesia. Berkaca pada pasar di negeri asalnya, jumlah penjualan mobil PHEV lebih popular, karena persoalan terkait ketersediaan dapat diselesaikan.
Pembakaran bahan bakar pada mobil PHEV juga jauh lebih ekonomis dari mobil HEV (hybrid electric vehicle). Cherry juga telah menyampaikan komitmennya untuk memproduksi kendaraan EV dengan total 100.000 unit pada tahun 2030.
Advertisement
Ajak Kembangkan Kendaraan Listrik di Indonesia
Pemerintah Indonesia juga menyampaikan apresiasi kepada SOKONINDO yang telah meluncurkan produk kendaraan listrik di Indonesia dan mengharapkan untuk dapat memperbanyak line up produksi kendaraan listrik dengan membawa model EV dari principal ke Indonesia.
“Kami juga mendorong kepada semua perusahaan asal Tiongkok untuk ambil bagian dalam pengembangan kendaraan elektrifikasi dan mendukung ekosistem EV di Indonesia. Negara ini merupakan pasar yang potensial bagi empat perusahaan tersebut, dan peluang menjadikan Indonesia sebagai hub produksi dan ekspor EV terbuka lebar,” imbuhnya.
Keempat produsen kendaraan EV asal Tiongkok tersebut telah dan akan berproduksi di Indonesia. Saat ini Sokon memiliki kapasitas produksi 50 ribu unit. Kapasitas produksi SGMW mencapai 120 ribu unit. Sedangkan Cherry berencana memproduksi dengan kapasitas 8.000 unit melalui fasilitas manufaktur, begitu pula Neta yang rencana produksinya sebesar 9.300 unit.
Kapan Regulasi Kendaraan Listrik Terbit? Ini kata OJK
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong asuransi umum melalui Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) agar segera menerbitkan ketentuan polis baku atas coverage asuransi kendaraan berbasis listrik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, menilai kendaraan berbasis listrik ini memiliki risiko berbeda dibandingkan kendaraan konvensional. Sehingga tarif premi-nya harus disesuaikan.
"Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa risiko yang dijamin akan sedikit berbeda dari asuransi kendaraan konvesional, sehingga risiko dan tarif premi perlu disesuaikan," kata Ogi dalam keterangan tertulis, Kamis (13/6/2024).
Diketahui, saat ini asuransi untuk kendaraan berbasis listrik belum diatur khusus oleh OJK. Bahkan penerapan tarif produk asuransi kendaraan listrik ini masih mengacu pada aturan konvensional yang tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) nomor 6 tahun 2017 tentang penetapan tarif pada lini perusahaan bermotor dan harta benda.
Kendati belum ada aturan khusus, tetapi beberapa perusahaan telah meluncurkan produk asuransi khusus untuk kendaraan listrik ini, salah satunya Eastern General Insurance Indonesia (GEGI) meluncurkan Electric Vehicle (EV) Insurance yang memberikan perlindungan risiko berhubungan dengan mobil listrik.
Asuransi perusahaan tersebut diklaim sejalan dengan komitmen perusahaan mendukung upaya pemerintah dalam mendorong implementasi environment, social, and governance (ESG). Selain perlindungan terhadap kendaraan yang lengkap, EV Insurance GEGI juga memberikan perlindungan terhadap risiko yang berhubungan secara khusus dengan mobil listrik dengan kelistrikan.
Seperti tanggung jawab hukum pihak ketiga yang timbul dari pengisi daya mobil listrik, kecelakaan akibat dari risiko tersetrum, kerusakan fasilitas pengisian daya pribadi, kehilangan kabel pengisi daya mobil listrik, dan juga biaya dekontaminasi limbah baterai. Keunggulan lainnya, produk EV Insurance GEGI sudah resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Advertisement